Chapter 151 - Penyimpangan Pertama

70 3 0
                                    

“Apa kau puas sekarang?” Suara itu memecah tidur Odette. Pengalaman bangun di tempat asing terasa begitu mengganggu. Dia menatap langit-langit, sinar matahari sore bermain lembut di wajahnya.

Perlahan, Odette duduk dan memeriksa sekeliling. Dia berada di rumah sakit, itu jelas. Ada selang infus terpasang di lengannya, dan bau cairan sterilisasi serta antiseptik menusuk hidungnya. Berusaha mengingat bagaimana dia sampai di sini, tapi yang terakhir diingatnya hanyalah minum teh dan melihat-lihat katalog.

“Puas? Kaulah yang telah menghancurkan hidupnya.” Saat Odette masih mencoba menyatukan pikirannya, suara lain terdengar tajam dari lorong. Ada orang yang berdebat di luar sana.

“Ini rumah sakit, bisakah Anda menurunkan suara?” Suara pertama, yang terdengar lebih tenang dan jelas laki-laki, menanggapi.

Dua orang sedang berdebat hebat di luar pintu kamar tidurnya. Dia mengenali suara-suara itu, tapi dalam keadaan setengah sadar, Odette kesulitan mengingat siapa mereka.

Odette berusaha bangun dari tempat tidur, tetapi begitu menjejakkan kaki, lututnya goyah. Cepat-cepat dia berpegangan pada tepi tempat tidur untuk menstabilkan diri.

Secara naluriah, tangannya bergerak ke perutnya dan saat itu dia menyadari ada sesuatu yang salah. Tonjolan besar di perutnya sudah tak ada lagi.

“Kalau saja kau membiarkan Odette pergi bersamaku, sesuai perintah Kaisar, ini semua tak akan terjadi,” suara pertama berbicara lagi, kali ini lebih tenang.

Suara perempuan yang melengking, dan Odette tahu siapa itu, tetapi pikirannya kini teralihkan oleh ketiadaan anaknya.

“Jika Anda terus bersikap seperti ini, sebaiknya Anda pulang saja. Saya tidak ingin Anda mengganggu Odette,” kata suara kedua, Bastian.

“Kaulah yang seharusnya mundur dan menerima perceraian ini,” balas suara perempuan itu, Countess Trier.

“Saya kira saya sudah memberikan jawaban.”

“Seberapa banyak lagi yang rela kau korbankan? Kau sudah kehilangan anakmu karena kesombonganmu yang keras kepala.”

Kata-kata yang tak terbayangkan keluar dari kedua suara itu, silih berganti. Odette terhanyut dalam kabut aneh saat dia mencoba berjalan melintasi kamar rumah sakit menuju pintu. Pasti ada kesalahan di sini, atau ini hanyalah mimpi yang sangat aneh.

“Jika ini terus berlanjut, aku akan mengerahkan Garda Kekaisaran dan memaksa mengeluarkan Odette dari cengkeraman jahatmu.”

“Lakukan sesuka Anda,” jawab Bastian dengan nada datar.

“Dengar baik-baik, Mayor Klauswitz, mungkin Kaisar tidak tertarik menjadi paman Odette, tapi dia tetap akan melakukan apa pun yang dia bisa untuk melindungi kehormatan keluarga kerajaan. Dicabut gelarnya atau tidak, Odette tetap memiliki darah bangsawan dan dia tidak akan membiarkan situasinya yang menyedihkan ini berlarut-larut, terutama jika itu membawa kritik kepada keluarga.”

“Countess yang terhormat, tampaknya Anda lupa seperti apa hidup Odette saat bersama ayahnya, Duke Dyssen.”

“Oh, ya, tentu saja. Hidupnya jauh lebih baik sekarang. Terlibat dalam skandal demi skandal. Reputasinya ternoda, mengalami begitu banyak kesulitan hingga dia melarikan diri darimu dan sekarang telah diracun serta kehilangan anaknya karena dirimu. Kau benar-benar berpikir semua ini bisa diatasi dengan sedikit uang?”

Bastian tidak menjawab, dan argumen itu berakhir dengan kata-kata tajam Countess Trier.

Odette mundur dari pintu, kabut di pikirannya semakin pekat. Tangannya yang sempat memegang kenop pintu kini bergerak ke perutnya. Dia menunggu suara Bastian untuk membantah kata-kata Countess Trier, tapi dia tidak pernah berbicara.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang