Ustaz Ustazah

57 1 0
                                    

PoV Penulis

Tujuh hari tujuh malam telah terlewati bersama, penuh suka, tawa, dan air mata bahagia. Akhirnya mereka bisa bersama, bersanding berkat takdir Sang Pencipta. Betapa bahagianya mereka yang saling cinta, dan kini ustazah Marwah telah diratukan oleh seorang pemuda sekaligus ustaz muda, yaitu ustaz Muhammad Rizqy Hasbillah.

Ucapan syukur tidak henti-hentinya terucap dari pasangan muda ini, pasangan yang paham ilmu Agama, keduanya sama-sama pengajar di pondok pesantren Miftahul Jannah, ditambah penghafal Qur'an, hingga nanti bisa murojaah di atap dan di ruang yang sama. Sungguh betapa damainya rumah yang di dalamnya dihiasi oleh kitab suci, sangat tenang sekali, menyejukkan hati karena selalu terlantunkan Kalam Ilahi.

"Dek, murojaah yuk," ajak Ustaz Rizqy, seraya tatapannya tertuju pada ustazah Marwah.

Tatapannya sangat damai, mampu menenangkan hati dan pikiran.

"Euu-- iya ayo, Kak," jawab ustazah Marwah gemetar, karena walaupun sudah sepekan menjalin hubungan yang halal, tetap saja hatinya terus berdebar tak karuan.

"Kenapa masih grogi seperti itu?" Tanya ustaz Rizqy heran, seraya tertawa karena melihat tingkah ustazah Marwah yang masih grogi dibuatnya.

Ustazah Marwah menggeleng seraya berkata, "Ti-- tidak, Kak."

"Haha, masa seorang ustazah yang kegiatannya ngajar, selalu bicara di depan, ketua putri dari santriwati, ketua pengurus juga, bisa-bisanya masih grogi kamu, dek?" Ledek ustaz Rizqy, yang tatapannya terus saja tertuju pada ustazah Marwah, yang pipinya kian memerah.

"Ih, Kak apaan dah suka gituh," rengek ustazah Marwah, seraya menenggelamkan wajahnya di pangkuan ustaz Rizqy.

"Haha, lucu banget kamu, dek," tutur ustaz Rizqy. Tangannya langsung mengusap lembut punggung ustazah.

"Jail banget si Kak, adek jadi maluuu," rengek ustazah kembali yang masih berada dalam posisi yang sama.

"Haha, yaudah maafin ya, ayo kita murojaah juz 16," ajak ustaz Rizqy, seraya tangannya membangunkan tubuh ustazah dari pangkuannya.

Ustazah Marwah tersenyum malu, seraya menganggukkan kepalanya.

Ruangan yang sederhana menjadi saksi, ketika dua insan bersama dan beribadah kepada Tuhannya. Betapa indah keluarga yang terbina oleh didikan Agama, dekat ke Sang Pencipta, hingga menjadi rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Masya Allah Tabarakallah.

Detik ke menit, menit ke jam, hingga mereka larut dalam lantunan kalam-Nya. Kalam Sang Pencipta yang mampu menenangkan hati pendengarnya, apalagi hati yang melantunkannya. Setiap hurufnya mengandung pahala, jika ayat terlantunkan, maka pahala akan dilipat gandakan.

Allahuakbar! Allahuakbar!

"Alhamdulillah, sudah adzan asar saja," tutur Ustaz Rizqy.

"Alhamdulillah, gak kerasa, kayak baru baca, sekarang sudah juz 21 saja," ucap ustazah Marwah.

"Iya, betul dek. Padahal kita dari bada Dzuhur, loh. Namun bersama orang yang dicinta jadi gak kerasa," timpal ustaz Rizqy.

"Yaudah, salat berjamaah yuk, nanti abis salat asar kita ke rumah Umi sama Abi, karena Kakak mau izin kepada mereka, bahwa pekan depan kita akan ziarah ke kota Tarim," tutur Ustaz Rizqy memberi tahu.

"Apa, Kak? Asli? Kita mau berangkat ke sana? Ke kotanya para wali? Ke Tarim Hadramaut Yaman?" Tanya ustazah Marwah berturut-turut menandakan ia tidak menyangka akan berangkat ke kota impian.

Ustaz Rizqy tersenyum, seraya menganggukkan kepala.

Ustazah Marwah terharu atas apa yang telah diucapkan oleh ustaz Rizqy, hatinya sangat senang sekali, air matanya jatuh berkali-kali tanda ia ingin menginjakan kaki di kota seribu wali. Sungguh, ia tidak menyangka kota impian yang sering ia ucapkan dalam doa, kini telah terjawab berkat kesabarannya.

"Terima kasih ya Rabb, terima kasih wahai suamiku, aku sangat senang, dan semoga Allah meridhoi kita, hingga bisa menginjakan kaki bersama di kota yang mulia," tutur ustazah Marwah penuh dengan kelembutan.

"Iya sama-sama wahai istriku, atas kehendak Allah, lewat kesabaran dan keuletan mu, akhirnya kita akan segera ke sana, dan kakak juga sudah berencana sekitar satu sampai dua tahun ke depan, insya Allah kita akan berangkat ke tanah suci bareng keluarga."

"Masya Allah Tabarakallah, Aamiin Kak Alhamdulillah."

Usailah mereka salat asar, tepat ustaz Rizqy posisinya di depan karena sebagai imam, yang mengimami salat istrinya. Gema takbir, serangakaian doa dalam salat, sujud panjang di akhir raka'at, tanda bahwa mereka sudah benar-benar taat. Menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya, karena mereka punya keinginan yang beribu-ribu, hingga akhirnya sujud mereka pun tidak terburu-buru, karena jika tidak ke Sang Pencipta mereka meminta, lalu ke siapa lagi?

Setelah salat asar, mereka langsung pergi ke rumah kyai, tentu saja umi dan abinya Ustaz Rizqy. Niatnya hanya ingin meminta izin dan ridho nya, bahwa mereka hendak ziarah ke kota seribu wali, yang di mana dulu menjadi tempat belajarnya ustaz Rizqy. Namun Allah punya rencana lain yang jauh lebih baik untuk kedepannya, hingga nyaris membuat mereka tercengang karena saking tidak percayanya.

"Silahkan Abi ijinkan, semoga kamu di sana bisa mengambil hikmah dan keberkahannya. Oh iya Rizqy, ada yang perlu Abi bicarakan," tutur Abi yang berhasil membuat suasana menegang.

"Alhamdulillah, Aamiin, Bi. Apa yang hendak Abi bicarakan?" Tanya ustaz Rizqy penasaran, seraya ia mendekat kepada Abinya, yaitu Kyai Rozaq.

"Jadi gini, Rizky, seperti yang kamu lihat sekarang, Abi sama umi seperti apa? Sudah tua, kan? Waktunya kami untuk beristirahat, dan semakin taat. Rencananya setelah kamu nanti ziarah ke sana, kamu jangan pulang ke rumahmu, tapi pulanglah ke rumah ini, gantikan umi sama Abi di sini, jadi pengasuh pondok--

"Lah, terus umi Abi gimana? Akan pergi ke mana?" Tanya ustaz Rizqy panik.

"Dengerin dulu, nak. Abimah belum selesai bicara," tutur lembut Bu Nyai, yang menjadi uminya ustaz Rizqy.

"Ouh iya, nggih Mi maaf," jawab ustaz Rizqy, seraya menunduk merasa bersalah.

"Kami akan tinggal di rumah kakek dan nenekmu di Tarim Hadramaut Yaman, kebetulan mereka perlu ada yang jaga, dan kebetulan juga umimu anak satu-satunya dari mereka, hingga harus bakti dan merawatnya, kesian mereka sudah lanjut usia," lanjut Kyai Rozaq, memberikan alasan.

Ustaz Rizqy hanya menunduk, ia berpikir panjang untuk ke depannya.

"Jangan khawatir, kalau ada masalah, atau apapun itu jenis problemnya, tinggal cerita saja ke Abi, lewat telepon genggam yang ada di rumah," ucap Kyai Rozaq menangkan.

"Tapi--

"Jangan takut, nak! Kamu tidak sendiri ada Allah yang menemani, lewat perantara seorang wanita yang telah dikirimkan Tuhan dalam hidupmu, yang akan terus menemani dan mendampingimu ketika suka maupun duka, umi yakin ia sosok wanita yang shalihah, penenang hatimu ketika gundah dan resah, yang akan terus mendukungmu di jalan-Nya. Ketika kamu berdakwah, mengajarkan kalam-Nya, ingat kamu tidak sendiri! Ada Allah, ada Rasulallah, ada Umi Abi yang terus mendoakanmu tanpa lelah, dan ada istrimu yang selalu bermunajat kepada Tuhan, agar kamu baik-baik saja, sehat jiwa raganya, dan bisa kembali berdakwah di jalan-Nya," tutur Umi bijak.

Ustaz Rizqy, menangis sejadi-jadinya, mendengar nasehat umi yang penuh dengan makna. Begitupun, dengan ustazah Marwah, ia ikut menangis karena saking terharunya.







Ukhty BarbarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang