Chapter 93 - Glory Day

51 2 0
                                    

Tinjauan tersebut dimulai saat kapal pelopor berlayar. Kapal-kapal perang membentuk barisan tak jauh dari pelabuhan, dan saat setiap kapal melintas, mereka mengambil posisi dalam barisan panjang yang membentang di sepanjang cakrawala. Di pelabuhan, kerumunan orang berkumpul dalam jumlah besar untuk menyaksikan kapal-kapal berlalu, antusiasme tidak pernah surut meski prosesnya berlangsung lama. Mereka tetap bertahan saat hampir seratus kapal mengambil giliran untuk berbaris. Pada saat kapal terakhir mengambil tempatnya, barisan itu membentang sejauh mata memandang.

Odette memusatkan perhatiannya pada kapal pelopor, kapal terdepan. Kenangan dua hari terakhir mencair dari benaknya seperti mentega. Sejak mengembalikan dokumen yang dicuri kepada Bastian, waktu terasa melambat, meninggalkannya dengan perasaan seolah-olah dia tidak benar-benar hidup di dalam pikirannya sendiri.

"Odette, kau terlihat mempesona hari ini," suara ramah memecah kesadarannya yang semakin menjauh.

Terkejut, Odette menoleh untuk melihat sumber suara itu dan melihat Kaisar dan Permaisuri mendekatinya. Mereka pasti sudah menaiki kapal tanpa dia sadari. Sang Pangeran, istrinya, dan Putri Valerie juga bersama mereka.

"Aku lihat kau sangat ingin kembali bersama suamimu, aku harus cepat-cepat, ya," canda Kaisar, melirik ke laut, ke arah kapal pelopor. Candaan ringan itu membuat Permaisuri tersenyum kecil.

Odette sempat kehilangan ketenangannya, tetapi dengan cepat memulihkan diri, membuatnya tampak seolah-olah terbawa oleh kegembiraan. Dia memberi mereka senyuman hangat, meski tidak terlalu hangat, hanya cukup untuk memberi kesan seorang istri muda yang malu-malu.

Ketika Kaisar dan keluarganya mengambil tempat duduk, kegembiraan yang menyelimuti dek kapal peninjau perlahan mereda. Odette duduk di belakang Pangeran dan istrinya. Meski sakit kepalanya semakin parah, dia menolak untuk melepaskan senyuman. Odette tampak seperti wanita paling bahagia di dunia, semuanya demi melindungi adiknya.

"Lihat ke sana, Odette, ayo," suara Marchioness Demel yang penuh semangat membangunkannya dari lamunannya. Dia menunjuk ke kapal utama, kapal yang dinaiki Bastian. Kapal itu memberi hormat, menandai dimulainya upacara.

Kaisar naik ke podium dan para tamu berdiri dari kursi mereka. Odette mengikuti, berusaha menjaga keseimbangan. Dengan armada yang sejajar, para tentara tampak di dek, berdiri tegap dan memberi hormat. Setelah hormat diberikan, band memainkan lagu kebangsaan kekaisaran.

Kapal peninjau Kaisar perlahan melaju melewati kapal pelopor, dengan tentara di atas kapal yang semakin terlihat seperti bayangan gelap dari kejauhan. Namun, bayangan Bastian terus membayangi pikiran Odette.

Keberadaan Mayor Klauswitz berkilau seperti matahari tengah hari, cahayanya yang terang membuat matanya tidak bisa beristirahat. Ingatan itu hanya mengingatkannya pada pertemuan di lounge Hotel Reinfeldt.

Odette menggelengkan kepalanya, ingin segera melupakan kenangan-kenangan itu. Bastian hanya menganggap pernikahan sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Odette hanya dimiliki Bastian selama dua tahun, dan setelah itu, apakah didirinya akan dibuang seperti sampah?

Meskipun mereka pernah berbagi momen kasih sayang, pada akhirnya itu hanya didorong oleh keinginan sesaat untuk memiliki Odette. Bastian tidak pernah sekali pun goyah dari keputusan awalnya.

Tinjauan berlangsung hingga sore hari. Kaisar dengan bangga memamerkan kekuatan angkatan lautnya untuk semua yang hadir, dia tersenyum puas.

"Sekarang, bagaimana kalau kita beri tepuk tangan untuk istri sang pahlawan?" kata Kaisar sambil memandang Odette. Dengan cepat, dia mengatur agar para tamu di kapal memberikan tepuk tangan.

Meski momen itu cukup tak terduga, Odette mencoba bertahan sekuat yang dia bisa. Dengan senyum anggun dan anggukan, Odette melambaikan tangan seperti layaknya istri seorang pahlawan.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang