Aib Ukhty Barbar, terbongkar!

47 1 0
                                    

Pagi yang sangat cerah, mentari terbit di ufuk timur, seolah-olah menyambut hari yang indah. Bangunan kota Tarim yang berwarna cokelat, selalu berhasil membuatku terpikat. Aku, mas Angkasa, ustazah Marwah dan ustaz Rizqy sedang berkumpul di ruang tamu, tempat kami bertemu. Ruangan yang sederhana, tempat kami berbagi cerita.

Aku dan ustazah Marwah tengah asik bernostalgia, menceritakan awal pertama kami bertemu di pondok pesantren Miftahul Jannah, hingga ke mana-mana selalu bersama, baik suka maupun duka.

"Keen, ingat gak dulu ustazah sering banget marahin kamu? Haha maaf ya," tuturnya seraya tertawa.

"Ingat ustazah, tapi yang paling sering Ustaz Rizqy, tuh selalu menghukumku berkali-kali!" Ketusku kesal, seraya menatap sinis Ustaz Rizqy yang tengah menyimak percakapan kami dari tadi.

"Lah? Suruh siapa nakal! Tuh istri kamu Angkasa, masa iya aku lagi ceramah di depan umum, tiba-tiba dia naik ke atas panggung, mana pakaiannya tidak menutup aurat, dan tak pantas untuk dilihat, siapa yang gak malu coba? Mau di taro di mana mukaku sebagai putra dari pimpinan pondok pesantren?!" Omelnya tidak terima, seraya menunjuk-nunjuk pada Mas Angkasa.

"Haha."

Semua orang menertawakanku.

"Ya, kan. Katanya suruh pakai androk--

"Bukan androk mini juga kali, Keen!" Tambahnya memotong pembicaraanku.

"Haha, kelakuan siapa si itu, ustaz?" Tanya Mas Angkasa pura-pura tidak tahu.

"Istrimu, Angka!" Tegas Ustaz Rizqy.

"Haha."

Semua orang tertawa kembali.

"Gini deh gini, sebutkan tingkah random Keenandyra selama nyantri di pondok pesantren Miftahul Jannah," lanjut Ustazah Marwah.

"Gas!" Jawab Mas Angkasa, yang sama sekali tidak membelaku.

"Satu, Ukhty Barbar pernah kabur dari pondoknya lewat pintu belakang," ucap ustaz Rizqy untuk memulai.

"Dua, Ukhty Barbar pernah sujud panjang selama berjam-jam pas salat tahajud, kukira dia mati, ternyata Ketiduran nyenyak sekali, haha," lanjut Ustazah Marwah, seraya tertawa.

"Haha, dan tepat pada waktu itu juga Angkasa ketiduran pas jadi imam salat subuh, aku menggantikannya, lalu ada yang bertanya dia kenapa, aku jawab saja dia pingsan, karena gak bangun-bangun saking malunya, haha sebelas dua belas emang jodoh adalah cerminan dari diri," ledek Ustaz Rizqy seraya tertawa kencang.

"Haha."

"Lanjut, tiga Ukhty Barbar pernah manjat gerbang, karena tidak diperbolehkan keluar oleh satpam, haha, sumpah sama satpam nya di video kan, lalu dikirim lah ke grup WhatsApp keluarga besar Miftahul Jannah," tambah Ustaz Rizqy.

"Empat, Ukhty Barbar juga pernah balapan motor secara liar, hingga menabrak seseorang, dan sekarang dia hafiz Qur'an yang bernama Bintang," lanjut Ustazah Marwah, yang berhasil membuatku seorang tertawa mendengarnya.

"Lima, sebelum Ukhty Barbar masuk ke pondok pesantren Miftahul Jannah, ia juga sempat balapan motor bersamaku, hingga ia jatuh ke jurang, hampir tidak sadarkan diri selama sebulan," tambah Mas Angkasa yang ikut-ikutan, benar-benar aku di sana terpojokkan.

"Enam--

"Sudah! Mau sampai berapa emang?! Seratus?!" Sentak Ku, seraya langsung masuk ke kamar, dan meninggalkan mereka yang tengah asik berbincang.

"Eh, Keen gak gituh maksudnya," teriak ustazah Marwah, seraya langsung berlari mengejar ku. Namun langkahku tak terkejar.

Jeblak!

Aku langsung menutup pintu kamar. Menangis sejadi-jadinya, sakit rasanya. Ia memang itu kesalahanku, tapi itukan dulu, sebelum aku hijrah, sebelum aku tahu ajaran Islam yang sesungguhnya. Namun kenapa mereka membahas itu semua, yang di mana aku sedang berusaha menutup-nutupinya, supaya Mas Angkasa tidak tahu akan hal itu.

Hiks! Hiks!

"Keen, buka dulu pintunya, kami hendak berbicara sesuatu," ucap ustazah dibalik pintu.

"Nggak! Mending kalian lanjutkan lagi ceritanya, sana!" Pintaku, yang terdiam di pojokan kamar.

"Dek, dek, ini mas mau bicara, buka dulu ayo," pinta Mas Angkasa, seraya terus mengetuk pintu.

"Apa mas?! Mau ikutan menjelek-jelekkan aku?!" Tanyaku yang sedikit geram, karena emosiku tak kunjung redam.

"Nggak, dek. Buka dulu ayo sebentar, mas mau bicara, nanti janji deh dikunci lagi," bujuknya.

Mau semarah apapun aku? Dia tetap suamiku, tak patut aku seperti itu, mendiamkan, mencampakkan, dan aku takut dilaknat oleh malaikat karena tidak taat.

Kriek!

Kubuka pintu kamar.

"Apa?!"

Ia masuk, kemudian mendorong tubuhku pelan, hingga tubuhku menyentuh pada dinding. Posisi kami sangat dekat, hingga tak ada jarak, embusan nafas dapat ku rasakan, begitupun dengan getaran rasa yang selalu mengguncang jiwa, dan raga.

Matanya terus tertuju padaku, tangannya mengusap pelan air mata yang terlanjur jatuh ke pipi hingga basah, seraya berkata, "Sudah jangan menangis, cantik."

"Gimana gak nangis, mas! Toh kamu jadi tahu semua aibku? Aku tuh lagi berusaha menutupinya, tapi kenapa mereka malah membongkar itu semua, hiks hiks," omelku padanya, tangisku pecah, menangis dengan sangat kencangnya.

"Syut! Udah jangan menangis, toh itu semua tidak mempengaruhi rasa. Sekalinya aku cinta, yaudah cinta saja, bagaimana pun itu sikapmu, dek, mau disebut barbar, juga tetap rasaku terus berdebar. Coba tanyakan kepada ustaz Rizqy, aku mencintaimu semenjak awal bertemu, bahkan setelah aku kuliah di kota ini, aku selalu menyebut namamu, aku sudah mencintaimu apa adanya, dengan versi yang kamu punya, dan sekarang? Kamu telah menjelma menjadi sosok yang aku cinta dengan versimu, sekaligus versi yang aku mau," tuturnya menenangkan hatiku.

Hiks! Hiks!

Aku menangis, seraya tenggelam dalam pelukannya.

"Syut, sudah jangan menangis lagi ya. Toh ustaz dan ustazah hanya sedang bergurau saja, dikira kamu mau ketawa, dek. Eh, malah ngambek beneran, dong, utututu bocilnya aku," bujuknya seraya mengusap-usap punggungku.

Tangisku mulai reda. Iya juga, ya? Seharusnya aku tertawa, toh itu hanya sebatas becanda, mana mungkin ustazah setega itu sama adiknya.

"Yasudah, sekarang kita keluar, yuk. Minta maaf sama ustaz ustazah," ajaknya, seraya menuntun tubuh keluar kamar.

Setelah kami keluar.

"Uh, sayang bidadarinya udah nangis. Ngambek sama ustazah ya? Allahu, ustazah minta maaf sebesar-besarnya, Keen. Sumpah gak ada maksud buat menyakiti hatimu, ya kan Kang?" Tanya Ustazah Marwah, seraya langsung menatap suaminya.

"Betul sekali, udah jangan nangis, mau punya si kecil, masih aja cengeng!" Ketus Ustaz Rizqy blak-blakan.

"Kanggg!" Tegur ustazah.

Hiks! Hiks!

Aku menangis lagi.

"Aduh, dasar wanita baperan ya, yaudah iya deh maaf maaf, astaghfirullah Rizky," ucap Ustaz Rizqy.

"Mas, ustaz Rizqy nya!" Adu ku pada Mas Angkasa, seraya memegang tangannya.

"Iya, nanti ustaznya disunat dua kali," gurau Mas Angkasa, yang berhasil membuat semua orang tertawa.

"Haha."

Sungguh indah cinta setelah halal, tidak ada batasan, bebas mengutarakan perasaan, bisa tatap-tatapan, berpegang tangan, bahkan bisa menjamah tubuh yang tak bisa dilakukan ketika pacaran. Kami berempat juga sama, sedang dilanda asmara setiap detiknya.

Terima kasih wahai pemilik cinta, karena rasa telah hadir di garis takdir yang semestinya. Aku bersyukur memilikinya, dan ia bersabar memilikiku.

















Ukhty BarbarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang