4. Pilu dan Sendiri

4.5K 67 0
                                    

Tampaknya dia seperti mengerti sekali kebiasaan Ciu Cang Po yang aneh dan angkuh.

Sengaja dia mengeluarkan kata-kata yang membuat amarahnya meluap. Benar saja! Ciu

Cang Po sampai menjingkrakkan kakinya berkali-kali saking jengkelnya.

"Bagaimana kalau aku tidak mengijinkannya?"

"Kalau perlu, kita tentukan lewat perkelahian." sahut Cian Cong.

Watak orangtua yang satu ini agak angin-anginan. Urusan main tinju atau pukul baginya merupakan pekerjaan yang ringan. Atau mungkin semacam rekreasi yang menyenangkan.

Selesai berkata, wajahnya masih tetap tersenyum simpul seperti orang yang tidak serius menantang lawannya. Tidak tampak sedikitpun kecemasan tersirat pada mimik wajahnya.

Pandangan Kiau Hun terpusat pada diri orangtua tersebut. Sinar matanya menyorotkan perasaannya yang kagum sekali.

'Kalau aku mempunyai setengah dari sikapnya yang tenang dan santai saja, apabila bertemu dengan musuh tangguh kelak, berarti aku sudah menang satu langkah,' pikirnya dalam hati.

Baru saja pikirannya tergerak, tiba-tiba dia merasa tubuh yang digendongnya bergeliat-geliat. Rupanya Tan Ki sudah siuman dari pingsannya. Tampaknya dia sama sekali tidak membayangkan kalau dirinya tersadar dari pingsan bisa berada dalam bopongan seorang gadis. 

Begitu matanya memandang, wajahnya merah padam seketika. Perlahan-lahan ia berusaha memberontak dan kemu-dian turun dari gendongan Kiau Hun.

Dalam keadaan panik, dia terlupa akan luka dalam yang dideritanya. Ketika sepasang kakinya menginjak tanah, dia merasa dadanya sakit sekali. Hampir saja dia terjungkal ke atas tanah.

Untung saja jarak Mei Ling tidak jauh dengannya. Begitu melihat keadaan Tan Ki, tangannya bergerak dengan cepat. Dia mengulurkan pergelangan tangannya dan mencekal anak muda itu, meskipun demikian, Tan Ki sudah kesakitan sehingga mengucurkan keringat dingin. Kepalanya berdenyut-denyut.

Tiba-tiba Mei Ling tersadar bahwa dirinya adalah seorang gadis suci, tentu tidak pantas memeluk laki-laki seperti itu, wajahnya berona merah, cepat-cepat dia melepaskan tangannya dan mundur setengah langkah.

Meskipun dia masih polos, tetapi segulungan perasaan jengah sebagaimana layaknya seorang gadis tetap saja ada dan hal ini membuat wajahnya jadi tersipu-sipu.

Dengan santai Kiau Hun berjalan menghampiri. Dia memegang tangan Tan Ki dan berdiri berdampingan. Walaupun di sekitarnya terdapat beberapa orang tetapi dia tidak merasa malu sedikitpun. 

Selamanya dia selalu beranggapan, seorang gadis atau wanita juga mempunyai hak untuk menunjukkan rasa senangnya. Apa yang ingin dilakukan kontan dilakukannya tanpa berpikir dua kali. Ia merasa tidak perlu berpura-pura, yang akhirnya menyesal sendiri. Asal perbuatan yang tidak melanggar hukum Thian, boleh saja dilakukan sesuka hati.

Kedua gadis itu tumbuh besar bersama sejak kanak-kanak, tapi cara dan sikap dalam melakukan sesuatu jauh berlainan. Kalau Mei Ling pemalu dan takut-takut dalam bertindak, maka Kiau Hun supel serta romantis.

Tiba-tiba terdengar suara yang menggelegar!

Di antara Cian Cong dan Ciu Cang Po telah beradu tenaga dalam. Begitu kerasnya sehingga meja dan kursi dalam kamar itu beterbangan ke mana-mana. 

Kedua orang ini telah beradu keras lawan keras. Ciu Cang Po merasa telapak tangannya menjadi panas, lambat laun terasa nyeri yang berdenyut-denyut. Serangkum tenaga berarus deras menerpa datang dan tanpa dapat menahan diri lagi, dia tergetar mundur setengah langkah.

Sedangkan di pihak Cian Cong, sepasang alisnya mengerut. Tubuhnya bergoyang-goyang sejenak. Begitu keduanya mengadu telapak tangan, kalah menang sudah dapat ditentukan.

Dendam Iblis Seribu Wajah - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang