46. Gadis Berpakaian Merah

2.1K 31 1
                                    

Sepasang alis Tan Ki langsung menjungkit ke atas. Diam-diam dia menghimpun hawa murni dalam tubuhnya dan memperhatikan tindakan yang akan diambil oleh gadis tersebut. Tampaknya gadis itu mengatur pernafasannya sejenak, tiba-tiba tubuhnya kembali berkelebat dan menerjang datang ke arah Tan Ki.

Kedua orang itu kembali bergerak dengan menggunakan jurus-jurus serangan yang dahsyat serta kecepatan bagai kilat. Orang lain jangan harap dapat melihat bagaimana mereka menggerakkan senjata masing-masing, yang tampak hanya cahaya berwarna hijau dan sinar putih yang berkilauan menusuk pandangan mata. Untuk sesaat bayangan manusia laksana menari-nari di tengah kabut yang tebal.

Terasa hawa yang terpancar dari pedang menyebar sejauh lima langkah di sekeliling mereka. Bahkan obor api yang tertancap di kanan kiri dinding goa ikut melambai-lambai karena terpaan angin yang kencang. Kadang sinarnya menyala terang, sekejap kemudian redup kembali. Tan Ki khawatir suara pertarungan mereka mengejutkan Tian Bu Cu yang sedang menutup diri. Oleh karena itu, dia berusaha sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan suara bising.

Cu Cia sampai mengeluarkan keringat dingin menyaksikan pertarungan tersebut. Diam-diam dia berpikir dalam hatinya: 'Tampaknya ilmu pedang memang benar tidak ada batasnya. Suhuku sendiri terkenal di dunia Kangouw dengan ilmu pedang Delapan Pedang Pengejar Sukmanya. Tetapi kalau dibandingkan dengan ilmu yang digunakan Tan-heng sekarang, kemungkinan malah sudah kalah satu garis. Usia Tan-heng paling-paling lebih tua satu dua tahun dibandingkan denganku, ternyata dia sudah berhasil melatih ilmu pedangnya sampai taraf sedemikian tinggi sehingga dapat melukai orang dari jarak sepuluh langkah tanpa wujud sama sekali...'

Justru di saat Cu Cia sedang merenung, ternyata telah terjadi perubahan di arena pertarungan. Tampak cahaya hijau semakin lama semakin membesar. Hawa yang terpancar dari pedang seperti mengandung kegusaran. Tiba-tiba terdengar kembali suara logam beradu, timbul secarik sinar bagai pelangi yang hanya sepenggal. 

Bayangan manusia pun memencar, sebatang pedang suling di tangan Tan Ki yang langka ternyata kutung putus oleh cahaya hijau yang tajam tadi. Di lain pihak pedang panjang di tangan kanan si gadis berpakaian merah juga patah menjadi dua bagian, dari lengannya terlihat darah mengalir. Tetapi karena wajahnya ditutupi dengan cadar, jadi tidak tampak bagaimana tampangnya saat itu.

Tampaknya dia tergetar oleh tenaga dalam Tan Ki yang kuat. Kalau saja gerakannya kurang cepat, mungkin sebelah lengannya juga ikut terpapas putus. Untungnya dia cepat-cepat menahan serangan Tan Ki dengan pedang panjangnya. Dalam hati dia sadar bahwa apabila pertarungan ini tetap diteruskan, dia juga bukan tandingan Tan Ki. Rencana yang telah diperhitungkan matang-matang tampaknya tidak mungkin terwujud lagi. Tanpa menunda waktu lagi gadis itu mengeluarkan suara siulan yang panjang kemudian menghambur keluar dari goa tersebut.

Cu Cia dapat melihat bagaimana liciknya gadis ini. Saat itu sang gadis melesat lewat di sampingnya, dia segera mengambil kesimpulan bahwa dia harus menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Tetapi biar bagaimana dia merupakan seorang murid yang dididik oleh tokoh lurus. 

Tentu saja dia tidak sudi membokong orang secara diam-diam, oleh karena itu mulutnya segera mengeluarkan suara bentakan nyaring, "Sambut seranganku ini!" pergelangan tangannya memutar, pedangnya langsung dijulurkan ke depan. Dengan jurus Ular Putih Memuntahkan Bisa, dia melancarkan sebuah tikaman.

Serangan ini dikerahkan setelah mempertimbangkan baik-baik. Dengan demikian kehebatannya tidak dapat dianggap ringan. Suara yang timbul dari serangannya menderu-deru.

Kecepatannya bagai kilat menyambar. Punggung si gadis berpakaian merah seakan mempunyai mata, tanpa memalingkan kepala, lengannya sudah terulur dan menghantam ke belakang.

Kalau dikatakan memang aneh juga, serangannya itu ternyata dengan telak menahan pedang kayu Cu Cia yang sedang meluncur ke arahnya.

Cu Cia melihat dia melancarkan serangan balasan tanpa menolehkan kepalanya sedikit pun. Bahkan langkah kaki gadis itu tidak berhenti sama sekali. Tampaknya dia memang tidak memandang sebelah mata kepada Cu Cia. Karena usia si pengemis cilik itu masih relatif muda, otomatis emosi dalam dadanya gampang meluap. 

Dendam Iblis Seribu Wajah - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang