Chapter 179 - [R19]Akhir dari Kekecewaan

90 2 0
                                    

[Anak di bawah umur jauh-jauh dari sini. Langsung baca bagian ke dua.]

Ciuman Odette mengirimkan gelombang emosi yang melaluinya, seperti riak di permukaan kolam. Bibir mereka bertemu lembut, hangat dan mengundang, diiringi desahan bersama sebelum mereka kembali berciuman dengan lembut. Bastian perlahan menutup matanya, meletakkan kedua tangannya di bahu Odette, menariknya lebih dekat. Bastian bisa mencium aroma manisnya, merasakan kehangatannya, dan detak jantungnya yang kencang melawan dadanya. Tak mungkin ini hanya mimpi. Walau dirinya tak berdaya terobsesi pada wanita ini, yang seharusnya bisa dia abaikan dengan ujung jarinya, ciuman canggung mereka, sedikit demi sedikit, berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih penuh gairah. Setelah dia merasa cukup dengan hasratnya, Bastian melawan godaan dan menarik diri.

"Bastian?" bisik Odette sambil menyentuh pipinya dengan lembut.

Ditundukkan, Bastian membuka mata untuk menatapnya. Pipinya memerah, matanya berkobar oleh hasrat, berkilauan di dalam gelap. Odette mendekat dan kembali menempelkan bibirnya pada Bastian, membuktikan bahwa ini bukanlah keinginan sesaat yang lahir dari kesalahan sejenak. Dia benar-benar menginginkan ini, dan Bastian menyerah pada ciuman yang semakin memanas. Bastian memeluknya erat, menciuminya seakan-akan ingin menyerap seluruh keberadaannya, dan Odette membalas ciumannya dengan penuh semangat, meruntuhkan penghalang terakhir yang selama ini berusaha dia pertahankan, hingga akhirnya mereka menjadi satu, dua bagian yang menyatu menjadi utuh.

Kemudian, posisi mereka berubah. Bastian berputar, berada di atasnya, menekan tubuhnya yang lembut dan rapuh, sementara Odette menariknya lebih dekat saat mereka berciuman. Nafas mereka semakin berat dan dalam, dan suara ciuman menjadi latar atas gairah yang membara. Desahan samar mereka memenuhi malam musim panas. Dari dahinya ke hidung, lalu pipi ke dagu, hingga akhirnya kembali ke bibir yang begitu memesona.

Bastian mencium setiap inci tubuh Odetteyang bisa dijangkaunya, membenamkan wajah di lehernya, membuat Odette terengah-engah dengan kenikmatan. Tangannya naik dari pinggangnya, menelusuri lekuk-lekuk halus tubuhnya hingga mencapai payudaranya yang tersembunyi di balik gaun tidurnya. Terasa pas di telapak tangannya saat dia bermain-main dengannya, merasakan putingnya yang kaku bermain di antara jari-jarinya.

Odette tidak menjauh darinya, tidak memprotes sedikit pun. Tubuhnya bergetar saat dia menyerah pada kenikmatan, tampak rapuh, tetapi dalam kepiluan itu ada keindahan. Bastian kemudian mulai mencium bagian depan tubuhnya, menarik gaun tidurnya bersamaan dengan itu, memperlihatkan kulitnya yang lembut, sehalus sutra, satu inci demi satu inci, dengan kecupan lembut di setiap bagian yang terbuka. Dia hendak kembali naik di atas tubuh Odette, tapi pemandangan tubuh setengah telanjangnya tiba-tiba menyadarkannya sepenuhnya.

Bastian berhenti menurunkan pakaian dalamnya dan duduk tegak, menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Cahaya bulan memancarkan bayangannya di atas tubuh telanjang Odette. Wajahnya pucat, rambutnya kusut, dadanya penuh tanda bekas gairah yang membara, bibirnya memerah, dan mata pirusnya tampak bingung, seolah bertanya mengapa Bastian berhenti, matanya berkilau karena kehangatan yang masih terasa. Sebuah pikiran muncul di benaknya, dan secepat hasrat itu datang, begitu pula keinginan itu memudar.

Bastian menyeka wajahnya dan membalikkan tubuh, duduk di pinggir kasur. Dia bisa merasakan tatapan Odette padanya, tetapi tidak membalas pandangannya.

Apakah  Odette benar-benar menginginkan ini, ataukah dia hanya merasa kasihan karena apa yang terjadi semalam, dengan mimpi buruk itu? Bastian merasa lemah dan sedih memikirkan betapa mudahnya hati Odette melembut padanya. Dia pun merasa dirinya menyedihkan, berpura-pura tidak tahu dan menerima kebaikan hati itu.

Odette selalu menunjukkan kelemahannya dengan begitu mudah, yang tanpa sadar juga membuatnya melihat kelemahan dalam dirinya sendiri. Bastian melirik ke belakang, menatap Odette. Keinginan itu masih membara dalam dirinya, tetapi frustrasi yang lebih dalam telah mengambil alih hatinya.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang