Chapter 117 - Untuk Kekasihku Tercinta

108 3 0
                                    

Sandrine melihat keluar jendela studio Franz Klauswitz dengan penuh minat. Terletak di kawasan pemukiman dekat Boulevard Préve, jalan tersebut dipenuhi dengan rumah-rumah kota yang bersih dan bergaya. Banyaknya seniman yang menemukan pijakan di sini semua berkat Franz.

"Pintunya terbuka," terdengar teriakan excited dari Noah.

Dengan cemberut, Sandrine menurunkan tirai kembali menutupi jendela dan perlahan menaiki tangga menuju lantai dua. Noah berdiri menunggu di depan pintu studio yang kini terbuka. Meskipun merasa mengintip rumah seseorang seperti pencuri adalah tindakan yang tercela, dia tidak bisa menyangkal bahwa dia juga merasa sedikit bersemangat.

"Ah, aku tahu kau bisa melakukannya," kata Sandrine sambil tersenyum.

Ketika Sandrine pertama kali meminta untuk melihat lukisan-lukisan Franz, Noah langsung menolak. Mengkhianati seorang teman seperti itu adalah sesuatu yang tidak akan dilakukannya. Sandrine tahu dia akan berubah pikiran pada akhirnya; jika dia benar-benar menghargai dan menghormati temannya, dia tidak akan pernah mengkhianati dan mengintip sejak awal. Semua itu hanya memerlukan sedikit bujukan dengan imbalan yang cukup besar, dan Noah segera mengubah pikirannya.

"Franz tidak akan kembali dalam waktu dekat, dia bilang sedang sibuk dengan urusan kereta api, dan penghuni rumah yang lain pergi ke sebuah pesta di studio kampus di seberang kota."

Noah memimpin masuk ke studio, dan ketika Sandrine melangkah melewati ambang pintu, dia terkejut melihat betapa mengesankannya lukisan-lukisan itu. Mustahil untuk menganggapnya sebagai produk dari seseorang yang menganggap melukis hanyalah hobi semata.

"Sepertinya Franz adalah pelukis yang lebih baik daripada menjadi seorang pebisnis," kata Sandrine.

“Dia memang memiliki bakat yang cukup. Ah, kita sudah sampai, lukisan yang ingin kau lihat ada di sini.”

Mata Sandrine membelalak saat Noah menarik perhatiannya kepada sebuah lukisan yang sebagian tertutup oleh pemandangan indah kota.

Odette, istri Bastian, digambarkan dengan detail yang cukup tepat untuk tidak meninggalkan keraguan tentang siapa dia. Itu adalah pemandangan yang grotesk yang tidak dapat menjelaskan hasrat sang seniman terhadap modelnya.

“Lihat? Aku bilang kan?” kata Noah dengan senyum kekanak-kanakan.

Sosok telanjang Odette menatap Sandrine dari lukisan dengan tatapan yang penuh khayalan. Cahaya bulan berkilau di kulitnya yang pucat, dikelilingi oleh seprai yang berantakan dan selimut yang menutupi tak lebih dari sekadar ilusi. Sandrine meledak dalam tawa, dia tidak bisa menahan diri, membayangkan bagaimana reaksi Bastian, seberapa lama lagi dia akan terus membuang waktunya pada wanita yang begitu cabul?

Ayahnya pernah menasihatinya untuk menyiapkan rencana cadangan, just in case. Baginya, itu tidak masalah, dia memiliki jaminan meskipun pernikahan itu tidak berhasil, jadi tidak ada yang bisa hilang baginya. Begitulah cara ayahnya, selalu membuat keputusan yang melindungi kepentingannya, tetapi tidak untuknya.

Sandrine menguatkan tekadnya untuk menikahi Bastian, meskipun itu berarti harus menderita melalui perceraian kedua, baginya itu tidak masalah. Sandrine akan merasa puas dengan pengetahuan bahwa dia akhirnya benar-benar memiliki pria itu.

“Kapan pameran dibuka?” tanya Sandrine, terlarut dalam pikirannya.

“Akhir tahun, di Galeri Linger.”

“Kau telah menyewa tempat yang cukup bagus.”

"Yah, berkat Franz, ya, kami orang miskin tidak akan pernah bisa membayarnya.”

“Kalau begitu, bukankah kita seharusnya membalas kebaikan itu?” kata Sandrine. Dia berbalik menghadap Noah dengan ekspresi nakal di wajahnya, seperti anak kecil yang baru saja menemukan lelucon terbaik.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang