Semenjak aku hamil, ntah kenapa Mas Angkasa banyak berubahnya, makin baik, perhatian, peduli, dan dewasa. Sekarang tidak manja lagi seperti dulu kala, yang di mana dulu makan saja harus disuapin, eh sekarang malah kebalik. Aku makan harus disuapin, kalau nggak ya gak makan haha ada-ada saja emang.
Sekarang juga ia sedang memijit ku padahal aku tidak memintanya, ah sungguh romantis emang, andai dulu dia juga seperti ini, giliran ada maunya saja, perhatiannya makin nambah. Mau heran, tapi ya ini Mas Angkasa, cowok paling manja yang mendadak berubah jadi dewasa.
"Dek, pengen sebelas, ya," rajuknya, seraya memijit kakiku.
"Apa yang sebelas, mas?" Tanyaku, seraya dahiku mengernyit heran.
"Dedeknya hehe," guraunya, yang membuatku sedikit tercengang mendengarnya.
"Hah?! Yang bener aja? Rugi dong," tuturku, seraya ikut tertawa.
"Kenapa rugi? Toh banyak anak, banyak rizki," timpalnya yang tidak mau kalah.
"Ya, gak gitu juga bi, kayak tim sepakbola aja ah sebelas. Dua aja cukup! Dan itu jauh lebih baik," omelku.
"Hah! Gak gak, gak bisa gituh dek! Toh bikinnya juga mau tiap hari, kan?" Tanyanya yang makin-makin, ya makin ngeselin.
"Tiap hari? Emang bikin adonan dari tepung apa, bi gampang banget kalau ngomong!" Ketusku seraya memajukan bibir.
Muach!
"Cantik."
"Mmmh, Abi!"
"Apa mi? Pengen lagi? Mana sini!" Tegasnya, seraya tangannya memegang ke dua pipiku, hingga pandangan kami saling beradu, dengan jarak yang sangat dekat, hingga hatiku bergetar hebat.
"Abiiiii! Mmmh!" Racauku, seraya berusaha untuk menghindar.
"Mi, diam mi diam!" Pintanya. Tangannya langsung memelukku, lalu membanting ku ke sembarang arah.
"Aw, Abi ish! Emang lupa ya ini ada dedek bayi!" Ketusku, seraya tanganku langsung memegang perut, khawatir takut si kecil kenapa-napa.
"Allahuakbar, lupa lupa, Mi asli lupa. Sakit ndak?" Tanyanya panik, yang langsung mendekat ke arahku. Memegang perutku yang sedikit sakit.
Aku mengangguk, "Sakit bi sedikit."
"Ya Allah, maafin ya dek. Lupa--
"Kebiasaan, mentang-mentang tubuh adek kecil. Dibanting terus kayak barang aja!"
"Ya maafin, dek abis gemes," kekehnya, seraya memelukku, hingga tertidur.
Baju couple, baju tidur berwarna fink sedang kami pakai, cerah warnanya seperti pipiku yang merah merona dibuatnya. Sejak dari jaman SMA, ntah kenapa ia suka terhadap warna fink, kayak wanita saja! Namun, sikapnya tidak seperti wanita, tapi kalau dilihat dari sikap manjanya ya hampir sama, di mana ia selalu ingin dimanja oleh pasangannya, tapi semenjak aku mengandung anaknya, manjanya sedikit berkurang, tidak seperti di awal inginnya diperhatikan dan disayang.
Ia sering tertidur dalam pelukan, jujur karena posisi seperti itulah yang paling nyaman. Dekat dengan yang dicinta, pasti semuanya akan bahagia. Begitupun ketika aku didekatnya, aku sangat bahagia, hingga hatiku terus berdegup dengan kencangnya.
"Dek kenapa hatinya terus berdetak?" Tanyanya yang tak kunjung tidur. Aku heran kenapa dia bisa tahu? Oh pantas saja toh wajahnya nempel terus ke dadaku. Seolah-olah ia tidak ingin lepas, padahal aku hampir saja sesak nafas.
"Karena terus-menerus aku dibuat jatuh, mas," jawabku.
"Jatuh apa?"
"Jatuh cinta, hingga jantung ini terus berdebar dengan kencangnya," gurauku, dan ini bukan sebuah candaan, tapi kenyataan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukhty Barbar
RomanceBarbarku hanya sekedar hiasan, untuk mendapatkanmu ku hanya menunggu takdir Ilahi.