27. Bagai Sekuntum Bunga yang Layu

2K 33 0
                                    

Sepasang mata Lok Hong membuka lebar-lebar. Sinarnya menusuk bagai sebatang anak panah yang tajam. Dia memperhatikan titik bintang berwarna perak itu lekat-lekat juga hujan perak yang memencar di sekitarnya. Tampangnya demikian tenang seakan tidak ambil perduli sama sekali.

Tubuh Lok Hong mencelat ke udara, sebentar saja dia sudah keluar dari kurungan hujan senjata rahasia tersebut. Ketika dia menolehkan kepalanya, dia melihat setitik sinar perak yang mula-mula meluncur tadi sudah mengancam bagian punggungnya dalam waktu yang singkat.

Tanpa dapat ditahan lagi hatinya terkesiap setengah mati. Justru di saat yang paling menentukan mati hidupnya ini, tiba-tiba Lok Hong mengulurkan tangannya. Dengan kecepatan yang tak terkirakan dia menyentil. Terdengar suara dentingan yang lirih, cahaya perak yang sedang meluncur itu dengan telak kena disentilnya sehingga buyar seketika dan memercik ke mana-mana.

Setelah mengulurkan jari tangannya menyentil, dengan posisi tidak berubah tubuh Lok Hong mencelat ke udara. Bagai telah diatur olehnya, percikan cahaya perak tadi terbagi dua kelompok berderai jatuh di kiri kanan tubuhnya.

Oey Ku Kiong dan Kim Yu yang menyaksikan hal itu tanpa sadar meneriakkan suara pujian.

"Sentilan yang hebat... gerakan tubuh yang bagus!"

Sinar mata Lok Hong mengerling sejenak, lalu berhenti pada gerombolan semak yang jaraknya kurang dua depaan. Dia berkata dengan suara lantang.

"Lohu sudah menyambut dua serangan senjata rahasia anda secara berturut-turut, entah ada ilmu apa lagi yang mengejutkan?"

Dari balik gerombolan semak itu terdengar suara seorang wanita yang lebih mirip ratapan, "Kau majulah ke depan lima langkah, coba sambut lagi ilmu Tiga Kakak Beradik Bergandengan Tangan serta Pelangi Membias Sehari Penuh!"

Lok Hong merenung sejenak.

"Kalau ingin Lohu menjajal dua macam ilmu itu boleh saja, tetapi kau harus berdiri di depan agar Lohu dapat melihat siapa adanya anda ini?"

Dari balik kegelapan berjalan keluar seorang wanita setengah-baya dengan dandanan dan pakaian sederhana. Di bagian punggungnya menggembol sepasang golok bulan sabit. Dia melangkah dengan perlahan-lahan.

Bagi orang-orang yang ada di sekitar tempat itu, wanita setengah baya ini tampak asing sekali. Tanpa terasa Lok Hong jadi termangu-mangu sesaat. Sepasang matanya dirapatkan perlahan-lahan, dia sedang memeras otaknya. 

Tetapi biar bagaimanapun dia tidak mengingat kalau di dunia Bulim ada seorang tokoh wanita seperti nyonya di hadapannya ini. Dalam pikirannya, dia masih mengira kalau cucu kesayangannya yang sehari-harinya sangat ugal-ugalan dan tidak memakai peraturan telah berbuat kesalahan kepada nyonya ini. Oleh karena itu sepasang alisnya langsung mengerut dan tanpa dapat ditahan lagi dia melirik sekilas kepada Lok Ing. 

Tetapi mimik wajah gadis itu juga seperti orang yang kebingungan, tampaknya gadis itu sendiri tidak pernah mengenal wanita setengah baya ini. Hatinya benar-benar merasa penasaran, perasaannya menjadi bimbang tidak menentu.

Tiba-tiba dia melihat Tan Ki yang lemas dan terkulai dalam pelukan Lok Ing berubah hebat wajahnya sejak kemunculan wanita setengah baya ini. Matanya membelalak lebar-lebar. Mukanya mengerut-ngerut seakan menahan perasaan hatinya yang bergejolak, namun diantaranya juga tersirat perasaan marah. Dua macam perasaan yang berbeda, yakni marah dan terharu berkecamuk dalam hati anak muda itu. Hal ini membuat mimik wajahnya menjadi aneh, sehingga menimbulkan kesan seperti orang yang gembira sekaligus marah. Tampangnya luar biasa aneh dan tidak sedap dipandang.

Wanita setengah baya yang berpakaian sederhana itu menatap sekilas ke arah lengan pakaian Lok Hong. Dia berkata dengan suara lirih.

"Kalau dilihat dari sulaman telapak berwarna emas yang ada di ujung lengan bajumu, tampaknya kau ini orang dari Ti Ciang Pang?"

Dendam Iblis Seribu Wajah - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang