Chapter 150 - Wajah Sang Monster

67 3 0
                                    

Mobil itu berhenti mendadak di depan rumah sakit, dan Bastian keluar bahkan sebelum mobil berhenti sepenuhnya. Lovis sudah menunggu di sana untuk menyambutnya. Seragam kepala pelayan yang biasanya rapi kini berantakan dan ternoda darah.

"Maaf, Sir, ini kesalahan saya, saya lalai..."

"Istriku di mana?" potong Bastian dengan nada tegas, wajahnya pucat. Dia telah menerima pesan darurat di tengah perayaan Tahun Baru di pangkalan angkatan laut. Tentara yang menyampaikan kabar itu tampak panik. Pikiran Bastian langsung terpaku pada satu hal: kabar tentang Odette yang pingsan. Tanpa membuang waktu, dia melesat menuju rumah sakit secepat mungkin.

"Aku tanya, di mana istriku?" ulang Bastian, dengan kesabaran yang mulai menguap.

"Maaf, Sir, Nyonya ada di lantai tiga, sayap timur," jawab Lovis.

Bastian berlari menyusuri lorong, hampir menabrak seorang perawat muda di jalannya. Dia tidak peduli pada apapun selain memastikan bahwa Odette aman. Tak butuh waktu lama baginya untuk mencapai sayap timur di lantai tiga. Dia tahu kamar mana yang ditempati Odette karena melihat Jean dan Dora, pelayan rumah tangga, berjalan mondar-mandir dengan gelisah di lorong.

Begitu Dora melihat Bastian, dia merapatkan tangannya seolah sedang berdoa dan langsung menangis. Apron yang biasanya rapi kini berlumuran darah. Tanpa memperhatikan Dora, Bastian melangkah cepat menuju pintu kamar dan membukanya tanpa ragu.

Bau antiseptik dan disinfektan memenuhi ruangan. Dokter Kramer berada di samping tempat tidur Odette, dikelilingi oleh tim perawat yang sibuk merawatnya. Odette terbaring lemas di ranjang, tak sadarkan diri. Kulitnya pucat pasi, dan bagian bawah gaunnya sepenuhnya merah oleh darah.

"Bastian," panggil Dokter Kramer saat melihat Bastian memasuki ruangan.

"Jangan panik, semuanya sudah terkendali. Dia telah menelan racun, tapi bukan dalam dosis fatal. Kami telah mengidentifikasi racunnya, dan antidot telah diberikan."

Bastian mendengarkan tanpa kata, lalu hanya membalas dengan anggukan singkat. Penampilan luarnya yang tenang bertolak belakang dengan perasaan kalut yang membuatnya melesat ke sini setelah mendengar kabar tentang kondisi istrinya. Namun, tangannya gemetar, diliputi ketakutan dan kebencian. Racun? Dia mengepalkan tangannya begitu kuat hingga buku-bukunya memerah, dan kukunya hampir menembus kulit. Tatapan matanya kosong, sementara bibirnya tertarik dalam seringai marah.

Dokter Kramer kembali fokus pada Odette yang sedang ditangani tim medis dengan penuh kecemasan. Kemudian, suara dokter itu kembali terdengar, tetapi kata-katanya bergema samar-samar di kepala Bastian. Hanya setelah beberapa detik, Bastian menyadari apa yang telah dikatakan.

"Kami harus menyerah... tidak ada harapan untuk menyelamatkan bayinya." Dokter Kramer tampak berat hati saat mengucapkan berita itu.

"Kami akan melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Nyonya Klauswitz. Kami masih punya waktu," tambahnya, sambil terus berjuang di sisi tempat tidur Odette.

Seprai di sekitar pinggangnya basah kuyup oleh darah, sementara para dokter dan perawat berjuang dengan waktu. Sudah terlalu lama sejak ketuban pecah, dan detak jantung bayi telah berhenti. Dalam kondisi seperti berada di alam mimpi, Bastian melangkah mendekati ranjang istrinya.

Tak dapat menahan diri, Bastian melihat betapa damainya wajah Odette—seolah dia hanya tertidur lelap. Bastian mencoba memanggil namanya, tapi suaranya seolah tercekik di tenggorokannya. Dia ingin menggenggam tangan istrinya yang berlumuran darah, tetapi tubuhnya terasa kaku, bahkan untuk menggerakkan satu jarinya saja terasa mustahil. Seperti terjebak dalam kenangan masa kecilnya, di mana dia berdiri di depan tubuh ibunya yang sudah tiada.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang