Jeon berjalan perlahan masuk kedalam kamar gadis kecilnya tersebut.
Dapat ia lihat tubuh kecilnya yang duduk di pinggir ranjang dengan wajah tertunduk menangis pilu.
Terasa sesak bagi Jeon melihat kondisi Bianca yang seperti ini, tapi Jeon tak bisa memaksakan kehendak Tuhan, bagaimanapun beberapa minggu lagi Rose dan Enzo akan melangsungkan acara pertunangan.
Dengan pelan Jeon duduk berjongkok didepan sang putri yang masih terisak tersebut."Kadang Tuhan perlu menyingkirkan satu kebahagiaan dari diri kita dan menggantinya dengan kebahagiaan yang lain.
Tolong kamu jangan benci Mama, justru Papa yang bersalah disini karena bikin Mama jadi pergi dari hidup Papa." gumam Jeon pelan."Maksud Papa.?!"
"Iya, Papa yang nyakitin Mama sampe' akhirnya Mama milih buat ninggalin Papa.
Papa nggak bisa cerita apa itu kesalahan Papa, karena Papa nggak mau kamu nyalahin orang lain lagi selain Papa.
Papa bener-bener minta maaf, Bian..""Apa salah aku sih Pa, sampe' Papa sama Mama ngelakuin hal kayak gini?
Aku nggak bisa liat Papa sama Mama akhirnya nikah sama orang lain.
Lebih baik aku pergi dan nggak liat itu semua." rengek Bianca."Papa janji, Papa nggak akan menikah kalo emang Bian maunya begitu.
Yang penting kamu jangan sekalipun mikir buat pergi ninggalin Papa, Nak..
Cuma kamu sekarang yang Papa punya." jawab Jeon menghapus air mata sang anak dengan jarinya."Aku cuma pengen Mama kembali lagi buat Papa.
Cuma itu, nggak ada yang lain lagi." lirih Bianca.Akhirnya kini Jeon mendekap erat putri kecilnya itu dalam pelukannya.
Dan Bianca pun membalas pelukan hangat sang Ayah.
Bolehkah ia tetap berharap pada Tuhan tentang keajaiban?
Dan akankah Tuhan mau merubah takdir yang sudah ditetapkan?Jeon berjalan turun dari kamar Bianca dan kembali menemui Rose dan Enzo yang saat ini masih menunggu diruang tamu.
Dapat ia lihat air mata kering menghiasi kedua mata Rose yang sembab.
Dengan tenang Jeon kini berbicara pada mantan istrinya dan Enzo."Maafin sikap Bianca tadi Zo.."
"Ya, gue paham perasaan dia saat ini.
Dan sampein permintaan maaf gue juga ke dia." jawab Enzo.Jeon hanya mengangguk sekilas dan mulai beralih pada Rose dengan tatapan datar.
"Rosie, untuk sementara mungkin kamu jangan ketemu Bianca dulu.
Setidaknya sampe acara pertunangan kalian selesai, ini permintaan dari anak kamu sendiri." ujar Jeon datar.Rose tak percaya jika putrinya bisa berfikir demikian, apakah sudah terlalu dalam Rose menyakiti hati Bianca hingga tak sudi lagi untuk bertemu dengannya?
Apakah Rose memang harus membatalkan acara pertunangan yang tinggal dua minggu itu.?!"Untuk kali ini aku minta kamu ngerti.
Bukan maksud aku buat ngambil alih hak asuh Bianca, ini cuma sementara sampai suasana hatinya bener-bener tenang.
Tapi aku akan tetep terus bujuk dia supaya dia mau secepatnya nemuin kamu lagi nanti."Perlahan Rose pun mengangguk mencoba mengerti keadaan.
"Sampaiin maafku ke dia Je." lirih Rose.
Jeon hanya mengangguk pelan.
"Kalo gitu aku pamit pulang dulu.."
"Ya, hati-hati dan jaga kesehatan kamu."
Rose hanya mengangguk sekilas dan mulai berbalik pelan berjalan keluar dari mansion milik Jeon.
Dan Enzo pun bangkit dari duduknya dan pamit untuk pulang.*****
Selama 2 minggu terakhir, Rose dan Enzo benar-benar mempersiapkan semuanya.
Termasuk orangtua Rose yang kini datang kembali ke Jakarta untuk mendampingi sang putri sulung dihari pertunangannya dengan Enzo.
Ada sedikit rasa nyeri di hati Bu Ajeng kala menyaksikan Rose kini bersanding dengan pria lain selain Jeon.
Padahal semua wanita tentu berharap pernikahan hanya terjadi sekali saja dalam hidupnya, namun takdir berkata lain.
Mitha pun yang menemani sang kakak untuk fitting gaun pertunangan, sampai berkali-kali menanyakan keputusan sang kakak melakukan hal ini.
Dan berkali-kali pula Rose meyakinkan bahwa ia yakin, walau raut wajah dan matanya tak bisa menyembunyikan kesenduan disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa Rock N Roll
RomanceDia Papaku.. Papa Rock N Roll Sebuah rahasia dalam sebuah cinta