Terlihat dari namanya saja 'Waliyullah' para kekasihnya Allah, yang sangat dekat dengan-Nya. Selalu bertaqarub ialallah mendekatkan diri kepada Allah. Orang-orang pilihan, yang hatinya selalu mengingat akan Tuhan, tidak hubbudunya cinta akan dunia, melainkan mereka Zuhud, tidak terlena dengan manisnya dunia yang sifatnya sementara.
Hati mereka bersih, karena seringnya berdzikir dan bertasbih. Hatinya lembut, belas kasih. Ibadah mereka jalankan dengan penuh kekhusyukan, tidak peduli dengan pandangan manusia, mereka hanya ingin mengharap ridho Sang Pencipta. Ruang hatinya penuh dengan cinta, tidak ada benci apalagi penyakit hati yaitu dengki.
Sungguh hatinya mulia, karena di dalamnya terhias dengan rasa cinta kepada Tuhannya. Namun rata-rata para waliyullah tidak menampakkan dirinya, ia asing di kalangan manusia, tapi namanya harum mewangi di akhirat sana. Ia bersembunyi bukan untuk bermaksiat kepada ilahi, justru ia sedang berkhalwat berdua dengan Tuhannya, senantiasa taat dan bermunajat, hingga mereka tenggelam dalam cinta-Nya
Para kekasih Allah, beda. Tidak sama dengan kita. Di mana kita yang masih sombong berjalan di buminya Allah, tapi tidak dengan waliyullah walaupun mereka diberi keistimewaan, tapi tidak ada dihatinya sedikitpun rasa kesombongan. Jadi pantas saja, jika kita jauh dari Tuhan. Diantara keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada para waliyullah itu berbeda-beda sesuai dengan tingkatannya.
Wali qutub merupakan tingkatan paling tinggi di antara kategori waliyullah atau kekasih Allah lainnya. Seseorang yang berpangkat wali qutub mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Allah SWT dan kedudukannya sangat mulia.
Sebagai seorang kekasih Allah, wali qutub memiliki banyak keistimewaan. Dalam kehidupan sehari-hari, wali qutub kerap menjadi poros para wali lainnya. Wali qutub juga menjadi pemimpin para wali yang hanya ada satu setiap masanya.
Menurut Pengasuh Ribath Nouraniyah Hasyimiah, Buya Arrazy Hasyim, salah satu tanda wali qutub adalah orang-orang akan terpana melihatnya. Semua orang yang melihatnya akan fokus pada wali qutub tersebut.
Syekh Abdul Qadir Jaelani RA, disebut sebagai pemimpin dari seluruh wali yang ada. Beliau pernah berkata “Kakiku ada diatas kepala seluruh wali.” Bagi para pengamal tarekat, nama Syekh Abdul Qadir tentu sudah tak asing lagi. Ia adalah seorang waliyullah yang bergelar “Sulthonul Auliya” alias rajanya para wali. Hal itu sebagaimana diungkap dalam kitab Al-Fawaid al-Mukhtarah karya Habib Ali Hasan Baharun.
Nama lengkapnya ialah Sayyid Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Shalih Musa Zangi Dausat al-Jailani. Ia lahir di Desa Nif atau Naif, termasuk wilayah distrik Jailan. Daerah itu disebut juga dengan Jilan, Kailan, Kilan, atau al-Jil. Lokasinya masih dalam kawasan budaya Kurdistan, bertahan sekitar 150 kilometer sebelah timur laut Bagdad, Irak.
Beliau lahir pada hari Senin, 1 Ramadhan 470 H, bertepatan dengan tahun 1077 M. Ia wafat di Bagdad pada Sabtu, 11 Rabiuts-Tsani 561 H/1166 M.
Karomah atau tanda-tanda kewaliannya sudah tampak sejak lahir. Bahkan, pada malam kelahirannya pun ada karomah.
Pertama, sang ayah yang bernama Abu Shalih Musa Janaki bermimpi kedatangan Rasulullah Saw diiringi oleh para sahabatnya dan imam-imam mujtahid.Kala itu, beliau berpesan kepada ayahanda Abdul Qadir, “Wahai Abu Shalih, engkau akan dikaruniai anak laki-laki oleh Allah. Anak itu anak kesayanganku dan kesayangan Allah. Ia akan mendapat pangkat yang tinggi dalam kewalian sebagaimana aku dalam pangkat kenabian".
Kedua, selain Rasulullah Saw, nabi-nabi yang lain juga turut menyampaikan kabar gembira kepada Abu Shalih bahwa dirinya akan mendapat karunia anak laki-laki yang akan menjadi Sulthanul Auliya.
Disebutkan bahwa semua wali dan imam-imam yang dimaksum akan berada di bawah putranya. Siapa pun wali yang tunduk kepadanya akan naik pangkat kewaliannya. Sebaliknya, wali yang tidak tunduk kepadanya akan dilepas oleh Allah dari kewaliannya.
Ketiga, tidak ada yang dilahirkan pada malam kelahiran Syekh Abdul Qadir di negara Jailan, kecuali semuanya laki-laki. Jumlahnya ada 1.100 dan semuanya menjadi wali agar menjadi pengiring kewalian Syekh Abdul Qadir.
Keempat, Syekh Abdul Qadir sejak dilahirkan tidak mau menyusu kepada ibunya pada siang hari di bulan Ramadan. Sementara menyusunya beralih kepada waktu berbuka puasa. Sebagian ulama menjelaskan bahwa sejak bayi, Syekh Abdul Qodir telah menjalankan puasa Ramadan.
Kelima, di pundak Syekh Abdul Qadir ada bekas telapak kaki Rasulullah Saw. Itu tak lain merupakan bekas telapak kaki Rasulullah Saw saat akan naik ke atas buroq pada malam isra-mi’raj. (Lihat: Manaqib Syekh Abdul Qadir Basa Sunda, halaman 12).
Pada malam kelahirannya, juga terpancar cahaya yang sangat terang. Sehingga orang-orang yang menyaksikan tidak mampu menatapnya.
Disebutkan pula, usia ibu Syekh Abdul Qadir saat itu adalah 60 tahun. Itu pun termasuk salah satu perkara luar biasa yang langka terjadi pada kebanyakan perempuan.
Bahkan ada waliyullah dari golongan wanita, yaitu Robiah Al Adawiyah. Rasa cintanya luar biasa ke Sang Pencipta. Hingga ruang hatinya dipenuhi dengan cinta, tidak ada sedikitpun ruang untuk membenci, sekalipun itu kepada setan yang terus menggodanya berkali-kali.
Kecintaan Rabiah Al Adawiyah pada Allah SWT membuatnya memilih untuk melajang seumur hidup. Sufisme Rabiah Al Adawiyah telah mencapai mahabbattullah (cinta pada Allah) dan konsep mahabbah inilah yang membuatnya menjadi pembawa 'agama cinta'. Cinta Rabiah Al Adawiyah bukanlah cinta yang mengharap balasan. Ia justru menempuh perjalanan mencapai ketulusan. Dalam salah satu syairnya ia berujar,
Jika aku menyembah-Mu karena takut pada api neraka maka masukkan aku di dalamnya! Dan jika aku menyembah-Mu karena tamak kepada surga-Mu, maka haramkan lah. aku daripadanya! Tetapi jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu, maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku kesempatan untuk melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.
Konsep tasawuf Rabiah Al Adawiyah ini menceritakan cinta seorang hamba kepada Tuhannya, sebagaimana disebutkan dalam buku Pesan-pesan Cinta Rabiah Al Adawiyah karya Ahmad Abi. Rabiah Al Adawiyah mengajarkan bahwa segala amal ibadah yang dikerjakannya bukan karena berharap surga atau takut dengan api neraka, melainkan karena rasa cinta.
Lisannya tidak lepas daripada berdzikir, bersalawat, kepada Baginda Nabi Muhammad. Sehari semalam sufi dari golongan wanita ini melantunkan shalawat 25.000 kali setiap harinya. Sungguh benar-benar wanita shalihah, sehari-harinya ia gunakan untuk ibadah, mengingat Tuhannya, hingga ia punya gelar yaitu wali yang punya ikhlas paling tinggi.
Cinta bukan sembarang cinta, ia menjelma bak orang gila yang merindukan kekasih-Nya, yaitu Sang Pencipta. Bersyair, bersenandung, mengingat-Nya, hingga ia tak sempat menikah, ia memilih untuk berdua saja dengan penciptanya. Sungguh para wali Allah, kekasihnya Sang Pencipta, semoga kita bisa berkumpul bersama mereka di surga-Nya.
Jika kita tidak ditakdirkan sebagai waliyullah, minimal kita cinta kepada kekasihnya Allah, jangan sampai cinta tidak ada, malah kita memusuhinya. Jangan sampai.
![](https://img.wattpad.com/cover/353174122-288-k517712.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukhty Barbar
RomanceBarbarku hanya sekedar hiasan, untuk mendapatkanmu ku hanya menunggu takdir Ilahi.