Chapter 199 - Lautan Surga

98 8 2
                                    

Saat matahari terbit di cakrawala, Odette memulai harinya yang sibuk. Dia terbangun oleh cahaya biru lembut sang fajar dan merasa segar meski tidur dengan gelisah. Dengan sebuah peregangan cepat, dia bangkit dari tempat tidur dan merapikannya dengan rapi. Setelah mandi dan berganti pakaian, Odette mengenakan topi perawat yang sudah akrab baginya dan menuju tempat tidur rumah sakit dengan handuk hangat di tangan.

“Selamat pagi, Bastian,” ujar Odette dengan senyum, mengecup pipinya. Ada rasa sedih yang menusuk saat dia tidak memberi respons.

Bastian terbaring damai dengan mata tertutup, seolah baru saja terlelap. Odette duduk di kursi di samping tempat tidurnya, dengan lembut mengelus wajahnya sembari mulai bercerita. Suaranya lembut dan hangat, seperti hangatnya cahaya perapian yang menghangatkan ruangan, saat dia menyusun kisah yang menarik. Kadang-kadang, dia terdiam sejenak, dikuasai oleh emosi, tapi terus melanjutkan percakapan satu arah itu dalam kesunyian yang terasa nyata di ruangan itu.

Operasinya telah berhasil. Para dokter berhasil mengeluarkan semua serpihan peluru, dan cedera internalnya tidak separah yang dikhawatirkan. Namun, kesembuhannya masih penuh ketidakpastian karena pendarahan hebat dan hipotermia. Yang bisa mereka lakukan sekarang hanyalah menunggu hingga Bastian sadar.

Odette berpegang pada keyakinan dan rasa syukurnya, berdoa kepada setiap dewa untuk kesembuhan Bastian. Meski dokter yang merawatnya mulai khawatir setelah seminggu berlalu tanpa tanda-tanda perbaikan, dia tetap yakin bahwa Bastian akan bangun dan menolak menyerah saat terus menunggu di sisinya.

Kondisi Bastian mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang ajaib. Suhu tubuhnya, denyut nadi, dan napasnya akhirnya kembali normal setelah berhari-hari berada di tingkat yang berbahaya. Odette bisa merasakan ritme stabil dari detak jantungnya dan kehangatan dari tangannya saat dia menggenggamnya.

Bagi Odette, Bastian hanya sedang tertidur lelap. Tubuh dan jiwanya terlalu lelah, terkuras oleh kehidupan yang penuh pelarian tanpa akhir. Dia hanya perlu percaya padanya dan menunggu dengan sabar di sisinya.

Dia hanya terbaring dalam tidur yang dalam untuk istirahat yang sangat dibutuhkan dan akan terbangun setelah cukup beristirahat. Setelah menyeka wajahnya, Odette dengan hati-hati menarik selimut dan memeriksa luka-luka Bastian. Luka-lukanya kini menunjukkan tanda-tanda pemulihan, dan tulang-tulangnya yang patah tampak perlahan menyatu kembali. Cahaya hangat pagi membasuh sosoknya yang kuat dan tampan, membungkusnya seperti berkah yang sedang terbentuk.

Odette mengganti perban-perbannya dengan hati-hati, sambil terus tersenyum. Meski air mata mengancam jatuh dari matanya, Odette menahannya dengan berani. Di pagi saat  mendengar kabar tentang keberhasilan operasinya, dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa tidak akan menangis sampai Bastian bangun. Dia tidak ingin membiarkan Bastian melihat kelemahan dan keterpurukannya. Dia ingin menunjukkan tekadnya yang kuat, sama seperti Bastian dalam perjuangannya melawan maut dan untuk pulih.

Setelah mengganti perban, dia melanjutkan ceritanya sambil membersihkan tubuh Bastian. Hari demi hari, dia mengulang rutinitas itu—mencurahkan segenap hati dan jiwanya ke dalam setiap kata saat dia berbicara kepada pria tak sadarkan diri yang terbaring di depannya. Meski terkadang kesedihan datang menerjang, dia tak pernah berhenti bercerita, tak pernah goyah atau kehilangan irama.

Dokter menyarankan untuk menstimulasi indra Bastian sebagai cara untuk membangunkannya dari koma. Sejak saat itu, dia menjadikan berbicara kepada Bastian sebagai ritual harian, setiap pagi dan malam setelah membersihkan tubuhnya. Jika kata-kata terasa terlalu berat, dia akan menyanyikan melodi-melodi manis, dan di saat-saat ketika bahkan itu terasa terlalu sulit, dia hanya membisikkan namanya dengan lembut.

Odette duduk di kursi di samping tempat tidur Bastian setelah menyelimutinya dengan selimut hangat. Lanskap musim dingin di luar memang indah, tapi dia tak sepenuhnya bisa menikmatinya, sementara keringat mulai membasahi dahinya. Merawat Bastian bukanlah hal yang mudah; kerusakan saraf yang dialaminya begitu parah, sehingga kesalahan sekecil apa pun bisa memperburuk kondisinya. Namun, di balik kesulitan itu, ada sejumput kebahagiaan yang dia rasakan, karena bisa berguna dan melakukan sesuatu untuk Bastian di saat-saat seperti ini.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang