Cin Ying memejamkan matanya merenung sejenak. Di dalam benaknya terlintas ingatan samar-samar bahwa dia rasanya memang pernah mendengar nama kedua orang ini. Rasa bimbangnya pun sirna seketika. Bibirnya merekah mengembangkan seulas senyuman yang manis.
"Rupanya Lopek berdua, harap terima penghormatan Ying Ji."
Selesai berkata, dia langsung menjatuhkan dirinya berlutut di atas tanah.
Wajahnya cantik jelita memang sulit dicari tandingannya. Begitu tersenyum, kecemerlang an wajahnya semakin mempesona, Yibun Siu San dan Cian Cong sampai merasa antung mereka berdebar-debar. Cepat-cepat mereka memalingkan wajahnya, tidak berani nelihat lagi. Bahkan mereka lupa membangunkannya, meskipun gadis itu sudah mendiri berlutut di atas tanah.
Cin Ie melihat kakaknya melakukan penghormatan kepada kedua orang itu dengan berlutut. Tanpa berpikir panjang lagi, dia segera ikut berlutut di samping Cin Ying.
Perlu diketahui, adat zaman dulu sangat mementingkan penghormatan terhadap orang yang lebih tua. Cara berlutut seperti inilah yang justru harus dilakukan. Orang yang menjatuhkan dirinya berlutut di atas tanah, apabila belum disuruh bangun oleh yang bersangkutan, maka ia harus berlutut terus selamanya.
Setelah berlutut beberapa saat, Cin Ie melihat Yibun Siu San serta Cian Cong tetap melihat ke arah lain tanpa memperdulikan sama sekali. Dia mulai kehabisan sabar.
Dasar sikapnya memang ketolol-tololan. Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung berteriak, "Hei, kenapa tidak berbicara lagi. Sepasang lutut Nonamu ini sudah pegal setengah mati!"
Yibun Siu San dan Cian Cong bagai tersentak dari lamunan, keduanya mengeluarkan seruan terkejut.
"Bangun, bangun!" kata mereka serentak.
Sembari tersenyum Cin Ying berdiri. Matanya beralih dan berhenti pada diri Tan Ki yang sedang terbaring di atas tempat tidur.
"Entah ada hubungan apa antara Lopek dengan Heng Tai yang berada di atas tempat tidur itu?" tanyanya perlahan.
"Keponakan." sahut Yibun Siu San.
"Apakah dia terluka?"
"Tidak. Hanya pikirannya yang terkena pukulan bathin yang hebat. Kesadarannya hilang dan orangnya menjadi kalap. Kami memberinya pil penenang dan sekaligus menotok jalan darah tidurnya. Dengan demikian dia dapat beristirahat dengan tenang beberapa saat dan jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan."
"Adikku suka sekali cadar penutup wajah Lopek itu, untung saja Lopek bersedia menghadiahkan. Dengan demikian, kami jadi berhutang budi. Meskipun keponakan tidak mempunyai kepandaian yang mengejutkan, namun almarhum ayah pernah mengajarkan cara pengobatan dengan totokan jari. Rasanya masih boleh dicoba. Kalau Lopek dapat menaruh kepercayaan, sekarang juga Tit li (keponakan perempuan) akan mengobati penyakit Heng Tai ini sebagai balas jasa Lopek yang menghadiahkan cadar muka kepada adikku." kata Cin Ying sambil tersenyum manis.
Mendengar kata-katanya, Yibun Siu San jadi termangu-mangu. Hatinya menjadi serba salah. Untuk sesaat dia merenungkan hal ini dengan kepala tertunduk dan tidak bisa mengambil keputusan apapun.
Di lain pihak, dia mengagumi kepandaian Cin Ying mengatur tata bahasanya sehingga tidak menyolok maksud hati yang sebenarnya. Gadis ini sangat cerdas. Meskipun hatinya mulai percaya kalau Yibun Siu San adalah sahabat almarhum ayahnya, tetapi dia tetap berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan.
Apabila dia berhasil mengobati penyakit Tan Ki, berarti dia sudah membalas budi Yibun Siu San yang berjanji akan menghadiahkan cadar mukanya kepada Cin Ie. Dengan demikian, diantara mereka tidak ada hutang piutang lagi dan tentu saja Yibun Siu San tidak enak hati apabila bertanya terus mengenai asal-usul dan tujuan mereka datang ke Tionggoan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Iblis Seribu Wajah - Gu Long
ActionDunia Kangouw yang selama ini tenang dan damai tiba-tiba saja dilanda gelombang badai yang dahsyat. Seorang algojo muncul entah dari mana. Persis seperti malaikat maut yang mencabut nyawa orang-orang yang dipilihnya. Tidak ada seorang pun yang tahu...