Chapter 28 - Frail Bubble

16 2 0
                                    

"Jika saja dia tidak akan bangun,'

Countess Trier menghela nafas. Ratapan pilu yang menyerupai jeritan bergema dari balik pintu rumah sakit yang tertutup seolah untuk selamanya.

Suara menyayat hati itu membawa beban keputusasaan yang seolah merembes ke setiap inci lorong steril, sebuah pengingat yang menghantui akan penderitaan di balik penghalang itu.

“Maafkan saya, Countess,” Dengan rasa empati yang mendalam, Odette menoleh ke arah Countess dan mengucapkan permintaan maafnya.

“Ayah saya sangat gelisah saat ini, dan saya khawatir ini bukan waktu terbaik bagi Anda untuk mengunjunginya.”

Walaupun situasinya sangat berat, Odette tetap bersikap anggun dan tenang. Ketenangannya yang tak tergoyahkan, bukti kekuatan batinnya, tampak memancarkan rasa ketenangan di tengah kekacauan yang mengelilingi mereka.
Sentuhan penuh kasih dari Countess Trier seolah memberinya pengertian dalam diam tanpa melalui kata-kata.

“Tidak perlu melakukan itu,” katanya lembut, memberikan rasa penghiburan pada Odette.

“Kuengar bahwa ayahmu mungkin tidak akan pernah bisa berjalan lagi, jadi tidak apa-apa.”

Pada saat itu, jeritan hiruk pikuk yang bergema di koridor rumah sakit memudar menjadi keheningan yang mencekam, seolah para dokter telah mengambil tindakan cepat untuk menenangkan situasi yang bergejolak.

Meskipun keadaannya gawat, kehadiran Countess yang menenangkan tampaknya membuat hatinya terasa tenteram, seperti balsem bagi jiwa-jiwa sakit yang mengelilinginya.

Sosok Duke Dyssen yang tadinya diam bergerak, kelopak matanya berkedip-kedip terbuka untuk memperlihatkan tatapan bingung. Countess menyadari bahwa mengharapkan kematian seseorang merupakan hal yang salah. Namun, saat perhatiannya beralih pada kemungkinan apa yang akan terjadi, rasa melankolis menyelimuti dirinya.

Pikiran tentang masa depan Odette yang tidak menentu sangat membebani hatinya, beban hidup yang dihabiskan untuk merawat ayahnya kemungkinan besar menjadi kenyataan

Countess mau tidak mau merasakan sedikit kesedihan atas harapannya yang hancur – prospek menikahi Bastian Klauswitz.

Siapa orang waras yang maunmenikahi wanita yang ditakdirkan mengalami kesengsaraan seumur hidup?

“Jangan khawatir tentang tagihan rumah sakit,” suara Countess Trier membawa nada yang meyakinkan saat dia membuat janjinya kepada keluarga yang bersedih.

“Aku secara pribadi akan memberi tahu keluarga kekaisaran dan, jika perlu, aku akan memohon negara untuk turun tangan dan membantu.”

“Terima kasih, Countess.” Kata-kata Odette hampir seperti sebuah bisikan ketika dia menyampaikan permohonannya kepada Countess. Suaranya sedikit bergetar, menunjukkan betapa dalam rasa malunya.

“Saya minta maaf ada yang ingin saya sampaikan….” dia memulai, pandangannya tertuju pada tanah.

“Tapi tolong, bisakah Anda meminta Yang Mulia memahami situasi saya terkait perjodohan? Dan juga, dana pensiun…itu sangat berarti bagi kami.”

"Odette sayangku,” gumam Countess Trier pelan, matanya berkaca-kaca.

Saat dia menatap remaja putri di depannya, hatinya sakit karena kesedihan yang mendalam dan abadi. Bibir Odette bergetar, sebuah bukti bisu akan rasa sakit yang ada di balik permukaan. Ruangan itu diliputi rasa tidak berdaya, perasaan yang sepertinya meresap ke dalam udara yang mereka hirup.

Bahkan di tengah keputusasaannya, pikiran Odette tertuju pada uang pensiun kecil yang merupakan satu-satunya penyelamat hidupnya. Countess Trier menyaksikan wajah wanita muda itu meringkuk kesakitan, beban masalahnya yang mengancam telah membebani dirinya.

Bastian - OdetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang