Sore itu, keheningan di Mansion Lee tiba-tiba terganggu oleh suara benda-benda yang jatuh dan bergesekan dari dalam kamar Seungri. Minho, yang sedang bekerja di ruang kerjanya, segera berhenti mengetik, menghela napas panjang. Kepala yang sudah berat karena urusan perusahaan kini ditambah lagi dengan suara gaduh itu. Pikirannya langsung tertuju pada satu hal: Seungri. Lagi.
Minho menatap dokumen di layar komputernya sejenak, berharap suara itu berhenti dengan sendirinya, namun, harapannya sia-sia. "Astaga, apa lagi sekarang?" gumamnya, memijat pelipisnya yang mulai berdenyut. Setelah merasa tidak punya pilihan lain, dia bangkit dari kursinya dan menuju kamar Seungri. Sesaat sebelum mengetuk pintu, dia bisa mendengar suara langkah mondar-mandir dan beberapa benda yang dibanting.
"Seungri, what's going on in there?!" panggil Minho, mencoba menyembunyikan nada kesal dalam suaranya.
Tidak ada jawaban, hanya bunyi kaleng cat yang berbunyi keras saat terguling ke lantai.
Merasa cemas, Minho langsung membuka pintu tanpa menunggu izin, dan pemandangan yang disajikan di depannya benar-benar berantakan. Ruangan itu penuh dengan cat yang tumpah, kanvas yang tergeletak di lantai, dan di tengah-tengah kekacauan itu, duduklah Seungri. Wajahnya terlihat memerah, dan dia menggenggam kuas di satu tangan, sementara tangan lainnya mencengkeram rambutnya dengan frustrasi.
Minho menghampiri Seungri dengan hati-hati, menginjak beberapa tumpukan kertas sketsa yang berserakan di lantai. "Seungri, apa yang sebenarnya kamu lakukan?" tanyanya, meskipun dia sudah bisa menebak jawabannya.
Seungri mendongak, tatapannya penuh dengan rasa frustrasi. "Aku... aku nggak bisa melukis! Ini nggak sesuai dengan yang aku bayangkan!" teriaknya, suara serak dengan amarah yang tertahan. Dia memandang lukisan di depannya—sebuah abstraksi besar yang penuh dengan warna-warna cerah, namun entah bagaimana, itu terasa salah di matanya.
Minho menghela napas, lalu duduk di samping adiknya, menghindari genangan cat di lantai. Dia menatap kanvas di depan mereka dengan kritis, mencoba memahami apa yang begitu salah menurut Seungri. "Tapi ini terlihat bagus, adikku. Maksudku, aku bukan ahli seni, tapi menurutku ini punya... apa ya... 'getaran' yang kuat?" Minho mencoba terdengar meyakinkan, meskipun jelas dia bukan seorang kritikus seni.
Seungri menggelengkan kepala dengan keras. "Tidak, hyung. Ini nggak seperti yang aku inginkan. Aku capek, aku capek berusaha buat sesuatu yang nggak pernah sesuai ekspektasi. Capek harus selalu merasa terbatas. Capek sama semuanya."
Mendengar itu, Minho merasakan hatinya mencubit sedikit. Dia tahu, meski seringkali Seungri terlihat seperti bocah manja yang selalu melawan aturan, ada beban yang lebih besar di pundaknya. Beban yang tidak terlihat oleh siapa pun kecuali mereka yang benar-benar dekat dengannya. Dengan tenang, Minho menepuk pundak Seungri, mencoba meredakan ketegangan yang jelas-jelas meluap.
"Kamu tahu, Seungri," kata Minho dengan nada lebih lembut dari biasanya, "hidup ini memang penuh dengan hal-hal yang nggak sesuai rencana. Tapi bukan berarti kamu harus menyerah hanya karena satu lukisan nggak sesuai dengan apa yang ada di pikiranmu. Kamu harus terus mencoba."
Seungri mengangkat wajahnya, matanya masih penuh dengan kebingungan dan kelelahan. "Tapi kenapa, hyung? Apa gunanya terus mencoba kalau aku nggak bisa melakukan apa yang aku inginkan? Kalau aku nggak bisa melukis seperti yang aku bayangkan? Apa gunanya hidup ini kalau aku harus terus melawan penyakit sialan ini?"
Minho terdiam sesaat, lalu tanpa berkata apa-apa, dia menarik Seungri ke dalam pelukannya. Pelukan yang erat dan penuh kasih sayang, meskipun Minho jarang menunjukkan sisi lembutnya. Seungri, yang awalnya kaku, perlahan-lahan mulai melembut dalam pelukan kakaknya. Tubuhnya yang tadinya penuh amarah dan frustrasi kini mulai gemetar. Minho bisa merasakan emosi adiknya yang meluap-luap, dan itu membuatnya semakin kuat memeluk Seungri.
"Seungri," bisik Minho, nadanya pelan namun penuh ketegasan. "Kamu lebih kuat dari yang kamu kira. You're a fighter, and you know that. Setiap kali kamu jatuh, kamu selalu bangkit lagi, bahkan kalau kamu sendiri nggak sadar. Dan hyung akan selalu ada buat bantu kamu bangkit lagi."
Namun, detik berikutnya, tubuh Seungri mulai bergetar lebih keras di dalam pelukan Minho. Minho langsung merasa ada yang tidak beres. Seungri, yang tadinya hanya menangis dalam diam, kini mulai tersengal-sengal, napasnya terdengar tidak teratur dan berat.
"Seungri?" Minho memiringkan tubuh Seungri sedikit untuk menatap wajahnya. Matanya melebar saat melihat adiknya yang kesulitan bernapas. "Seungri, hey, tenang. Tenang! Tarik napas pelan-pelan, oke?"
Tapi bukannya membaik, Seungri justru semakin kesulitan bernapas. "Hyung... aku... i can't... sesak... sesak sekali..." gumam Seungri dengan suara terputus-putus. Matanya mulai mengabur dan wajahnya memucat. Panik mulai merayap ke dalam diri Minho.
Tanpa pikir panjang, Minho segera mengangkat tubuh Seungri dari lantai dan membawanya ke tempat tidur dengan hati-hati, nyaris tersandung beberapa kali oleh barang-barang di lantai. "Eunji! Eunji!" teriaknya memanggil perawat pribadi Seungri dengan nada mendesak.
Minho dengan cepat mengambil alat pengukur detak jantung yang selalu ada di meja samping tempat tidur Seungri dan memasangkannya di jari adiknya. Layar menunjukkan detak jantung Seungri yang semakin cepat dan tidak teratur, membuat Minho semakin cemas. Tidak lama kemudian, Eunji masuk tergesa-gesa ke kamar, wajahnya terlihat khawatir.
"Apa yang terjadi?" tanya Eunji, suaranya panik tapi tetap profesional.
"Dia sesak. Napasnya berat, detak jantungnya tidak beraturan," jawab Minho cepat. Matanya terus memandang adiknya yang tampak semakin lemah.
Eunji dengan sigap mengambil oxygen mask dan memasangkannya di wajah Seungri. "Tenang, Seungri. Tarik napas dalam lewat ini, ya. Perlahan, ya. Noona di sini," katanya dengan suara lembut, seperti berbicara kepada anak kecil yang ketakutan.
Seungri berusaha menarik napas, namun masih terasa sulit. Tubuhnya mulai rileks sedikit ketika oksigen masuk melalui maskernya, tapi pandangannya masih buram, dan peluh dingin membasahi dahinya.
Minho duduk di sampingnya, menggenggam tangan Seungri erat-erat. "Hey, aku di sini. Pelan-pelan, oke? Hyung nggak akan ninggalin kamu," katanya, meskipun hatinya masih dihantui oleh kepanikan.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti seumur hidup, detak jantung Seungri perlahan-lahan mulai stabil. Napasnya menjadi lebih teratur, meskipun masih terdengar berat. Dia terkulai lemas di tempat tidur, tubuhnya terlihat lebih tenang meskipun jelas-jelas kelelahan.
Minho menatap Seungri dengan mata penuh kekhawatiran, sementara Eunji terus memantau kondisi adiknya. "Kamu gimana sekarang?" tanya Minho, suaranya lebih tenang tapi masih dipenuhi ketegangan.
Seungri, dengan suara yang hampir tak terdengar di balik masker oksigen, menjawab, "Better, hyung. Tapi aku capek banget..." Ia merubah posisinya berbaring ke samping, menghadap Minho.
Minho mengusap lembut punggung Seungri, berusaha menenangkan adiknya. "Itu wajar. Kamu habis mengalami serangan, tapi yang penting sekarang kamu baik-baik saja. Jangan pikirkan yang lain dulu."
Seungri menatap kakaknya dengan mata yang masih lemah. "Hyung... kapan aku bisa keluar dari sini? Aku janji nggak akan bikin ribut lagi. Please, aku cuma pengen keluar. Aku pengen hidup, hyung. Aku nggak bisa terus terjebak di sini."
Minho terdiam, menatap Seungri yang memohon dengan mata yang begitu lelah namun penuh harapan. Hatinya terasa berat, mengetahui bahwa apa yang diminta Seungri begitu sederhana, namun begitu sulit untuk diberikan. Minho tahu, membiarkan Seungri keluar terlalu cepat bisa berisiko, dan mereka tidak bisa main-main dengan kondisi adiknya.
Minho menghela napas dalam, menatap adiknya dengan tatapan serius namun penuh kasih sayang. "Seungri, you know the rule. Kamu harus membuktikan kalau kamu bisa jaga kesehatanmu dulu. Aku tahu kamu bosan, tapi keselamatanmu lebih penting dari apa pun."
Seungri menunduk, kecewa namun mengerti. "Ya, aku tahu. Aku cuma... capek aja, hyung."
Minho tersenyum kecil, mencoba meringankan suasana. "Capek, ya? Coba tanya aku, aku yang harus berurusan denganmu tiap hari. Itu pekerjaan full-time, lho."
Seungri terkekeh pelan di balik masker oksigen, meskipun suara tawanya lemah. "Maaf ya, Hyung. Aku bikin kamu repot terus."
Minho menepuk bahunya pelan. "It's okay. That's my job. Tapi kamu harus janji nggak bikin aku jantungan lagi."
Seungri mengangguk lemah. "Janji."
tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rebellious
أدب الهواةStep into the world of the Lee family, where Seungri, the rebellious son with a heart condition, finds solace in art and freedom. Follow his journey as he balances family expectations with his own desires, leaving a trail of drama and breathtaking a...