Chapter 85 - Diamond

78 3 1
                                    

Beberapa saat setelah kepergian Bastian dan bunyi klik lembut pada pintu, Odette dengan cekatan mengambil kunci emas yang tersembunyi di celah sofa. Mengenakan pakaian yang minim, dia bergegas menuju pintu kantor, menguncinya, dan buru-buru menghampiri meja Bastian. Dengan hati-hati, wanita itu memasukkan kunci ke dalam laci, memutarnya hingga terdengar klik yang memuaskan, menandakan bahwa laci telah terbuka.

Menghela napas dalam-dalam, Odette menarik laci itu. Keputusasaan dengan cepat tergantikan oleh harapan saat melihat tumpukan dokumen yang teratur menurut abjad, mengingatkan pada keteraturan di perpustakaan mansion—yang tampaknya adalah kebiasaan Bastian.

“Diamond.”

Dengan jari-jarinya yang lincah, Odette mulai mencari folder yang bertuliskan huruf D, mencuri pandang ke jam dinding. Setiap detik yang berdetak semakin menggerogoti kesabarannya. Wanita itu hanya memiliki waktu sepuluh menit untuk menemukan folder yang dicari Theodora.

Kegagalan akan menjadikan semua usahanya sia-sia. Namun, Odette menolak untuk membiarkan itu terjadi. Hatinya hancur, tetapi dia menghapus air mata yang mengaburkan pandangannya. Dia memperketat genggaman untuk meredakan getaran di jarinya saat terus mencari dengan teliti melalui folder demi folder.

Diamond ~ Akhirnya, Odette melihat label dengan nama itu, tetapi sayangnya, itu bukan dokumen tambang yang dia cari. Waktu telah berlalu tanpa terasa, dan lima menit berharga sudah lenyap.

Ah, ini dia! Tambang Diamond.

Setelah menemukan dokumen yang sangat dicari, Odette terjatuh di atas karpet empuk. Perasaan lega memenuhi hatinya, dan napasnya terengah-engah seolah baru saja berlari kencang. Mual berputar di perutnya, mengancam untuk mengeluarkan isinya, sementara di sisi lain, dia juga ingin menangis.

Setelah menenangkan diri, Odette merangkak kembali ke laci, mengumpulkan kertas-kertas yang berserakan di lantai. Saat dia mengembalikan dokumen-dokumen itu ke tempatnya dan mengunci laci, pandangannya jatuh pada refleksinya di kabinet kaca.

Di depannya berdiri seorang wanita, berpakaian minim dan tampak bingung. Kalung mutiara dan stoking yang dikenakannya membuatnya terlihat seperti pelacur.

Bangkit dari posisi duduk, Odette merasakan rasa jijik dan kekecewaan yang mengancam akan menenggelamkannya seperti gelombang raksasa.

Dengan dokumen dan kunci laci di tangan, Odette membuka pintu kantor dan berjalan menuju perapian. Kertas-kertas yang robek dilipat rapi dan disimpan di saku jaketnya. Dia melemparkan folder ke dalam api yang menyala-nyala dan meletakkan kunci laci di lantai dekat sofa, seolah Bastian dengan ceroboh menjatuhkannya—ide yang muncul saat dia tergeletak di bawah tubuhnya.

Akhirnya, semuanya sudah di tempatnya. Setelah memeriksa ruangan dengan teliti, Odette cepat-cepat berpakaian, takjub pada kekuatan yang masih bisa dia kerahkan untuk menggerakkan tubuhnya yang terluka.

Justru saat Odette mengaitkan kancing terakhir di blusnya, terdengar ketukan di pintu.

"Ya. Masuklah," jawab Odette dengan tenang. Bastian masuk ke kantor tanpa mengucapkan sepatah kata pun, disambut oleh senyuman tenang Odette.

"Maaf Bastian, aku belum selesai merapikan. Bisakah kau menunggu sebentar?" Odette meminta, merapikan rambutnya seolah tidak ada yang terjadi.

Bastian mengangguk dan duduk di sofa, tenggelam dalam pelukan lembutnya. Saat Bastian bersandar, matanya tertuju pada sosok elegan Odette, yang dengan anggun mengepang rambut hitamnya, kilau gelap yang kontras indah dengan kulit bak alabaster miliknya.

Kenangan indah akan sentuhannya pada tubuh Odette terus berlanjut di pikirannya, mengalirkan gelombang antisipasi melalui ujung-ujung jarinya. Saat Odette dengan cekatan mengikat kepang rambutnya, tatanan rambut yang anggun terbentuk, mengubahnya menjadi gambaran kesempurnaan—jauh berbeda dari wanita acak-acakan yang tergeletak di sofa sebelumnya.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang