Tekan bintangnya ⭐😉
Happy reading everyone
🤗🤗🤗
Alina termenung di taman. Suasana damai mendukung aksi melamunnya. Beberapa hari Zero tidak datang untuk menemuinya. Kejadian itu masih menjadi mimpi buruk disetiap tidurnya. Lingkaran hitam di bawah mata Alina menjadi saksi. Ia selalu terbangun di tengah malam, terhitung ia hanya tertidur kurang dari satu jam setiap malamnya."Iva?" Suara penuh kelembutan itu terdengar.
Alina menoleh ke asal suara. Auriga Shankara, sahabat kecil Zivanka. Sosok yang sama dengan pria dalam goa. Keduanya terpaku saling berbicara lewat pandangan mata. Alina berlari memeluk Auriga. Isakan tangis menjadi saksi kerinduannya pada sosok sahabat yang selalu ada untuknya.
"Kenapa kamu pergi meninggalkanku? Aku membencimu!" ujar Alina semakin mengeratkan pelukannya pada Auriga.
Auriga mengusap lembut rambut Alina. Ia juga membalas pelukan Alina tak terlalu erat, takut menyakiti Alina.
"Maaf, maafkan aku," ujar Auriga penuh penyesalan.
"Mau berjalan-jalan bersama?" tawar Auriga yang dijawab anggukan kepala semangat.
Alina butuh hiburan.
Seseorang menatap kedua lawan jenis itu tajam. Zero yang berdiri di atas dahan pohon mengamati interaksi keduanya dengan tangan yang terkepal kuat. Dadanya terasa panas melihat senyum Alina yang tertuju bukan untuknya. Lagi-lagi Zero menjadi saksi kemesraan kedua sahabat itu.
"Baik di kehidupan lalu atau di kehidupan ini, Alina hanyalah milikku!" gumam Zero
Tak kuat melihat interaksi keduanya, Zero kembali ke istana Benua Utara. Dia perlu melampiaskan amarahnya pada sesuatu. Melihat masa lalu Alina yang masih hidup membuat hati Zero was-was. Zero mengakui dia adalah perebut yang merebut Alina. Dia yang memaksa pernikahan itu dan dia memisahkan Alina dari cinta pertamanya.
Persetan dengan cinta Alina hanyalah milikku!
⚔️🗡️⚔️🗡️⚔️
Auriga membawa Alina ke sebuah tempat makan yang mewah. Hidangan bermacam-macam tersaji di hadapan Alina. Mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih yang serasi. Lontaran candaan dari Auriga berhasil membuat Alina tertawa. Kesedihan Alina menguap saat bersama Auriga. Sosok yang benar-benar bisa mengerti dirinya.
Keduanya asik bercanda ria mengabaikan tatapan kekaguman dari orang-orang sekitar. Wajah Auriga yang tampan dan tawanya yang merdu tentu saja berhasil menarik perhatian kaum perempuan.
Setelah berjalan-jalan seharian, Alina dan Auriga kembali ke kastil. Alina sedikit tak rela membiarkan Auriga pergi, tapi ia tidak mungkin membiarkan Zero mengetahui keberadaan Auriga dan membunuhnya.
Zero pasti tidak suka dengan keberadaan Auriga, pikir Alina.
"Sayang, kamu dari mana?" Suara itu mengagetkan Alina. Sontak Alina berbalik dan mendapati Zero duduk di bangku taman, menatapnya dan tersenyum lembut.
Keberadaan Zero seolah tombol untuk menyalakan kaset rusak dalam ingatannya. Bayang-bayang kejadian mengerikan itu terus berputar dalam benaknya. Perasaan yang tadinya surut kembali membara, amarah dan kekecewaan menjadi satu dalam hatinya. Sadar kekuatannya tak berarti apa-apa untuk Zero, Alina segera berlalu. Mengabaikan Zero menjadi pilihannya.
Zero yang lagi-lagi mendapat pengabaian tersenyum kecut. Tatapan yang semula sayu menjadi tajam mengingat seseorang yang berani mendekati pemilik hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Ratu [END]
FantasyFollow sebelum membaca... Bukan terjemahan Alina Dfeger, pemimpin organisasi gelap yang terlempar ke zaman kuno di sebuah kekaisaran yang bahkan tidak tercatat oleh buku sejarah dunia atau negara manapun. Menempati tubuh... Alina Zivanka Geraldine...