Selamat datang di negara Indonesia, negara yang subur dan makmur, yang terbentang panjang memamerkan pesona alam, pulau-pulau yang berjajar, pegunungan yang menjulang, perbukitan yang terjal, dan perairan yang dangkal, berpadu menjadi satu kesatuan.
Pesona yang indah itu bisa aku rasakan kembali di negeri ini, Alhamdulillah kami mendarat dengan selamat di Bandara, terik mentari di pagi hari, terasa nikmat di tambah teh hangat pemberian ustaz Rizqy. Aku heran kenapa ia sangat perhatian sekali, apa mungkin itu hanya sebatas kasihan? Ah aku tidak mengerti. Mas Angkasa sibuk dengan layar ponselnya, ntah sedang apa ia.
"Mas!"
"Iya kenapa, dek?" Tanyanya datar.
"Mas mau apa? Kopi, atau teh hangat saja?" Tanyaku, seraya menatapnya yang tengah fokus menatap benda pipih itu.
"Mas maunya kamu, dek," gombalnya seraya menyimpan handphone ke sakunya.
"Ish, bisa aja! Yang benar ah mas mau kopi atau--
"Mau kamu aja, udah!" Kekehnya, seraya menghampiriku, lalu memeluk tubuhku dengan erat.
"Ada apa si mas? Bahagia ya abis liat handphone?" Tanyaku penuh curiga.
"Apasi, dek! Iya bahagia abis liat foto kamu tadi di bandara, cantik banget, paling bercahaya," pujinya.
"Ah mas!"
Mas Angkasa paling bisa membuatku bahagia, dia paling jago dalam membujuk istrinya, hingga pipiku selalu merah merona dibuatnya. Saat ini juga ia tak henti-hentinya merayu dan menggoda. Ah betapa romantisnya ia, benar-benar idaman, di tambah rupanya yang tampan rupawan.
"Dek, cantik banget hari ini," gombal nya berkali-kali.
"Cuma hari ini? Berarti hari-hari sebelumnya aku gak cantik, Mas?" Tanyaku yang pura-pura biasa saja, padahal hatiku sudah melayang ntah ke mana.
"Maksud aku tuh, adek cantik tiap hari, cuma hari ini kelihatan lebih cantik aja," paparnya menjelaskan.
Drrrt drrrt drrrt!
Panggilan masuk ke handphone mas Angkasa. Mungkin teman pas jaman SMA nya.
"Angkat, mas teleponnya!" Pintaku, seraya menepuk pundaknya.
"Nggak ah dek--
"Kenapa emang, Mas?"
"Pasti temanku pas jaman SMA, gak penting!" Ketusnya.
"Lah, belum juga diangkat, mas. Siap tahu penting, coba angkat dulu," bujuk ku.
"Iya-iya."
Ia mengangkat teleponnya, dengan posisi agak menjauh. Ah biarkan saja, mungkin itu percakapan antara sesama jenis kelaminnya, aku tidak perlu tahu, toh aku percaya bahwa Mas Angkasa setia. Buktinya ia tidak pernah bermain dengan wanita kecuali aku sebagai istrinya.
Ku lihat dari kejauhan senyum manis merekah dari bibirnya, terkadang ia juga tertawa sampai timbul lesung pipinya, ah betapa tampannya ia. Setiap hari mas Angkasa selalu bilang aku cantik, padahal aku memujinya setiap saat, bahwa ia sangat tampan dan memikat. Hanya saja dia tidak mengetahui, karena aku gengsi mengutarakan isi hati.
Aku tersenyum melihat ia bahagia ketika bercengkrama dengan temannya pas jaman SMA, kayaknya temannya lebih seru dibandingkan denganku. Buktinya baru pertama kali ia seperti itu.
"Dek!" Panggilnya membuyarkan pikiranku.
"Euu-- iya mas? Sudah neleponnya?" Tanyaku.
"Kenapa senyum-senyum?" Tanyanya.
"Euu-- nggak, bahagia saja ketika kamu bahagia, Mas. Pasti temannya lebih seru dariku ya? Sampai membuatmu tertawa tiada hentinya," tuturku.
"Iya seru, mana cantik lagi--
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukhty Barbar
RomanceBarbarku hanya sekedar hiasan, untuk mendapatkanmu ku hanya menunggu takdir Ilahi.