come

34 4 3
                                    


Minho berdiri di dekat jendela besar di kamar rumah sakit Seungri, memandangi kota yang ramai di bawahnya. Pikirannya dipenuhi oleh tanggung jawabnya, bukan hanya sebagai anak sulung, tetapi juga sebagai kakak yang sangat protektif terhadap Seungri. Beberapa hari terakhir sangat melelahkan, baik secara emosional maupun fisik.

Getaran ponselnya menarik Minho keluar dari pikirannya. Dia melirik layar dan melihat pesan dari Jiyong, menanyakan apa dia bisa datang menjenguk Seungri hari ini.

Ekspresi Minho tetap netral saat membaca teks tersebut, meskipun dia merasakan sedikit kekhawatiran. Jiyong sudah menjadi bagian dalam hidup Seungri selama beberapa bulan terakhir, dan Minho tahu bahwa dia bukan lagi sekadar kenalan. Dari cara Seungri yang selalu berseri-seri setiap kali nama Jiyong disebut hingga sikap keras kepalanya yang meminta ponsel, jelas bahwa Jiyong telah menjadi seseorang yang berarti bagi Seungri.

Pikiran Minho melayang kembali ke saat Jiyong dengan serius meminta izin untuk mengajak Seungri keluar. Jiyong saat itu sangat sopan, bahkan berhati-hati, seolah-olah dia tahu betapa protektifnya Minho terhadap Seungri. Minho tidak melupakan itu. Dia tidak naif-dia bisa melihat apa yang berkembang antara keduanya. Ada sesuatu di antara mereka, sesuatu yang melampaui persahabatan biasa, dan meskipun itu membuatnya merasa tidak nyaman, dia tidak bisa menyangkal bahwa Seungri tampak benar-benar bahagia bersama Jiyong.

Dengan desahan pelan, Minho mengetik balasan.

Balasan itu sopan tapi tegas, mengingatkan Jiyong bahwa meskipun dia diizinkan datang, insting protektif Minho masih sangat kuat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Balasan itu sopan tapi tegas, mengingatkan Jiyong bahwa meskipun dia diizinkan datang, insting protektif Minho masih sangat kuat. Dia tahu dia harus tetap mengawasi situasi ini, bahkan jika dia memberikan mereka sedikit ruang.

Sore itu, Jiyong tiba di rumah sakit dengan membawa setangkai bunga lili putih dan tas berisi buku. Dia berjalan melewati lorong-lorong rumah sakit yang steril, pikirannya dipenuhi dengan campuran kekhawatiran dan antisipasi. Dia tidak sepenuhnya tahu apa yang diharapkan-dia tahu Seungri sakit, tapi sifat pasti dari kondisinya masih menjadi misteri baginya. Yang dia tahu adalah bahwa keluarga Seungri sangat protektif, dan itu jelas dengan alasan yang baik.

Ketika Jiyong sampai di kamar Seungri, Minho menyambutnya di pintu. Ada pertukaran pandangan singkat, sebuah kesepakatan yang tak terucap bahwa meskipun Jiyong diizinkan hadir, Minho tetap memegang kendali atas situasi ini. Minho memberikan Jiyong tatapan peringatan sebelum melangkah ke samping untuk memberikan mereka sedikit privasi, meskipun dia tidak pergi terlalu jauh, tetap berada dalam jangkauan telinga, hanya untuk berjaga-jaga.

Jiyong melangkah masuk, hatinya mencengkeram erat saat melihat Seungri terbaring di tempat tidur, tampak pucat dan lemah dibandingkan dengan biasanya. Meskipun ada berbagai perangkat medis yang terpasang pada tubuhnya, mata Seungri berbinar saat melihat Jiyong masuk ke dalam kamar.

"Hei, look who's coming," sapa Seungri dengan senyum manisnya. Dia duduk, hati-hati agar tidak mengganggu kabel dan selang yang seolah menahannya di tempat tidur.

Jiyong berjalan mendekat, meletakkan bunga di meja samping tempat tidur. "I have something for you," katanya sambil mengeluarkan beberapa buku dari dalam tas. "I remember how you mentioned Kafka, so kupikir buku-buku ini bisa menemanimu."

Senyum Seungri melebar saat dia meraih buku-buku itu. "You remember!thanks, hyung, you don't have to."

Jiyong mengangkat bahu dengan santai. "No problem at all. Aku cuma ingin membawa sesuatu yang kau suka."

Percakapan mereka mengalir dengan mudah, seolah-olah tidak ada yang aneh dengan suasana rumah sakit di sekitar mereka. Jiyong duduk di samping Seungri, cukup dekat sehingga lutut mereka bersentuhan. Seungri, meskipun dalam kondisi lemah, tampak lebih rileks dengan kehadiran Jiyong. Canda ringan yang biasa terjadi di antara mereka mengalir dengan alami, dengan Seungri menggodanya tentang pilihan pakaiannya dan Jiyong membela diri dengan bercanda.

"Seriously, i think i can pull through that hospital gown," kata Jiyong, membuat Seungri terkekeh.

"Oh, please," Seungri menggelengkan kepala, gerakannya sedikit lamban karena kelelahan. "Maybe you will put some silly accessories and call it as avant-garde."

Jiyong tersenyum lebar, senang melihat Seungri sedikit terhibur, meskipun hanya sebentar. "Tepat sekali. Aku bisa membuatnya berhasil."

Percakapan mereka akhirnya berubah menjadi lebih tenang, dengan Jiyong mendekat sedikit, suaranya lebih rendah, lebih intim. "How are you actually, Seungri?" Pertanyaan itu diwarnai dengan kekhawatiran yang tulus, sesuatu yang telah mengganggu Jiyong sejak dia tiba.

Seungri menatap ke arah lain sejenak, pandangannya tertuju pada bunga-bunga yang dibawa oleh Jiyong. Dia tidak ingin membebani Jiyong dengan kenyataan kondisinya, terutama ketika mereka baru saja dekat.

"Well, i'm tired," Seungri mengakui pelan. "more than i want to admit. it's suck... ingin melakukan banyak hal tapi selalu terhalang oleh ini." Dia mengarahkan tangan ke arah peralatan medis di sekitarnya.

Tangan Jiyong bergerak secara naluriah, menyentuh wajah Seungri dengan lembut. "You don't have to push yourself too hard, you know. It's okay to take it easy, one step at a time."

Seungri menatap kembali ke arah Jiyong, intensitas tatapannya melunak oleh senyuman kecil yang muncul di bibirnya. "I know, it's just... hard. But that you're here now, it feels better."

"I'm not going anywhere, Seungri. Aku akan tetap di sini selama yang kau butuhkan."

Mereka terus berbicara, berbagi momen tenang yang mencerminkan kedekatan mereka yang semakin dalam. Kehadiran Jiyong menjadi pelipur lara bagi pikiran Seungri yang gelisah, dan saat mereka berbicara, menjadi jelas bahwa apa yang ada di antara mereka lebih dari sekadar persahabatan. Itu tak terucap, tapi terasa-sebuah keintiman yang telah tumbuh dari waktu yang mereka habiskan bersama di studio Jiyong, hingga malam-malam yang mereka bagi, dan sekarang, hingga momen ini di rumah sakit.

Sementara itu, Minho mengamati dari kejauhan, matanya yang tajam memperhatikan setiap detail. Dia tidak melewatkan bagaimana tangan Jiyong menyentuh Seungri, atau bagaimana Seungri tampak lebih tenang dengan kehadiran Jiyong. Tak bisa dipungkiri-Jiyong telah menjadi seseorang yang penting dalam hidup Seungri. Dan meskipun Minho ingin menjaga Seungri tetap aman, dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Jiyong mungkin benar-benar baik untuk adiknya.

Kemudian, saat sore berganti malam, Minho kembali masuk ke kamar. Dia menemukan Jiyong dan Seungri masih asyik berbicara, kepala mereka dekat satu sama lain saat mereka berbagi tawa pelan.

"Seungri perlu istirahat," kata Minho, memecah momen itu. Nada suaranya tegas, tapi ada sedikit pengertian di baliknya. "Sudah malam."

Jiyong mengangguk, memahami isyarat yang tak terucap. Dia bangkit berdiri, tersenyum dan mengusap lembut rambut Seungri. "Aku akan datang lagi, oke? Jaga dirimu."

Seungri mengangguk, matanya mengikuti Jiyong saat dia meninggalkan kamar. Ada rasa rindu dalam tatapannya, yang tidak luput dari perhatian Minho.

Saat pintu tertutup di belakang Jiyong, Seungri berbalik kepada Minho dengan senyuman lelah. "Thanks, hyung."

Minho hanya mengangguk, menyembunyikan perasaan campur aduknya. Dia berjalan mendekat, duduk di tepi tempat tidur Seungri dan mengusap lembut rambut putih adiknya. "Sudah waktunya tidur, Seungri."

Seungri berbaring dengan nyaman lalu menutup matanya. "Good night, hyung."

Rebellious Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang