End

318 30 10
                                    

Binus School hari ini tampak begitu ramai dan meriah merayakan hari kelulusan para siswa SD nya untuk melanjutkan ke tahap pendidikan selanjutnya.
Berarti sudah 1.5 tahun berlalu begitu cepat.
Begitu cepat pula Bianca bertambah besar dan memasuki fase remaja, fase yang begitu ditunggu namun begitu mwngkhawatirkan bagi Rose dan Jeon.
Pasalnya setelah ini, gadis itu mengotot ingin melanjutkan sekolahnya ke Australia.
Sepertinya ia masih sangat berminat sejak pertukaran pelajar kemarin.
Rose tentu awalnya tak setuju anak gadisnya itu akan memilih hidup sendiri disana dan berjauhan dengan orangtuanya kelak.
Namun keinginan kuat sang anak yang akhirnya mampu membuatnya menyerah.
Ditambah Jeon yang sepertinya setuju saja jika Bianca ingin menempuh pendidikan yang terbaik meski harus berjauhan sementara.
Dan apa yang dipikirkan pria itu, bukannya ia justru lebih overprotektif pada anak perempuannya sebelumnya?

Bicara soal Jeon, nyatanya saat ini ia masih berada di Singapura.
Ya, sudah 1.5 tahun ia meninggalkan negaranya, calon istrinya dan anaknya untuk mencari kesembuhan atas penyakitnya.
Selama 5 bulan, ia berjuang keras melewati semua tahap menyakitkan dalam dirinya.
Dimana tiap hari ia harus merasakan kesakitan di kepalanya karena berusaha untuk mengingat semua.
Dan akhirnya hari demi hari, bulan demi bulan mulai ia lewati dengan lebih baik.
Tentu ada rindu yang mendalam untuk para orang yang ia sayangi dirumah.
Namun ia masih harus benar-benar pulih secara 100% dulu untuk mendapat ijin pulang ke Indonesia.

Seperti kali ini, Bianca merayakan kelulusannya hanya ditemani sang ibu dan Mitha yang sudah datang dari pagi dengan membawa bucket bunga, boneka dan cokelat untuk gadis kecil tersebut.
Walau Bianca mendumal karena bukan bayi lagi karena masih diberi boneka, namun Mitha tak peduli.
Bagi Mitha, keponakannya selamanya akan jadi anak kecil untuknya.

"Selamat atas kelulusannya ya sayang, Mama bangga sama kamu." ujar Rose mendaratkan kecupan dikedua pipi Bianca.

"Makasih Mama sayang.." balasnya memeluk hangat sang ibu.

"Akhirnya lulus juga keponakanku..
Perasaan baru kemarin masih ileran, tau-tau udah mau SMP aja." celetuk Mitha.

"Tante terlalu sibuk pacaran sampe nggak ngeh sama pertumbuhan aku." dengus Bianca.

"Itu salah satu kebutuhan hidup, nanti kamu juga bakal paham kalo udah waktunya kenal cowok."

"Eiit.. Bukan berarti nanti di Aussie bebas ngapain aja lho, ya..
Inget, sekolah dulu ya bener." peringat Rose.

"Ya ampun, iya-iya Mama...
Lagian gimana mau kayak gitu, orang sekolah Bian aja modelan asrama putri gitu."

"Ya emang sekolah disana kebanyakan gitu, sayang.
Sekolah khusus cewek dan cowok dipisah, dan justru itu bagus sih.
Menghindari sex accident dikalangan para remaja.
Aduh.. Mama nggak bisa bayanginnya pokoknya."

Mitha dan Bianca hanya menatap Rose dan kini saling lirik satu sama lain.
Sekarang Rose dinilai sering berlebihan menanggapi sesuatu yang berhubungan dengan anaknya.
Yah mungkin tantangan menghadapi gadis remaja yang menjadikannya seperti itu.
Ditambah Bianca adalah anak semata wayangnya.

Ditengah obrolan tersebut, perlahan senyuman luntur begitu saja dari wajah Bianca.
Dia menatap satu persatu teman-temannya yang saat ini sedang berkumpul bahkan berfoto bersama ayah dan ibu mereka masing-masing.
Berbeda dengan dirinya yang saat ini hanya ditemani sang ibu dan tantenya.
Jika dibilang iri, tentu ia iri.
Namun bukankah rasa iri itu tanda jika ia tidak bersyukur atas nikmat Tuhan yang masih diberi untuknya saat ini?
Rose yang paham arti dari pandangan Bianca pub perlahan mengelus surai putrinya dengan lembut.

"Sabar, kan kira-kira nunggu sebulan atau dua bulan lagi paling lama baru Papa bisa pulang." gumam Rose.

"Tapi kalo nanti aku keburu berangkat ke Aussie gimana.?" tanya Bianca.

Papa Rock N RollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang