Chapter 22 - Jejak Kekerasan

25 3 0
                                    

“Ah, indahnya masa muda,” Dr. Kramer berseri-seri sambil menyimpan tabel itu dengan rapi.

“Tidak ada satu pun tanda bahaya yang ditemukan. Pemeriksaan ini hanya formalitas belaka, sama seperti bulan lalu.” Dokter kagum dengan kemajuan luar biasa yang dicapai pasiennya sejak kunjungan terakhir. Operasi di bahu kiri, untuk mengeluarkan pecahan peluru, tinggal kenangan, dan tanda-tanda luka tembak sebelumnya hampir tidak terlihat.

“Kau boleh bertugas di garis depan lagi, tapi aku tidak menyarankannya,” Dr. Kramer memperingatkan, sambil bersandar dengan santai di mejanya. Namun, Bastian tidak terpengaruh dan hanya tersenyum lebar sebelum berpakaian. Bekas luka, besar dan kecil, mengotori tubuhnya seperti peta jalan pertarungan yang dimenangkan, tetapi berkat tangan yang cekatan, dia dengan ahli menutupinya dengan kemeja yang disetrika rapi. Meskipun bekas lukanya tertutupi, tetapi prajurit di dalamnya tetap ada.

“Saya yakin Angkatan Laut hanya akan mengetahui fakta-fakta yang ada, tanpa bias pribadi,” kata Bastian sambil dengan cermat mengencangkan kancing mansetnya. Meskipun senyuman menghiasi bibirnya, itu hanyalah sebuah kesopanan belaka, sebuah kedok sekilas untuk menutupi tekadnya yang tak tergoyahkan untuk berani maju sekali lagi.

“Bastian,” desah Dr. Kramer, suaranya mengandung nada kekhawatiran. Dia awalnya bertemu Bastian di klinik medis ini pada akhir musim semi seperti hari ini. Udara membawa aroma mawar saat melayang melalui jendela yang terbuka di sore akhir pekan.

Bastian, putra Sophia, tampak seperti mendiang suaminya Jeff Klauswitz, pria yang membunuh wanita itu. Namun, ketidakmampuan Bastian menghindari nasib serupa dengan ibunya membuat Dr. Kramer menjadi kurang optimis.

Carl Illis menyerbu ke rumah sakit, diiringi oleh cucunya Bastian, bertekad untuk menemukan bukti adanya pelanggaran. Dengan mata berapi-api dan air mata di suaranya, pria tua itu berbicara tentang bagaimana dia baru saja menyelamatkan putra Sophia dari mansion yang berbahaya. Dia menyatakan Bastian sebagai anggota terbaru keluarga Illis, bersumpah untuk melindungi anak itu dari bahaya lainnya.

Sebuah perseteruan yang telah berkobar selama bertahun-tahun, sejak meninggalnya Sophia. Klauswitz bertujuan untuk melenyapkan Bastian, putra dari mendiang menantu perempuan mereka, sementara Carl berusaha menghormati kenangan putrinya dengan menjadikan Bastian sebagai ahli warisnya. Pada akhirnya, Klauswitz muncul sebagai pemenang yang membuat Carl frustrasi.

Dr Kramer, yang ditugaskan memeriksa Bastian pada hari yang menentukan itu, terkejut dengan kejadian yang terjadi. Dua kali, dia dibuat terpana oleh drama keluarga yang terjadi di hadapannya.

Saat Bastian kecil menanggalkan pakaiannya, Dr. Kramer disambut dengan pemandangan yang mengejutkan. Tubuh anak laki-laki itu ditutupi dengan bekas luka yang selayaknya permadani, baik yang lama maupun baru, bukti kehidupan yang dijalani sangatlah berat bagaikan di ujung tanduk. Luka belum lama ini, yang disebabkan oleh seekor anjing liar yang ganas, masih baru dan merah, sebuah pengingat yang menyakitkan akan keberanian Bastian.

Namun kisah di balik bekas luka itulah yang benar-benar membuat sang dokter takjub. Bastian menceritakan kisah-kisah tentang terjatuh dari kuda, kecelakaan adu pedang, dan pendakian yang penuh tantangan. Setiap bekas luka adalah lencana kehormatan, simbol semangat keberaniannya.

Atau begitulah yang terlihat di permukaan. Faktanya, bekas luka ini bukanlah suatu kebetulan. Masing-masing ditimpakan selama “kelas penerus”, sebuah alasan untuk memutarbalikkan fakta atas pelecehan terhadap Bastian muda yang ingin mereka  hancurkan.

"Kau telah mendapatkan garismu di medan perang, Nak,” Dr. Kramer berkata sambil melepas kacamatanya dan mengusap pangkal hidungnya.

“Mengapa tidak menggantung pedang dan pensiun? Dengan hati nurani aku tidak dapat menandatangani surat-surat yang akan mengirimmu kembali ke dalam bahaya.” Dokter menghela nafas berat, beban tanggung jawabnya terlihat jelas di pundaknya.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang