Chapter 197 - Bastian

69 7 0
                                    

"LAKSAMANA, LEBIH DARI SETENGAH KRU KITA BERHASIL MELARIKAN DIRI!”

Suara itu bergema di malam yang dingin dan gelap seperti lonceng kematian. Misi terakhir pun dimulai. Para prajurit yang tersisa bergegas untuk melarikan diri dari reruntuhan kapal mereka yang tenggelam, meninggalkan lambung kapal yang setengah hancur. Dalam kegelapan malam, gelombang bergolak, dan Laksamana Sher beserta pasukannya bergerak maju dengan kekuatan yang tak terhentikan, senjata mereka terhunus dan siap ditembakkan. Pandangan Bastian tertuju pada arloji di pergelangan tangannya, menghitung mundur detik-detik hingga rencananya akan dijalankan.

“KITA AKAN BERANGKAT DALAM 5 MENIT! SISAKAN SATU SEKOCI KOSONG. JIKA WAKTU ITU TIBA, JANGAN RAGU UNTUK SEGERA PERGI!”

Waktu terus berdetak, hanya tersisa 5 menit sebelum Rayvael sepenuhnya tenggelam ke dasar lautan. Seluruh gudang amunisi dibuka lebar-lebar ketika pasukan elit yang dipimpinnya dikerahkan, darah dan keringat bercampur untuk menyelesaikan misi terakhir mereka.

Pikiran Bastian berpacu mencari rencana saat Laksamana Sher terus melancarkan serangan demi serangan tanpa henti. Dengan Rayvael yang dipenuhi bahan peledak, dia melihat peluang untuk menjadikan kapal itu sebagai senjata mematikan yang dapat meledakkan Laksamana Sher dan membeli waktu berharga hingga kapal penyelamat Laksamana Demel tiba.

Bastian berdiri di garis depan dan memimpin prajurit-prajuritnya yang telah siap menuju pertempuran. Dari geladak, suar menyala sekali atau dua kali, muncul dari seberang laut malam. Tiga kilatan cahaya berturut-turut menjawab sinyal SOS putus asa mereka, mengonfirmasi bahwa kapal penyelamat Laksamana Demel sedang dalam perjalanan.

Satu langkah lagi, hanya satu langkah lagi untuk mencapai tempatnya.

Tekad itu mendorongnya maju, Bastian berlari menuju gudang amunisi dengan sisa-sisa kekuatan terakhir yang tersisa di tubuhnya. Geladak kapal porak-poranda, penuh dengan puing-puing dan darah. Bau kematian dan asap memenuhi penciumannya saat Bastian berlari, dan satu per satu, dia mengumpulkan tanda pengenal yang menggantung di leher rekan-rekan yang telah gugur dalam perjalanan.

Deru meriam yang memekakkan telinga kembali menghantam Rayvael saat dia tiba di gudang senjata dan amunisi. Sebuah ledakan dahsyat menghancurkan segala yang terlihat, melahap beberapa prajurit muda yang telah berjuang hingga akhir pahit mereka dalam kobaran api. Tubuh-tubuh mereka terbakar dan jatuh ke laut yang tak kenal ampun, menghilang di bawah ombak gelap Laut Utara, tak akan pernah terlihat lagi.

"GERAK! BERPENCAR DAN LARILAH SETELAH MISI SELESAI!"

Suara Bastian menggema di tengah kekacauan saat dia meneriakkan perintah kepada para prajurit yang tersisa. Mereka bergegas menuju posisi masing-masing, menghindari ledakan dan tembakan, beberapa di antaranya berlari menuju sekoci-sekoci penyelamat sementara waktu terus berdetak dalam hitungan mundur yang mematikan.

Odette

Hanya menyebut namanya saja sudah cukup untuk membuat Bastian bangkit kembali. Nama itu membangkitkan sesuatu di dalam dirinya. Nama itulah alasan mengapa dia ingin terus hidup.

Setiap kali rasa takut akan kematian menyergapnya, dia akan memikirkan dirinya—sosok yang namanya terukir di jiwanya...

‘Aku mencintaimu.’

Kata-kata ajaib dari pengakuan cintanya seolah-olah kembali berputar di telinganya.

‘Tolong, kembalilah’

Permohonan putus asa Odette terus bergema di kepalanya.

Berulang-ulang, dia harus terus maju. Dia harus bertahan—untuk kembali kepada wanita yang mencintainya dan yang dicintainya juga.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang