Chapter 57 - Kebohongan Putih

48 2 0
                                    

Kemungkinan untuk menang nampaknya agak suram, tetapi tanpa gentar Odette mengumpulkan tekad dan memulai rutinitas hariannya dengan tenang mengetuk pintu.


“Masuklah,” suara Bastian terdengar dari balik pintu yang tertutup.


Odette tidak ragu-ragu lagi membuka kunci pintu, lalu masuk ke kamar Bastian. Meskipun wanita itu masih memikul beban yang sepertinya tidak bisa dihilangkan. Segera setelah itu, Butler dan seorang pelayan membawa nampan berisi sarapan tiba.


“Odette.”


Tiba-tiba, Bastian berbalik dan menyebut namanya, membuat sang istri mengalihkan perhatian. Odette menatap tangannya yang mengepal dan menghentikan langkah tanpa sadar.


Di tengah peralihan pakaiannya, Bastian mendapati dirinya lengah. Satu-satunya pakaian yang menghiasi sosoknya adalah kemeja polos berkancing , sementara pakaian dalam dan kaus kakinya terlihat jelas. Terkejut dengan pemandangan tak terduga itu, Odette segera mengalihkan pandangannya, dia berharap  memilih saat yang lebih baik untuk mendekat.


Namun, setelah membuat kehadirannya diketahui, Odette mendapati dirinya tidak mampu keluar dengan anggun. Odette berjuang untuk memaksa bibirnya terbuka dan setelah berhasil melakukannya, langsung bergegas ke meja. Sang Butler menyingkir, setelah meletakkan ketel berisi air dan kopi di atas meja,

untuk memberi ruang bagi pelayan yang sedang menunggu giliran. Sesuai instruksinya, hidangan di depannya berisi telur rebus, roti tawar, serta aneka buah dan sayur panggang.


Setelah mengatur peralatan makan dan serbet dengan hati-hati, Odette duduk di meja, bertekad untuk tetap bersikap tenang, meskipun ada gejolak batin di hatinya.


“Ada apa, Nyonya,” tanya Bastian, suaranya terdengar geli.


“Ayo sarapan, seperti yang kau lihat.” Odette menjawab, setelah menguatkan dirinya untuk menghadapi konfrontasi. Dia menoleh untuk menghadap Bastian, hanya untuk disambut oleh pemandangan canggung saat pria itu mengikat ujung kemejanya ke gesper garter paha.


Meskipun bingung dengan pemandangan yang memalukan itu, Odette merasa sulit untuk mengalihkan pandangan, karena sepertinya tidak ada tempat lain yang cocok untuk melihat.


Bastian secara metodis menyingsingkan lengan bajunya, menghiasi pergelangan tangannya dengan arloji berkilauan dan sepasang kancing manset. Kemudian dasinya, Bastian mengikatnya dengan mudah. Baru pada saat itulah dia melakukan tugas yang telah lama ditunggu-tunggu, yaitu mengenakan celananya.


Sementara itu, Butler menyiapkan alas kaki Bastian yang dipoles dengan baik, memastikan bahwa alas kaki tersebut masih sempurna dan bebas dari cacat apa pun.


Desahan panjang keluar dari bibir Odette sambil melirik suaminya, Bastian. Sambil memeriksa waktu, dia bergerak ke arah cermin untuk mengatur dasi dan kerah kemejanya dengan tangan yang terlatih.


Odette mengamatinya dengan rasa ingin tahu dan kewaspadaan yang bercampur, karena ini adalah pertama kalinya dia melihat seorang pria bersiap-siap untuk bekerja. Dara cantik itu mencatat betapa kontrasnya cara mereka dalam bersiap, dimana ritual laki-laki sangat berbeda dengan perempuan. Cara mereka menangani tugas yang paling sederhana sekalipun, seperti meluruskan kerah, tampaknya dipenuhi dengan maskulinitas tertentu yang asing baginya.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang