Chapter 36 - Urusan Odette

37 1 0
                                    

Ketenangan fajar tiba-tiba terganggu oleh suara ketukan lembut, tetapi jelas yang menarik perhatian Odette, saat gadis itu tengah menatap cermin sambil menyisir rambutnya.

Dia menoleh karena terkejut, bertanya-tanya siapa atau apa yang menyebabkan keributan itu. Saat dia hendak mengumpulkan pikirannya, ketukan lain bergema di tengah keheningan, tapi kali ini datang dari arah yang tidak terduga – lorong yang menuju ke kamar tidur pasangan.

Dalam sekejap, Odette dengan cepat bangkit dari tempat duduknya, mengantisipasi kedatangan seseorang yang dikenalnya. Dan seolah diberi isyarat, sebuah suara yang familiar memecah kesunyian, membenarkan kecurigaannya.

“Odette.” Bastian memanggilnya dari balik pintu.

"Masuklah."

Odette menyambut Bastian dan bergegas merapikan meja riasnya yang acak-acakan, memastikan semuanya berada pada tempatnya. Dengan satu penyesuaian terakhir, dia dengan hati-hati mengembalikan krim ungu ke tempat yang ditentukan, dan pada saat itu, pintu – yang tampak hampir tersamar di dinding – mulai berderit terbuka.

Di sana, muncul dari sisi lain, Bastian berdiri, mengenakan gaun biru-abu-abu menutupi tubuhnya yang menakjubkan, tampaknelegan, memancarkan aura halus yang tidak mungkin diabaikan.

Odette mendapati dirinya berdiri diam, tidak yakin apa yang harus dilakukan selanjutnya, sementara ketidakpastian masih menghantui.

“Tolong beritahu, ada apa?” ​​Dia bertanya ragu-ragu.

Pintu itu belum pernah dibuka sebelumnya, meskipun faktanya mereka telah menghabiskan beberapa akhir pekan bersama. Berbeda dengan dia yang menganggapnya membingungkan, Bastian tampak sama sekali tidak tertarik.

Saat Bastian berdiri terpaku di tengah jalan, pandangannya tertuju pada Odette, dia menghentikan perjalanannya dari meja rias ke tempat tidur.

Warna rambutnya tampak lebih gelap dari biasanya, seperti baru saja basah kuyup saat mandi.

Gaun longgar yang dikenakannya sedikit menempel di kulit, memperlihatkan tetesan kelembapan yang tersisa, berkilau dalam cahaya.

Terhadap keadaannya yang rentan dan tidak terawat, matanya tetap dingin dan pantang menyerah, seolah-olah kebal terhadap emosi apa pun.

Keheningan tatapannya bertahan lama, membuat Odette merasa tidak nyaman sekaligus terbuka. Bahkan dengan upaya terbaiknya untuk menunjukkan kepercayaan diri, dia mendapati dirinya mundur, seolah-olah dia secara fisik bisa merasakan beban tatapan tajam pria itu.

Sensasi yang aneh, seperti butiran pasir yang dipanaskan oleh terik matahari yang membasahi kulitnya.

Tatapan Bastian bergerak perlahan dari ujung jari kaki Odette yang bersandal, hingga ke tangannya yang terkepal, dan akhirnya tertuju pada wajahnya yang memerah. Tanpa berkata apa-apa, pria itu berbalik dan berjalan ke meja teh dekat jendela, lalu duduk di sana.

Baru pada saat itulah Odette mulai memahami sumber ketidakpuasannya. Ekspresi yang terpampang di wajahnya jelas menunjukkan ketidaksenangan.

Odette menghela napas tajam saat dia akhirnya berani menarik napas dan berbalik. Pemandangan yang menyapanya di cermin sudah cukup membuatnya hampir berteriak kaget, menyebabkan dia segera menutup mulut dengan tangan.

Sosoknya terpantul di kaca, hanya dibalut piyama muslin putih yang hanya menyisakan sedikit imajinasi. Setiap kontur tubuhnya terpampang secara penuh melalui kain tipis.

Tiba-tiba panik, Odette buru-buru menangkupkan tangan di dada dan mengamati ruangan dengan ekspresi bingung. Gaunnya tergeletak di bangku tempat tidur, tapi membayangkan melintasi ruangan untuk mengambilnya di depan sang suami, yang mungkin sedang menatap langsung ke arahnya, membuat Odette merasa seolah-olah telah berdiri di sana sembari telanjang.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang