PoV ustaz Rizqy
Selesai bertausyiah aku langsung pulang ke rumah. Merebahkan badan karena hari ini lumayan cukup lelah, ditambah tingkah seorang gadis yang membuatku malu di hadapan para jamaah.
Aku tidak habis pikir, kenapa si Keenan selalu bikin ulah, kapan dia berubah, sungguh aku lelah dengan sikapnya. Namun dia juga manusia, yang sedang belajar dan dia datang ke sini untuk belajar, maka sudah menjadi tugasku untuk mendidiknya, memberikan arahan, bukan menyalahkan hingga dia ketakutan.
Namun belum juga sepekan, rasanya aku keteteran, apa aku harus lapor aja ya ke Abi.
"Assalamualaikum bi," panggilku diujung telepon.
Kebetulan Abi sedang tidak ada di rumah, ia sedang berziarah ke kotanya para wali yaitu Tarim Hadramaut Yaman, ia menitipkan santrinya padaku selaku putranya. Namun aku kewalahan semenjak si Ukhty Barbar datang.
"Waalaikumussalam, kenapa Rizqy?" Sahut Abi diujung telepon.
"Maaf Abi, Rizqy mengganggu waktunya, ada sedikit yang perlu Rizqy bicarakan terkait santri, apakah Abi punya waktu luang untuk membahas ini?" Tanyaku gemetar.
"Oh, iya kebetulan Abi sedang nyantai Rizqy, kenapa emang? Ada apa? Apa ada masalah di pondok?" Tanya Abi berturut-turut, karena ia keheranan kenapa aku tiba-tiba nelepon di siang bolong.
"Maaf Abi, tiga hari yang lalu kedatangan santri baru, namanya Keenan--
"Iya terus? Kamu suka?" Tanya Abi, memotong pembicaraan.
"Lah Abi, bentar dulu. Boro-boro Rizqy suka, yang ada Rizqy pusing bi dengan tingkahnya. Dia barbarnya kelewatan tadi pagi juga masa pake androk mini di depan jamaah, mana Rizqy sedang tausyiah--
"Hahaha, Rizky Rizqy," ledek Abi, ditengah pembicaraan.
"Abimah ketawa ih, Rizqy mah pusing. Abi kapan pulang?" Tanyaku sedikit merengek.
"Iya Abi pulang nanti pekan depan. Sekarangmah disabarin dulu, toh dia juga belum paham, belum belajar agama, wajar kalau dia tidak tahu apa-apa," tutur Abi menenangkan.
"Gak kuat, pusing," ucapku datar.
"Haha, gimana yang mau jadi pemimpin keluarga tuh. Seorang pemimpin keluarga itu harus bisa membimbing, mendidik, meluruskan dengan penuh kelembutan dan kesabaran. Mau nikah, kan?" Tanya Abi yang selalu memancingku supaya cepat menikah.
"Ya mau lah, tapi kan istrinya gak kayak gitu juga Abi, ah," rengekku kesal.
"Haha, kalau Allah mentakdirkan yang seperti itu gimana, Rizqy?" Tanya Abi jail.
"Bi, atuh doain putranya biar dapet calon istri yang shalihah."
"Iya iya Aamiin, yaudah abis acara kan? Gak istirahat?"
"Mau istirahat, tapi pusing gak kuat," keluhku berkali-kali.
"Sabar, kuatin raganya, tegarin hatinya, jaga perasaannya," tutur Abi menasehati.
"Siap Abi, terima kasih ya Bi, mohon doanya saja, Abi juga Istirahat wassalamu'alaikum," ucapku menutup pembicaraan.
"Iya Rizqy, Abi selalu mendoakanmu, waalaikumussalam."
Syukur kalau Abi pekan depan pulang, biar sedikit beban yang ada di hidupku berkurang. Aku mulai memejamkan mata. Namun ketika mata mulai terpejam terlintas bayangan Keenan, wajah cantiknya betis mulusnya, rengek manjanya, "Astaghfirullah," ucapku cepat-cepat.
"Astaghfirullah."
"Astaghfirullah," ucapku berkali-kali.
Keenan siapa? Dia hanya santri baru, dan mana mungkin aku cinta sama dia. Ah ada-ada saja aku ini, dia sebatas santri yang harus aku didik dengan baik. Lagian mana ada aku suka sama dia, bukan tipe aku, jauh sangat jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukhty Barbar
RomanceBarbarku hanya sekedar hiasan, untuk mendapatkanmu ku hanya menunggu takdir Ilahi.