Indahnya Kota Seribu Wali

67 1 0
                                    

PoV Penulis

"Angkasa, Keenandra, keluar yuk bosan rasanya di apartemen terus, kali-kali kita ziarah ke makam para wali," ajak Ustaz Rizqy seraya memperhatikan ke dua temannya yang tengah asik bersama setan gepengnya.

"Ke mana, Rizky? Kota ini tuh panas, beda dengan negara Indonesia yang rindang banyak pepohonan," ujar Keenandra.

"Eh, kata siapa kota ini panas? Sesekali kamu keluar deh Keenan, liat para penduduknya, lisan mereka tak henti-hentinya mengingat Sang Pencipta, dan tangan mereka tak lelah menolong sesama, memberi sedekah ke orang yang tidak mampu, dan selalu tersenyum, bukti mereka ikhlas menerima apa yang sudah menjadi ketetapan-Nya, para wanitanya menjaga kehormatannya, anak-anaknya mereka didik dengan pengetahuan ilmu Agama, itu semua yang membuat kota ini sejuk, damai, tenang, dan tentram," tutur Angkasa bijak, ia sudah mengenal lebih jauh tentang kota seribu wali, tempat di mana ia bertholabul Ilmi.

"Khoir, Tabarakallah, ustaz Angkasa," ucap Ustaz Rizqy, seraya tersenyum bangga punya sahabat yang sama-sama punya sudut pandang yang sama.

"Haha."

"Jadi bagaimana? Mau ikut ziarah Keen?" Tanya ustaz Rizqy yang kedua kalinya.

"Gak! Kalian aja sana!" Tegasnya menolak ajakan ustaz Rizqy.

"Bagaimana?" Tanya Ustaz Rizqy, seraya mengangkat alisnya ke arah Angkasa, yang masih melongo mendengar respon yang diberikan oleh Keenandra.

"Gas! Ayo, ustaz kita pergi tinggalin si Keenandra di sini sendiri," ucap Angkasa, seraya beranjak pergi, menarik tangan Ustaz Rizqy.

Tanah yang berwarna cokelat, hamparan gurun pasir, rumah tanah yang tersusun, jalanan kota Tarim seolah-olah ia menjadi guru bagi yang tidak punya guru. Setiap jengkal tanahnya, mengingatkan hamba ke yang menciptakannya dan setiap pijakan kaki mendekatkan kita ke Sang Ilahi.

Dua pemuda yang tidak kalah tampannya, menelusuri jalan, menaiki kendaraan beroda dua. Mereka menikmati setiap detiknya. Melihat ke kanan dan ke kiri tetap saja lagi-lagi mereka terpesona oleh jalanan yang banyak pelajarannya. Mereka tak henti-hentinya bertasbih, bersalawat, dan berdzikir, karena setiap jalan yang mereka lalui, ada tulisan arab yang isinya menasehati agar selalu dekat ke Sang Pemilik Hati.

"Subhanallah."

"Alhamdulillah."

"Laa ilaaha illallah."

"Allahuakbar."

"Lahaula walaaquwwata Ilaa billah."

Dua pemuda yang tidak kalah sholihnya, terus menerus membasahi lisannya, dengan kalimat tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir. Saking takjubnya melihat pemandangan yang belum mereka lalui sebelumnya, karena jujur baru hari ini mereka keluar dari apartemen untuk menelusuri jalanan kota, dan berziarah ke makam para wali yang ada di sana. Sebelumnya mereka keluar dari apartemen hanya untuk menuntut ilmu saja di Universitas Al Ahgaf Yaman. Namun Allah yang maha membolak-balikkan hati, sehingga hati mereka Allah beri hidayah, hingga pada akhirnya mereka berziarah.

"Kenapa kita baru ke sini, Ustaz? Padahal sudah tiga tahun loh kita ada di kota seribu wali," tanya Angkasa penuh dengan penyesalan.

"Iya, ya. Ah, ntahlah hati ini baru Allah gerakkan, dan Masya Allah nya lagi, hatimu juga Allah gerakkan, hingga bisa sama-sama menikmati indahnya kota seribu wali," ujar Ustaz Rizqy.

"Alhamdulillah ya, ustaz."

"Na'am, Alhamdulillah ala kulli hal."

Dua pemuda yang tidak kalah gagahnya, tidak henti-hentinya membasahi lisan, syukuran ke Sang Pencipta dengan mengucap hamdalah  yang ke sekian kalinya, "Alhamdulillah, thanks Allah."

Kota ini benar-benar terjaga, apalagi perempuannya. Mereka belum melihat perempuan yang sengaja keluar rumah untuk keluyuran, apalagi bermesraan dengan lawan jenis, rasanya itu mustahil. Jalanan sepi, hanya ada laki-laki yang lalu lalang, tidak ada seorang wanita yang berjalan, hanya ada wanita Indonesia yang sedang berziarah ke maqam yang sama bersama para walinya.

"Selama tiga tahun aku tinggal di sini, belum pernah aku kenalan dengan seorang wanita," ujar Angkasa tiba-tiba.

"Kamu mau kenalan sama siapa? Toh, wanita asli penduduk Tarim benar-benar terjaga, berbeda dengan wanita Indonesia, kita yang tidak mau kenal, eh malah merekanya yang ingin terkenal, viral, dengan memajang foto dan video di media sosial. Beda Angkasa!" Tegas Ustaz Rizqy.

"Iya, ya. Andai wanita Indonesia meneladani akhlak wanita Tarim yang nyambung kepada akhlaknya Sayyidah Fatimah Az-Zahra, mungkin mereka akan berlomba-lomba menjaga diri dengan sebaik-baiknya penjagaan, menutup aurat dengan sempurna, tidak memajang foto dan video di sosial media, dan tidak keluar rumah kecuali ada kepentingan saja. Mungkin aku akan mengatakan hal yang sama di negara plus enam dua," tutur Angkasa.

"Betul sekali, jangankan aku tahu rupanya, bahkan aku sama sekali tidak tahu namanya. Benar-benar istimewa, seperti mutiara yang terjaga dalam cangkangnya. Tersimpan rapi, tak terjamah tangan lelaki," tambah Ustaz Rizqy, yang tengah merasa kagum.

"Sungguh mereka mulia, tangannya ajaib, bisa mendidik seorang anak dengan sebaik-baiknya pendidikan, mengenalkan Sang Pencipta dan kekasih-Nya, mengajarkan kalam-Nya, dan mendidik supaya putra-putrinya kelak tumbuh menjadi anak yang sholih-sholihah, paham ilmu agama, dan tentunya menjadi para ulama yang akan menjadi warosatul anbiya, penerus perjuangan para nabi yang mulia," ujar Angkasa bijak.

"Bukan hanya itu Angkasa, wanita Tarim juga sangat dekat ke Sang Pencipta dan kekasih-Nya, lisannya tidak pernah berhenti dari yang namanya dzikir, salawat, dan bermunajat. Kesehariannya sangat dekat dengan Al-Qur'an, tidak ada rumah yang sepi di sini, melainkan rumah-rumahnya ramai, riuh bergemuruh, dengan lantunan ayat suci Al-Qur'an, lantunan salawat dan salam, maka pantas kota ini disebut dengan kota seribu wali, kota para kekasih-Nya, yang menjadi kekasih bagi para pecinta."

"Dan siapa saja yang menginjak tanah suci ini, maka dia akan rindu dan ingin kembali," lanjut Angkasa.

"Betul, kalau saya tidak dikasih amanah sama Abi, mungkin saya akan selamanya tinggal di sini," lanjut Ustaz Rizqy.

"Dan saya akan ikut Ustaz," tambah Angkasa.

"Ah Angka, ngikutin saya mulu!" Tegas Ustaz Rizqy.

"Ya tidak apa-apa, siapa tahu kalau nanti Ustaz masuk surga, saya juga akan ngikutin ustaz biar sama-sama masuk surga."

"Aamiin, semoga kita tidak hanya dipertemukan di dunia saja, melainkan di akhirat kelak kita akan bertemu kembali, tepat di surga-Nya nanti," tutur Ustaz Rizqy penuh dengan harapan.

"Aamiin."

Sahabat yang baik adalah ia yang senantiasa mengingatkan kita kepada kebaikan, dan menegur ketika kita berbuat kesalahan. Ia peduli, hingga selalu mengingatkan dan menasehati, yang selalu ada, sama-sama meraih ridho-Nya. Maka carilah sahabat yang baik, yang di mana ketika kita dekat dengannya, maka surga akan terasa lebih dekat.

"Terima kasih Ustaz Rizqy, sudah menjadi sahabat saya," ucap Angkasa seraya tersenyum.

"Iya, Bismillah Sahabat Till Jannah."

"Aamiin."






Ukhty BarbarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang