Tentu saja ayahnya tak akan suka jika Lisa merasa tenang meski itu hanya dalam satu malam. Karena malam Jennie berhasil membuatnya rileks, Lisa merasakan suasana hatinya hancur berantakan ketika dia baru saja tiba di kantor.
Alasannya hanya satu. Ada tiket penerbangan ke Italy yang tanpa Lisa perlu mencari tahu pun, dia sudah tahu siapa pelakunya.
"Miyeon!" Lisa memanggilnya melalui telepon. "Masuk ke ruanganku sekarang juga!"
Lisa membanting telepon setelah memerintah wanita itu. Dia perlu untuk mengatur emosinya. Menghadapi ayahnya saat ini sama saja bohong. Ayahnya tak peduli dengan apa yang di pikirkan olehnya. Jika ayahnya menginginkannya, semuanya harus terlaksana dan Lisa tidak tahu lagi bagaimana cara untuk menghadapinya.
"Nona Lisa, kau memanggilku?" Miyeon muncul setelah mengetuk pintu.
"Masuklah." Kata Lisa dan Miyeon melangkah ragu-ragu ke dalam ruangannya. "Apakah kau tahu apa rencana ayahku dengan membawaku ke Italy? Dan dengan siapa saja ayahku akan pergi?"
"Ah, itu... Ayahmu menyediakan pesawat pribadi untuk penerbangan ini dan ada beberapa rekan kerjanya juga yang turut ikut. Itu... dia melakukan penerbangan ini dengan membawa beberapa wanita dari kasino yang juga akan di antar ke beberapa... mafia yang lebih besar di sana." Jelas Miyeon, tergagap, takut akan reaksi Lisa saat ini.
Lisa tercengang dengan apa yang Miyeon katakan. Jadi, apa? Dia di haruskan pergi dengan segelintir wanita hanya untuk mengantarkan mereka pada mafia besar di Italy?
Lisa menghela nafas. Apa yang bisa dia lakukan untuk mundur dari semua ini? Dia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana wanita dikirim untuk mafia seolah mereka bukanlah manusia, melainkan hanyalah bahan transaksi yang di butuhkan oleh sekelompok pria tua yang jahat.
"Apa yang terjadi setelah itu?" Tanya Lisa. "Maksudku, para wanita itu. Apa yang akan mereka lakukan?"
"Untuk itu aku tidak tahu. Karena setelah... transaksi selesai, semuanya terserah pada mereka. Apa yang akan mereka lakukan terhadap para wanita itu."
"Tapi kau tahu apa yang mungkin bisa mereka lakukan pada semua wanita itu?" Tanya Lisa lagi dan Miyeon dengan ragu mengangguk.
"Kebanyakan dari mereka di perlakukan seperti budak. Tapi ada juga yang di bunuh hanya agar mereka mendapatkan organ tubuh dan mereka kembali bertransaksi. Itu... tergantung pada mereka."
Lisa menatap tiket yang ada di atas meja. Dengan mata yang memerah karena menahan amarah, Lisa terdiam. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Seandainya saja ada sesuatu yang bisa dia lakukan saat ini, sudah pasti akan dia lakukan.
Dia juga memikirkan Jennie dalam hal ini. Jennie sedang hamil dan apa yang harus dia lakukan untuk menjaga Jennie sementara kehidupannya di penuhi hal menjijikkan dan mengerikan seperti ini?
Bagaimana bisa dia menjadi orang tua sementara pekerjaan yang dia lakukan adalah membawa wanita untuk dijual pada orang lain.
"Nona, apakah kau baik-baik saja?" Tanya Miyeon, melihat Lisa tampak pucat.
"Ya. Aku baik-baik saja, Miyeon. Terima kasih sudah menjelaskan ini dengan sangat baik. Kau boleh kembali bekerja." Kata Lisa, memaksakan senyumnya.
Miyeon mengangguk dan pergi tanpa ragu dari ruangannya.
Lisa merasakan seluruh tubuhnya menegang. Bagaimana bisa dia menjalani kehidupan seperti ini selama sisa hidupnya?
Lisa merasakan kepalanya hampir pecah. Ini terlalu sulit untuk di proses untuk dia pribadi dan dia sungguh tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Bertepatan dengan itu, ponselnya berdering dan Lisa melirik untuk melihat siapa yang meneleponnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENLISA - FEEL THE TOUCH (GIP) ✔️
FanfictionJennie Kim tahu, jika dia mengalami suatu kondisi yang berbeda. Dia tahu itu dan... dia pasrah dengan apa yang dia alami. Lalisa Manoban mengetahui masalah itu dan mencoba untuk memperbaikinya dalam cara apapun, persis seperti yang Jennie pinta.
