PoV Keenan
Sungguh sangat mengherankan, kenapa ustaz Rizqy tiba-tiba berubah, dia sekarang dingin, tidak banyak bicara, malah sampai malam ini aku belum melihat batang hidungnya, ntah ke mana dia, biasanya dia suka berdiam diri di masjid, tapi sekarang tidak ada, tak terlihat, tak nampak wajah teduhnya.
"Apa aku harus main ke rumahnya saja ya," pikirku.
"Boleh, tuh dicoba," batinku.
"Eh, nggak deh," bisik hatiku.
Seolah-olah nafsu dan iman dia bertengkar. Namun apalah daya, imanku setipis tisu, lagi-lagi aku kalah, melawan hawa nafsu.
"Yaudah deh, sekali aja aku main ke rumahnya," lirihku, seraya menuju rumah ustaz Rizqy.
Setelah sampai di depan rumahnya, "Assalamualaikum," ucapku lantang.
"Waalaikumussalam, apa Keen," sahutnya, dibalik pintu tanpa mempersilahkan aku masuk.
Aku bahagia, karena ustaz Rizqy sudah mengenali suaraku.
"Mau apa Keen," tanyanya lagi, mungkin dia heran karena aku sempat terdiam.
"Euu-- mau main, ustaz hehe," ucapku dengan lugunya.
"Astaghfirullah," lagi-lagi ustaz itu istighfar, ntah yang ke berapa kali dia beristighfar terus.
"Kamu ini siapa Keen? Perempuan atau laki-laki? Dari 1500 santriwati emang tidak ada satu pun yang mau main sama kamu?" Tanyanya.
"Euu-- yaudah wassalamu'alaikum," ucapku, seraya berlari meninggalkan rumah ustaz Rizqy, menuju lantai 2 tepat di balkon masjid.
Di sana aku termenung, memikirkan kata-kata yang terucap dari ustaz muda itu. Namun benar ucapannya, santriwati itu banyak, tapi kenapa malah aku ingin bermain dengan ustaz, kan dia guruku bukan temanku.
Mulai sekarang aku harus menjaga batasan, mungkin ustaz Rizqy kesal dengan sikapku, dia muak dengan tingkahku, hingga ketemu saja dia tidak mau, apalagi berbincang-bincang empat mata, rasanya mustahil, ditambah dia anak dari seorang kyai besar, apalah dayaku, aku hanya sebatas santri yang dicap Ukhty Barbar.
"Keenan sedang apa di atas," teriak Manda di bawah, seraya matanya menatap ke arahku.
"Bunuh diri," teriakku becanda.
"Jangan! Aku bilangin, nih," ucapnya serius.
"Bilangin aja, gak takut."
Manda langsung berlari menuju rumah ustaz Rizqy. Gawat ini, jangan sampai aku buat ulah lagi, nanti yang ada ustaz Rizqy makin benci.
"Ah si Manda pake ngadu segala," umpatku dalam hati.
Tak berselang lama, akhirnya Manda datang kembali seraya disusul oleh ustaz Rizqy.
"Aduhhh, Allahu," rengekku gemetar.
"Keenandyra turun!" Tegas ustaz Rizqy, seraya menunjuk ke arahku, matanya melotot, wajahnya memerah, ekspresinya penuh dengan kekhawatiran.
"Euu--
"Kata saya turun, turun!"
"Iya iya, lagian siapa yang mau bunuh diri, orang lagi liat pemandangan tuh ada matahari mau tenggelam," teriakku santai.
"Astaghfirullah," ucap ustaz Rizqy, seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu masuk ke dalam masjid, untuk siap-siap salat magrib.
Satu, dua, tiga, empat, lima, ah ntahlah tidak terhitung istighfarnya ustaz Rizqy. Siapa yang buat ulah, siapa yang istighfarnya, aneh emang. Eh iya, "Astaghfirullah," aku beristighfar yang pertama kalinya dalam hidup, seraya mengelus dada.
***
Sepekan kemudian, para santri disuruh bersih-bersih dan siap-siap, karena bakal kedatangan sosok yang dinanti-nanti oleh para santri dan putra Kyai, ya pendiri pondok pesantren Miftahul Jannah. Namanya Kyai Haji Muhammad Rozaq Hasbullah, LC. Beliau lulusan Cairo Mesir, namanya hampir sama dengan putra kesayangannya, cuma beda beberapa kata saja.
Bukan hanya Kyai Rozaq yang datang, melainkan santri putra yang berjumlah 1800 juga akan ikut menyambut kedatangan syaikhona, bayangkan saja betapa pondok ini menjadi lautannya para santri. Riuh dengan cadar hitam dan peci putihnya, tersekat hijab pesantren.
"Ustazah Marwah, emang Kyai Rozaq itu siapa? Kenapa dia disambut dengan sangat mewahnya? Apakah dia artis? Kalau dia artis nanti aku pengen foto bareng, ustazah nanti fotoin Keenan ya pakai hp ustazah," tuturku merajuk.
"Haha, eh Manda ustazah mau nanya sama kamu, siapa Kyai Rozaq itu?" Tanya ustazah pura-pura tidak tahu.
"Pendiri pondok pesantren Miftahul Jannah, Keen. Dia sosok yang alim, yang paling disegani oleh para santri. Lulusan Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, Keen," tutur Manda mengenalkan.
"Ouh, berarti dia terkenal, dong ya?" Tanyaku yang sedikit belum paham.
"Euu-- iya terkenal oleh ilmunya, bijaksananya, wibawanya, sehingga ia sangat dihormati, makanya Keen jangan bikin onar lagi, nantimah dihukumnya langsung sama kyai, bukan sama ustaz Rizqy lagi," ucap ustazah menakut-nakuti.
"Emang jahat ya?" Tanyaku polos.
Ustazah Marwah nampak pusing, dia langsung menepuk-nepuk dahinya.
"Bukan jahat Keen, lebih ke tegas saja, karena beliau menegakkan mana yang hak dan mana yang batil," tambah ustazah menjelaskan.
"Hah? Hak? Batil? Apa?" Tanyaku berkali-kali karena masih tidak mengerti.
"Ah udah ah, ustazah jangan bicara sama si Keenan pusing," ketus Manda, seraya menggandeng tangan ustazah.
"Haha, gak boleh gitu Manda. Jadi gini Keen antara hak dan batil itu maksudnya, beliau bisa menegakkan mana yang benar dan mana yang salah, gituh. Kalau misalnya kamu salah, pasti akan kena hukuman, tapi kalau kamu nurut dan tidak pernah melakukan kesalahan, beliau juga tidak akan semena-mena menghukum mu, kok," papar ustazah dengan penuh kesabaran.
Aku mengangguk-anggukan kepala.
"Thola'al Badru Alaina."
Salawat dilantunkan, seraya diiringi tim hadroh yang sudah berjajar rapi berhadap-hadapan, Kyai Rozaq akhirnya datang, berjalan dengan penuh kewibawaan.
"Nah, itu Kyai Rozaq, Keen. Abinya ustaz Rizqy," ucap ustazah.
Aku mengangguk.
"Itu yang memakai cadar di sebelahnya siapa, ustazah?" Tanyaku penasaran.
"Nah, itu uminya. Bu nyai Zakiyah. Tertutup kan? Karena uminya asli dari kota Tarim Hadramaut Yaman, di sana para wanitanya terjaga, bahkan ustazah pun tidak tahu wajah Bu Nyai seperti apa, yang jelas cantik, nurun ke putranya," ujar ustazah.
Aku mengangguk.
Acara telah usai. Ribuan santri kembali ke asramanya masing-masing. Begitupun denganku, ustazah Marwah, dan Manda. Ustazah Marwah Nihlatul Maulah, ya itu nama panjangnya, ia adalah Roisah (ketua santri putri) sekaligus pengajar di asrama kami. Orangnya cantik, dan paling baik. Namun dia juga tegas, tak jarang aku kena cibiran pedas darinya, aku sadar karena inilah sebuah pendidikan harus pedih, perih, lelah, gundah, hingga akhirnya berbuah indah.
Triling!
Sebuah pesan masuk ke nomer telepon ustazah Marwah.
"Hah? Keenan? Disuruh ke rumah sama Kyai Rozaq," ucap ustazah datar, seraya mengeja bacaan yang tertera di layar handphonenya.
Uhuk, uhuk!
Aku tersedak permen kiss.
"Apa? Ustazah gak salah? Ah gak mau ah takut, ustazah," rengekku, seraya menggeleng-gelengkan kepala.
"Gak papa, gak bakal di apa-apain, kok," ucap ustazah menenangkan.
"Hayoh, loh mau dikasih hukuman," ujar Manda, menakut-nakuti.
"Nggak mau ustazah, takut hiks, hiks," ucapku, seraya menangis sejadi-jadinya.
Tanpa sepengetahuanku ternyata us
tazah memvideokan, ah betapa malunya aku vidio itu dikirim ke kyai, sebagai bukti bahwa aku gak mau ke sana karena takut.
![](https://img.wattpad.com/cover/353174122-288-k517712.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukhty Barbar
RomanceBarbarku hanya sekedar hiasan, untuk mendapatkanmu ku hanya menunggu takdir Ilahi.