Chapter 177 - Ayo Berhenti

52 4 0
                                    

Bastian menutup matanya dan menghela napas pasrah. Tangannya tetap menggenggam erat gagang pintu, yang sekarang terasa panas akibat sentuhannya. Wanita keras kepala dan bodoh itu terus mengetuk, dan setiap kali mendengar suaranya, dia merasa ingin kembali tenggelam dalam mimpi buruknya. Mungkin kehilangan akal tidak terlalu buruk, pikirnya.

"Baiklah, jika kau tak mau membukanya, aku yang akan melakukannya," kata Odette. Bastian bisa mendengar langkah kecilnya menjauh.

"Kau tak bisa membukanya, Odette." Tak ada jawaban, dia sudah pergi.

Bastian melepaskan gagang pintu dengan senyum yang getir. Keringatnya bercucuran begitu banyak hingga tetesannya jatuh dari hidung ke kakinya. Dia berbalik, menyeret kursi ke dekat pintu, lalu melemparkan tubuhnya yang lelah ke kursi itu. Bagaimana ini bisa terjadi? Mimpi buruk itu tidak pernah menghantuinya sejak dia tiba di pondok ini, tetapi malam ini, mereka kembali seburuk sebelumnya. Mungkin itu karena pil tidur yang diminumnya.

Dia mendengar suara gesekan di kunci.

"Kau hanya membuang-buang waktumu, Odette." Kunci itu patah, tapi pintu hanya sedikit bergeser karena tubuhnya yang duduk di lantai menghalangi pintu untuk terbuka.

"Bastian, kenapa kau melakukan ini?" tanya Odette, suaranya terdengar putus asa.

"Tolong, pergilah, Odette." Bastian mengucapkan perintah itu dengan nada yang kasar, seperti melatih seorang rekrutan baru.

Cahaya bulan putih mengalir melalui jendela dan menyelimuti tempat tidur, di mana noda darah kering mekar seperti mawar merah. Selimut yang diberikan Odette tergeletak kusut di lantai, dilemparkan begitu saja oleh Bastian.

"Baiklah," kata Odette. "Kalau kau tak mau membuka pintu, maka aku akan mendobraknya."

Sebuah senyum sinis melintasi bibir Bastian.

"Coba saja."

"Aku akan melakukannya, seperti yang kau ajarkan padaku. Aku tak peduli jika pintuku rusak. Tunjukkan saja wajahmu, dan aku akan meninggalkanmu setelah memastikan kau baik-baik saja."

"Odette, kumohon…" Suaranya tertinggal di dalam kegelapan ruangan.

Bahkan saat dia membalikkan badan, menghadap pintu yang terkunci dan menutup matanya, bayangan Odette tetap menghantuinya. Mata turquoise-nya yang dipenuhi air mata yang tak tumpah, bibirnya yang bergetar dalam penderitaan yang tak bersuara. Wajah yang selama ini hidup tanpa tahu bagaimana cara menangis, membuatnya semakin menyedihkan dan indah.

Odette ... Odette yang kucintai.

Bastian menatap pintu, dan Odette masih ada di sana, suaranya bergetar saat dia terus memukul-mukul pintu. Tidak diragukan lagi, matanya memerah karena tangis.

Bastian baru saja menemukan kelemahan baru pada Odette, sesuatu yang bisa dia gunakan, senjata yang bisa dikendalikannya dengan sempurna. Dirinya sendiri. Bastian memandang bekas luka bakar tali di pergelangan tangannya, matanya dipenuhi harapan yang putus asa.

Odette adalah tipe orang yang tidak bisa mengabaikan penderitaan makhluk tak berdaya. Dia tahu lebih baik daripada siapa pun bagaimana menahan Odette. Yang harus dia lakukan hanyalah membuka pintu dan menunjukkan dirinya yang menyedihkan, hancur. Dia tahu, Odette akan merasa kasihan padanya dan ingin merawatnya. Ini adalah kesempatan terakhirnya untuk mendapatkan wanita yang sangat dia dambakan.

Bastian mencengkeram kunci pintu dengan putus asa, seperti binatang kelaparan yang menemukan mangsanya, ketika tiba-tiba sebuah wajah muncul dalam pikirannya—wajah tua, berkeriput, dan lelah, dengan mata yang bersinar terang dengan keinginan naluriah.

Bastian tahu betul bahwa alasan Odette tidak bisa melepaskan keluarganya bukan karena cinta, melainkan tanggung jawab. Dia telah mengorbankan segalanya dan tetap menjadi tawanan dalam hidupnya sendiri. Dia telah berkorban begitu banyak untuk ayahnya yang jahat dan saudara tirinya. Karena itu, masih ada harapan baginya. Dan harapan itu menghentikan langkah Bastian.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang