Chapter 90 - Anak Ibunya

53 2 0
                                    

“Bastian?”

Pintu terbanting dan terbuka, mengagetkan Odette dari lamunannya di bawah sinar bulan di jendela gerbong. Sang dara menyapa Bastian sambil merapikan syal tipisnya dengan senyum yang tersirat.

Memasuki ruangan tanpa suara, keheningan Bastian yang biasanya tampak ringan kini terasa berat dan berbeda malam sebelumnya.

"Ada apa?" Odette tersentak, menyadari goresan di pipi Bastian.

"Kau terluka! Biar aku ambil..."

"Tidak perlu, tetap di sana," potong Bastian dengan tegas. Dia melemparkan jaketnya ke ujung tempat tidur, mengunci pintu kamar, dan menutup jendela gerbong dengan tirai, lalu berjalan mendekati Odette yang berdiri kaku, menggenggam erat selembar kertas yang kusut.

Sang Adam meletakkan kertas itu di tangan Odette. Bastian mengawasinya saat istrinya terdiam dalam ketidakpercayaan. Bibirnya bergetar, pandangannya hampa, sementara keramaian suara kereta berubah menjadi gemuruh yang teredam. Satu-satunya suara yang terdengar adalah deru tajam mesin yang menerobos telinganya yang kebas.

"Lihatlah!" desak Bastian, menyerahkan kertas itu pada Odette.

"Bastian, ini..."

"Cepat," Mata dinginnya yang kelam seperti jurang mengunci tatapannya pada Odette.

Odette menundukkan pandangannya, menerima kertas itu dengan ragu. Melihat teks yang diketik dan tanda tangan di atasnya, dia tahu isi dokumen itu dan bagaimana bisa sampai di tangan Bastian. Dosa rahasianya kini terbongkar, dan Odette takut akan konsekuensi dari kesepakatannya dengan Theodora Klauswitz. Berharap bisa menyembunyikannya lebih lama, dia tahu doanya hanya akan sia-sia.

Menerima kesalahannya, Odette bersiap menghadapi hukuman, tetapi dia bersumpah untuk melindungi Tira. Wanita itu menatap mata Bastian dengan mata yang perih tanpa air mata.

"Aku minta maaf," ucapnya, lirih. Permintaan maaf itu menghapus senyum tipis di wajah Bastian.

"Maaf..." Bastian mengulanginya, kata itu terdengar seperti sarkasme yang menusuk hatinya.

"Itulah yang terjadi," Odette berkata sambil menggenggam kertas itu dengan erat.

"Itulah yang terjadi," Bastian mengulanginya, kekecewaannya terasa begitu kuat.

"Apa? Kau belum memeriksanya?" Bastian menyembunyikan amarahnya, berdiri di hadapan Odette di dekat tirai jendela kereta.

Bastian menunggu penjelasan dari Odette. Dia berharap mendengar Odette membantah tuduhan itu―mengatakan bahwa ini semua jebakan, kesalahpahaman, bahkan fitnah. Dia berharap Odette akan memintanya untuk mempercayainya. Jika Odette membantah semuanya, Bastian siap mempercayai dan mengabaikan masalah itu. Pria itu akan menerima kebohongan seperti pengecut, apa pun, asal bukan kata "maaf," yang baginya terdengar seperti keluhan anjing.

"Lihat lagi," katanya, sambil menyerahkan kembali dokumen itu padanya.

Air mata menggenang di mata Odette, tetapi wanita itu menahannya. Permohonan maafnya datang sebagai bisikan pelan.

"KENAPA!" Bastian berteriak, melemparkan dokumen itu ke lantai.

"KENAPA BEKERJA SAMA DENGANNYA?!"

"Dia menemukan kelemahanku," Odette mengakui, suaranya bergetar. Odette berharap Bastian tidak tahu bahwa dia mencuri dokumen itu demi melindungi Tira.

Kebenaran pahit itu harus tetap tersembunyi darinya.

"Aku yang menyebabkan ayahku lumpuh," bisiknya.

"Maaf?" Bastian terkejut.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang