Chapter 145 - Sebentar Lagi Saja

74 6 0
                                    

Mata birunya berusaha fokus, dan meskipun dia menatapnya, tatapan itu tampak kosong, seolah-olah sedang mencoba melihat sebuah kenangan. Perlahan, mata biru itu mulai jelas dan fokus. Odette masih meletakkan tangannya di dada Bastian, merasakan irama detak jantungnya yang menenangkan. Beberapa saat yang lalu, ketika Bastian terperangkap dalam mimpi buruknya, jantungnya berdetak seperti genderang.

Sebelum Odette sempat mengatakan apa pun, mata Bastian berkedip-kedip lalu tertutup lagi. Dia kembali berbaring dan tampak lebih tenang dalam tidurnya—atau setidaknya begitu yang dipikirkan Odette, sampai tiba-tiba Bastian bergerak mendekatinya.

Yang bisa dilakukan Odette hanyalah berkedip bingung ketika Bastian membenamkan wajahnya di lehernya. Lengannya melingkari tubuhnya, memeluknya erat.

Seolah-olah sedang dikejar oleh sesuatu, Bastian berusaha meringkuk di pangkuannya, meskipun tubuhnya terlalu besar untuk itu.

Dia memeluk Odette dengan begitu kuat hingga Odette tidak bisa melepaskan diri dari genggamannya. Sebaliknya, Odette memeluknya erat dan mengusap punggungnya. Ini adalah sesuatu yang biasa dia lakukan dulu, saat Tira sering mengalami mimpi buruk. Meskipun, tentu saja, tubuh Bastian jauh berbeda dari tubuh adik perempuannya itu.

Setelah membenarkan posisi Bastian yang canggung, Odette dengan hati-hati menarik selimut dan membungkusnya. Dengan berpelukan, suhu tubuh mereka menjadi seimbang. Meskipun suhu tubuh Bastian belum sepenuhnya normal, dia sekarang berada dalam kondisi yang stabil. Ruangan kembali tenggelam dalam keheningan, bahkan napas berat Bastian mereda hingga nyaris tak terdengar.

Odette tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang. Ketika dia menyibakkan sehelai rambut dari wajahnya, pikirannya dipenuhi oleh badai pertanyaan.

Apa yang akan mereka lakukan sekarang? Bisakah mereka saling memaafkan setelah begitu banyak kebencian? Mampukah mereka melangkah maju, ataukah ini hanya jeda singkat dari semua luka dan penderitaan?

Odette memeluk Bastian lebih erat.

Bayangan matanya melayang di atas ranjang yang mereka bagi, seperti bangkai kapal yang terombang-ambing di lautan tanpa bintang, berlayar tanpa henti hingga cahaya lembut fajar mewarnai ujung cakrawala.

*.·:·.✧.·:·.*

“Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku, Ayah?” Theodora Klauswitz berteriak.

Air mata mengalir di pipinya yang merah dan bengkak seperti air terjun, sementara gema suaranya bergema di seluruh penjuru mansion.

“Tolong, bantu aku sekali lagi. Jika kita tidak menghentikan rancangan undang-undang itu sebelum akhir minggu, bisnis pengiriman akan runtuh, dan kau tahu siapa yang menunggu untuk mengambil alih semuanya,” Theodora berteriak melalui gagang telepon.

"Keadaannya sudah berubah," jawab suara di ujung sana. "Bahkan jika kau berhasil menghentikan rancangan itu, tidak akan ada yang berubah."

“Tapi kalau kau menyerah, bagaimana dengan Franz? Tolong, setidaknya pikirkan dia ....”

"Jangan sebut namanya padaku, aku tak mau mendengarnya lagi. Anak itu tak lagi ada hubungan dengan keluarga kita!"

“Tapi, Ayah ….”

"Tidak, hubungan dengan Klauswitz berakhir di sini. Jika kau menolak menceraikannya, aku tak punya pilihan selain memutus hubungan denganmu juga."

Viscount Oswald dulu adalah seseorang yang akan melakukan apa saja untuk putrinya. Dia bahkan membiarkan Theodora menikah dengan seorang pria yang sudah memiliki istri. Jadi, dia tahu bahwa jika ayahnya benar-benar memutuskan hubungan, tak akan ada ruang untuk kompromi.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang