Dramatis

56 1 0
                                    

Syahdu rasanya, malam yang begitu tenang dengan rembulan yang bersinar, nampak terang. Bintang yang terus berkedip di angkasa, membuatku rindu pada sosok Bintang dan Angkasa. Kenapa dua sosok itu tercipta dengan sangat miripnya, sudah lama aku tidak bertemu mereka berdua, apalagi Angkasa, ntah dia masih hidup atau tidak.

"Ustazah Marwah, salat yuk ke masjid," ajak ku membangunkan ustazah yang tengah berbaring di kasurnya.

"Hmm," sahutnya datar.

"Ustazah bener nih gak mau ikut?" Tanyaku.

"Hmm."

Aku heran dengan deheman itu, apa artinya, iya atau tidak. Mana ustazah Marwah tetap memeluk bantal guling nya, seolah-olah dia tidak mau bangun dari tidurnya. Tidak berselang lama, aku langsung pergi sendiri ke masjid yang dekat rumah Kyai.

Dulu, aku tidak berani kalau ke mana-mana sendiri, tapi sekarang tidak, aku malah menyukai tempat yang sunyi dan sepi. Jalan ku telusuri, lorong-lorong asrama, lapangan, taman, teras-teras tongkrongan, aku lewati dengan penuh keberanian. Ntah kenapa tiba-tiba malam ini jauh berbeda dari malam sebelumnya, malam ini aku dibuat rindu oleh-Nya, rindu bermunajat kepada-Nya, di sepertiga malam, hingga aku tenggelam dalam cintanya Tuhan.

"Allahuakbar."

"Sami Allahuliman Hamidah."

"Allahuakbar."

Sungguh nyaman sujud ini, hingga saking nyamannya aku ketiduran dan tidak sadar diri. Tertidur dalam salat, hingga batal wudhu karena terlelap. Sungguh sebenarnya aku tidak ada niat untuk tidur ketika sujud, tapi ntah kenapa aku sangat ngantuk dan akhirnya tersungkur hingga mendengkur.

"Keen, Keenan, Keenandyra!"

Panggil Ustazah Marwah yang menyusul satu jam kemudian.

Aku bermimpi ustazah Marwah memanggilku untuk salat bareng bersamanya, tapi aku heran kenapa jadi aku yang diajak salat. Bukannya kebalik, ya?

"Keen," manggilnya lagi.

"Kamu kenapa?"

"Kamu mati?"

"Eh Keen, asli kamu kenapa?" Tanya Ustazah Marwah yang cemas memperhatikanku.

"Hah? Astaghfirullah aku kenapa? Aku tidur tah pas sujud? Eh bentar ini masih sujud, kalau aku bangun, pasti malu banget, ah pura-pura pingsan aja," batinku, dan tubuhku diam tak bergeming.

"Keenandyra," panggil Ustazah kembali, seraya tubuhku didorongnya pelan, hingga posisi sujudku terguling ke permukaan.

"Keen tahan tawa please, jangan ketawa! Kamu malu banget kalau misalnya orang lain tahu bahwa kamu ketiduran pas sujud," lirihku dalam hati.

"Allahuakbar, ustaz, ustaz,"teriak ustazah Marwah, seraya membuka hijab Masjid  yang membentang membatasi antara putra dan putri.

"Euu-- iya kenapa ustazah?" Tanya ustaz Rizqy kaget, sampai-sampai ia menyudahi rakaat salatnya.

"Sini dulu, ustaz. Ini si Keenan kenapa?" Tanya ustazah kebingungan.

"Hah?"

"Duh, gawat manggil ustaz Rizqy segala, tahan tahan Keen, tahan," lirihku deg-degan.

"Mana?" Tanya Ustaz Rizqy cemas, seraya menghampiri posisiku, yang tengah meringkuk tidak memakai cadar.

"Aduh, rasanya aku pengen menghilang," batinku tak karuan.

"Ustazah coba cek panas gak badannya," pinta Ustaz Rizqy.

Lalu ustazah menempelkan punggung tangannya ke dahiku yang tidak panas, seraya berkata, "Nggak, ustaz."

Ukhty BarbarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang