𝐕𝐈𝐈- 𝐕𝐈𝐈𝐈

1.5K 91 93
                                    

Di ruang rahasia yang ada di perpustakaan, Queen sedang menyendiri menenangkan pikirannya. Akhir-akhir ini dirinya memang merasa sedikit emosional, sepertinya ini berasal dari ketakutannya.

"Sudah ku duga kau akan ada di sini, tempat favoritmu setelah menara astronomi."

Queen sangat mengenali suara ini. Dia beranjak dari duduknya, berjalan mendekati sosok itu dan langsung memeluknya erat. Bahu yang biasanya sekokoh baja hari ini ambruk, mata yang biasanya menatap Draco penuh cinta itu kini berderai air mata.

Penampilan Draco saat ini membuat Queen semakin dilanda rasa takut. Sejak menjatuhkan hati kepada laki-laki pirang ini, dia mulai merasa ketakutan. Ditinggal pergi oleh Draco adalah ketakutan terbesarnya, Queen bahkan tidak bisa membayangkan seperti apa hidupnya tanpa orang yang dia cinta. Mungkin dia akan seperti kakek moyangnya, Cadmus Peverell.

"Hey, ada apa denganmu? Kenapa kau menangis, love?" Tangan Draco tergerak untuk mengusap pelan punggung kekasihnya agar tenang.

Tapi bukannya mereda, tangisan Queen bahkan semakin besar. Draco jarang atau bahkan hampir tidak pernah melihat gadisnya menangis, ini pertama kalinya dia melihatnya menangis.

Jujur saja, Draco sedikit kelimpungan. Dia tak tau bagaimana cara menenangkannya. Setaunya, seseorang yang menangis akan mereda jika dipeluk dan diusap punggungnya. Tapi sepertinya itu tidak berlaku pada Queen, jadi ia pun berinisiatif untuk tetap diam. Membiarkan Queen menangis sepuasnya hingga terhenti sendiri.

"Sudah puas?" Dapat ia rasakan, Queen mengangguk pelan di dalam pelukannya.

"Bagus. Mau bercerita?" Lagi-lagi gadis itu mengangguk.

Mereka pun berpindah posisi, Draco duduk di atas kursi lalu mendudukkan Queen di atas pangkuannya. Membiarkan perempuan itu menyenderkan kepala di bahunya.

"Jadi, ada apa denganmu? Kenapa kau menangis, love?"

"Aku juga tidak tau. Tiba-tiba aku ketakutan saat memikirkanmu, terlebih kau datang padaku dengan keadaan berdarah seperti ini."

Tangan Queen terarah ke kepala Draco yang mengeluarkan darah. Melihat luka yang di dapat kekasihnya.

"Aku tidak apa-apa, love. Aku hanya tertimpa reruntuhan, sebelum ke sini aku sempat berduel karena ada yang menghadangku."

Queen menghela nafas pelan, mengarahkan wandnya ke arah luka Draco.

"Scourgify, Episkey, Ferula."

Darah yang keluar dari luka Draco pun menghilang, luka yang tadi terbuka bebas pun kini sudah terbalut perban. Sebagai akhir, Queen mengusap pelan luka yang telah diperban lalu mengecupnya.

"Jangan terluka lagi, Drake. Melihatmu luka di saat seperti ini membuatku semakin takut jika kau pergi meninggalkanku."

"Aku tidak akan pergi, love. Aku akan tetap di sini bersamamu."

"Selama perang masih berlangsung, berjanjilah untuk tidak terluka."

"Oui, mon amour. Je suis promis." ¹ Draco membawa tangan Queen ke arah bibirnya, mengecupnya berkali-kali sebelum akhirnya menggenggamnya dengan ibu jari yang sibuk mengusap punggung tangan kekasihnya.

Sementara itu, di luar sana perang yang sedang berlangsung itu tiba-tiba terhenti. Voldemort memerintah pasukannya untuk mundur, dia tidak ingin semakin banyak penyihir yang terbunuh.

Harry melangkahkan kakinya memasuki kastil. Banyak korban yang berjatuhan, entah itu hanya terluka atau pun yang meninggal. Remus Lupin dengan Nymphodora Lupin adalah dua dari banyaknya penyihir yang gugur.

𝐐𝐔𝐄𝐄𝐍𝐂𝐈𝐀 ┆𝘿𝙧𝙖𝙘𝙤 𝙈𝙖𝙡𝙛𝙤𝙮✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang