13. Mengalah Ada Batasnya

2.2K 38 1
                                    

Tepat pada saat itu, terdengar lagi suara bentakan Lok Ing...

"Coba kalau kau masih berani menghindar!"

Dia langsung melancarkan sebuah pukulan yang hebatnya bukan main!

Berkali-kali Tan Ki didesak sedemikian rupa. Sepasang alisnya langsung terjungkit ke atas. Hawa amarahnya mulai meluap. Begitu matanya memandang, pandangannya menangkap diri Lok Hong yang berdiri di sudut dengan tertawa terkekeh-kekeh. 

Terpaksa dia menelan kembali kemarahannya yang sudah mulai berkobar. Malah hatinya jadi bergidik. Secepat kilat tubuhnya menggeser ke samping dan dengan mudah dia dapat menghindarkan diri dari serangan Lok Ing yang untuk ketiga kalinya itu.

Secara tiga kali berturut-turut, serangan Lok Ing mengalami kegagalan. Dia merasa dadanya menjadi sesak seakan baru saja mendapat hinaan yang hebat. Tangannya menuding ke arah Tan Ki. Saking kesalnya dia sampai tidak sanggup mengucapkan sepatah kata-pun. Kemudian tampak dia menghentakkan kakinya di atas tanah berkali-kali.

Air matanya pun mengalir dengan deras.

Lok Hong cepat-cepat menghampirinya. Bibirnya tersenyum lembut.

"Cucu yang baik, dari tadi kau terus mengoceh ingin bertemu dengannya. Mengapa setelah bertemu malah mengajaknya berkelahi? Bahkan pakai menangis segala... aih, aku benar-benar kewalahan menghadapi sifatmu."

Orang tua ini merupakan seorang pangcu dari sebuah perkumpulan besar. Tetapi menghadapi cucunya yang satu ini, dia menyayanginya bagai permata hati. Melihat gadis itu demikian kesal dan sakit hati bahkan sampai mengalirkan air mata, terpaksa dia mendekatinya dan menghiburnya dengan kata-kata yang lembut.

Siapa nyana, masih mending kalau Lok Hong tidak menasehatinya. Begitu mengucapkan kata-kata yang menghibur hati, tingkah laku Lok Ing semakin menjadi-jadi..

Dia langsung menubruk ke dalam pelukan Lok Hong dan menangis dengan suara meraung-raung.

Lok Hong jadi kelabakan, dia terus membelai rambut gadis itu dan menghiburnya dengan kata-kata yang lembut.

"Jangan menangis, jangan menangis, Cucuku yang tersayang, anak manis."

Setelah menangis sesaat, Lok Ing seakan merasa tangisan itu tiada artinya. Dia mendongakkan wajahnya, tangannya menuding Tan Ki.

"Dia... dia menghina aku. Yaya, kau tempeleng mukanya tiga kali, agar kekesalan hatiku agak surut!"

Lok Hong tersenyum simpul.

"Hal ini mudah sekali."

Tidak tampak bagaimana dia menggerakkan tubuhnya, hanya terlihat bayangan berkelebat, tahu-tahu dia sudah sampai di hadapan Tan Ki.

Gerakan yang aneh dan cepat, benar-benar membuat orang yang melihat jadi terkesiap!

Bahkan Oey Ku Kiong juga terkejut sekali melihat hal yang di luar dugaannya itu. Dia tidak menyangka orangtua yang tampangnya tidak istimewa sama sekali, ternyata memiliki ilmu yang demikian tinggi!

Terdengar suara Plak! Plak! Plak! Sebanyak tiga kali. Tampak telapak tangan Tan Ki meraba pipinya sembari mencelat mundur. Sebetulnya, apabila dia berniat menghindar, tentu saja bukan hal yang sulit. Tetapi mengingat seluruh ilmu silatnya merupakan hasil curian dari kuburan para leluhur orang tua yang ada di hadapannya ini, tentu saja dia tidak berani memamerkan kepandaiannya sedikitpun juga. 

Dirinya bagai seorang maling kecil yang berhadapan dengan si pemilik barang. Kalau dia berani mengelak, berarti dirinya sendiri yang mencari bencana. Oleh karena itu, melihat tangan Lok Hong bergerak menampar pipinya secara bergantian sebanyak tiga kali, dia bahkan tidak berani menggeser sedikit juga. 

Dendam Iblis Seribu Wajah - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang