48

441 25 4
                                    

Tekan bintangnya ⭐😉



Happy reading everyone
🤗🤗🤗















Ruangan rahasia di Ruang Tara terlihat berantakan. Seluruh pajangan di pojok-pojok ruangan tampak hancur. Alina dan Willy masih tergeletak tak sadarkan diri di atas lambang bulan dan bintang.

Willy yang sadar lebih dulu mendekati Alina, menggoyangkan tubuh Alina yang bergetar. Alina nampaknya dalam mimpi buruk yang mengerikan. Sudut matanya mengalirkan lelehan asin, bibirnya bergetar dan mengerang, keringat membasahi tubuhnya. Isakan tangis dan teriakan amarah berganti silih berganti terlontar dari bibir pucatnya.

"Huh, huh, huh," Alina bangun terduduk, nafasnya tak beraturan.

Aura kelam menguar dari tubuh Alina. Matanya memerah, menatap tajam ke depan. Air mata mengalir deras membasahi pipinya. Giginya bergeretak marah.

Kejadian-kejadian yang dilihatnya tadi bagaikan kaset rusak yang diputar dan menayangkan adegan abstrak terus menerus. Perasaan asing yang bercampur aduk menyesakkan dada Alina. Penayangan kejadian yang abstrak berhenti dan hanya menayangkan satu kejadian, darah yang mengalir. Dia mengingatnya dengan jelas, darah itu membawa gumpalan merah. Gumpalan itu adalah janinnya. Calon anaknya yang mati ditangan ayahnya sendiri.

Anak yang ia nantikan telah tiada.

"Zero!!" geram Alina.

Dalam sekejap mata Alina menghilang meninggalkan Willy yang meringkuk di pojokan. Willy takut melihat ibunya yang diliputi amarah. Aura yang dikeluarkan ibunya benar-benar sangat menakutkan.

Bugh

Bugh

Bugh

Alina membabi buta menyerang Zero. Ia tak memberikan sedikitpun celah untuk Zero membalas serangan. Zero pun sebenarnya tidak akan membalas serangan Alina.

Dejavu

Lagi-lagi kejadian yang sama terulang. Alina dengan amarahnya menyerang Zero. Kedua mata yang memerah dengan pancaran kekosongan itu membuat dada Zero sesak. Zero membiarkan Alina memukulnya tanpa menghindar sejengkalpun. Kekuatan Alina yang jauh di bawahnya sebenarnya tidak berefek apapun padanya. Hanya terasa seperti angin kecil yang menerpa kulit.

Grep

Zero memeluk Alina erat, ia membenamkan wajah Alina dalam dadanya. Alina yang mendapat pelukan paksa terus memberontak sampai akhirnya dia hanya bisa menangis kencang.

Perasaan yang menyesakkan itu tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Dia tidak pernah merasakan perasaan-perasaan manusia pada umumnya saat menjadi dirinya di kehidupan modern. Alina menyesal pernah protes ingin seperti mereka yang memiliki perasaan.

Perasaan itu adalah siksaan!

Tangan Zero yang mengusap kepala Alina bercahaya. Cahaya itu membuat Alina mengantuk hingga akhirnya terlelap.

"Maaf," gumam Zero berulang-ulang.

⚔️🗡️⚔️🗡️⚔️

Terhitung satu Minggu sejak Alina mengurung dirinya dalam kamar. Zero sangat licik, ia membawa Alina ke kastilnya dan mengunci kembali Ruang Tara. Dreko dan Neo masih bermeditasi karena efek kloning yang mereka keluarkan untuk mencari berlian itu menguras habis tenaga keduanya. Willy berada di kantong cahaya di Ruang Tara untuk menyempurnakan kekuatannya.

Zero selalu datang setiap sore hanya untuk mengamati Alina dari atas dahan pohon. Dari sana ia bisa melihat kegiatan Alina melalui jendela yang ia ia buat dari kaca satu arah. Dari dalam akan tampak gelap tapi dari luar seluruh aktivitas Alina terlihat jelas. Tidak perlu khawatir jika orang lain akan mengintip karena kaca itu terbuat dari sihir yang tentu saja dimodifikasi hanya untuk Zero.

Cintanya pada Alina terlalu dalam. Dia tidak akan membiarkan Alina kembali meninggalkannya seperti kehidupan-kehidupan sebelumnya. Apapun caranya di kehidupan ini mereka harus bersama dan akan bersama untuk selamanya.

Alina adalah miliknya untuk selamanya!

Dari balik jendela Alina terlihat bangkit dari ranjang. Kaki jenjangnya melangkah ke arah pintu. Alina berjalan keluar kamar menuju taman kastil. Mendapat kesempatan untuk berbicara dengan Alina, Zero segera turun dan mendekat.

"Sayang, maaf, aku minta maaf," ujar Zero berlutut dihadapan Alina yang duduk di kursi taman.

"Semua yang terjadi sebenarnya rencanaku untuk—"

Menghilang, Alina berteleportasi kembali ke kamarnya. Kamar itu sudah Alina klaim dan Zero tidak berani masuk ke dalamnya. Zero tidak mau menambah rasa kemarahan Alina padanya.

"Bagaimana aku menjelaskan yang sebenarnya jika kamu terus menghindar," gumam Zero lirih. Ia menunduk dalam, menatap kosong rerumputan dijawabnya.

⚔️🗡️⚔️🗡️⚔️

Di tempat cukup jauh dari Alina. Posisi sebelah Utara Benua Tengah, tempat yang masih ditumbuhi pepohonan lebat. Tempat yang dikeramatkan oleh penduduk Benua Tengah. Sebuah goa di tengah hutan memancarkan cahaya. Hewan-hewan berlomba-lomba mendekati goa, aura positif dari cahaya menarik mereka. Tumbuhan buah di sekitar goa memunculkan bunga dan berubah menjadi buah, siklus berbuah itu terjadi sangat cepat karena efek aura.

Goa yang nampak menarik itu terbuat dari tumpukan emas murni. Sungai kecil berdasarkan berlian mengalir dari dalam goa. Di ujung goa, di atas batu besar pusat cahaya berasal. Cahaya yang terlihat suci dan murni dengan aura positif yang menyebar kuat. Binatang-binatang berkumpul di depan goa menyambut kedatangan pemilik aura.

Dari dalam goa sosok cahaya memunculkan wujud yang sebenarnya. Seorang pria dengan aura positif yang mengikat. Bibir merah tipisnya mengulas senyum lembut. Tangan putih beruratnya mengusap kepala rusa yang menunduk hormat di depannya. Hidung mancungnya menghirup udara sekitar yang segar. Seekor anak kelinci diusapnya pada rahangnya yang tegas sebelum berakhir di atas lengannya yang berotot. Manik emas itu bergerak mengamati sekitarnya yang penuh dengan kehadiran beraneka jenis binatang. Binatang-binatang itu tampak damai tak saling menyerang.

"Aku kembali, sayang." Suara serak khas pria diujarkan penuh dengan kelembutan.









Tbc...
______________________________________

Tokoh baru lagi ni, cocok nggak sama Alina?

Atau Alinanya tetep buat Alzero aja?


______________________________________

Sekian di chapter ini

Terimakasih sudah menyempatkan membaca, menekan vote dan juga mengisi kolom komentar

See you 😘👋

Sang Ratu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang