Tak Bisa Memiliki

182 31 19
                                    

Reymond, Vian dan Jimmy berlarian setelah turun dari mobil mereka menuju pintu masuk sebuah klinik, kala mendapat kabar bahwa Jeon sedang dirawat ditempat itu sejak semalam.
Begitu mendapat informasi dari resepsionis, kini mereka pun bergegas ke ruang rawat inap Jeon.
Begitu masuk, seketika pemandagan yang mereka lihat adalah Jeon yang terbaring lemah dengan mata terpejam dan sebuah perban melilit telapak tangannya.

"Je.. Loe kenapa bisa jadi kayak gini Je..?!" tanya Reymond khawatir.

Jeon yang mendengar suara teman-temannya berada didekatnya kini perlahan membuka mata.
Tampak raut cemas diwajah ketiga pria tersebut, seolah Jeon adalah korban sakit parah.

"Gue nggak apa-apa, ini hasil ketemuan gue sama Jeffry semalem, karena dia berniat mau nyelakain anak gue kemarin siang." jawab Jeon.

"Gila..!!
Terus tu orang nikam loe kayak gini.!?" tanya Vian.

"Justru gue yang nyuruh dia buat nikam gue.
Gue tau dia ngelakuin ini semua karena masih ada dendam yang belum terbalaskan dari dulu."

"Terus dia kabur sekarang setelah ngebuat loe kayak gini.?" tanya Jimmy.

"Dia nggak mungkin bisa kabur setelah gue pelintir pangkal tangannya, karena dia mulai ngomong kurangajar tentang Rosie."

Sejenak mereka saling pandang lalu perlahan menggeleng.
Mereka tentu tau bagaimana sifat Jeon jika ia benar-benar sudah sangat marah.
Namun monster dalam diri Jeon hanya bisa di jinakan oleh wanita bernama Rosellyn Patricia, yang tak lain adalah wanita yang sangat dicintainya meskipun akhirnya tanpa sengaja Jeon telah melepasnya.

"Setidaknya setelah ini Jeffry nggak akan ganggu acara Rosie ketemu calon mertuanya yang baru.
Karena gue nggak bisa buat nganterin dia kali ini." ujar Jeon terkekeh pelan.

"Maksud loe..!?" tanya ketiga pria itu bersamaan.

"Rosie rencananya mau ketemuan sama orangtua Enzo buat ngebahas acara lamaran mereka bulan depan."

"Je.. Loe serius..?!" tanya Jimmy tak percaya.

"Apa keadaan gue yang kayak gini nggak cukup meyakinkan buat loe.?!"

"Loe bener-bener nggak mau perjuangin Rosie lagi, Je.?" tanya Vian.

"Mungkin perjuangan gue kali ini cuma buat ngelihat dia bahagia sama yang lain.
Gue sadarin kesalahan gue, dan gue terima kalo Rosie emang nggak akan mau balik lagi sama gue." jawab Jeon menatap sendu ketiga temannya.

"Hati gue ikut sakit dengernya, bro.." ujar Vian.

"Rey, gue minta loe jangan bilang hal ini ke Rosie ya.
Kalo dia ataupun Bianca nyari gue, bilang aja gue sibuk di studio ngurusin kerjaan, jadi nggak bisa pulang dulu." ujar Jeon beralih pada Reymond.

Reymond menghela nafas pasrah dan kemudian mengangguk pelan.
Ia cukup kasian dengan nasib bosnya sekarang ini meskipun kesalahan fatal telah diperbuatnya kemarin.

"Kenapa kisah loe gini banget sih Je..?!" gumam Reymond.

Jeon tak menjawab dan hanya tersenyum kecil sebelum akhirnya menutup matanya dengan pelan.
Seketika ketiga orang tersebut pun panik karena takut terjadi sesuatu dengan Jeon.

"Anjjirr.. Je..!!
Jangan mati dulu...!!" pekik Vian.

"Cepet panggil suster..!!
Cepetan..!!" panik Jimmy.

Vian yang mengerti pun segera berlari memanggil suster yang bertugas.
Beberapa menit kemudian ia kembali bersama suster, dan kemudian suster tersebut memeriksa keadaan Jeon yang sepertinya baik-baik saja.

"Pasien saat ini sedang istirahat Pak, karena baru saja selesai melakukan transfusi darah."

Sontak ketiga orang tersebut melongo tak percaya.

Papa Rock N RollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang