52. Pelajar Berbaju Hijau

2K 31 0
                                    

Baru saja mereka selesai mempersiapkan diri, pihak lawan sudah mencapai puncak bukit Tok Liong-hong dan berdiri pada jarak tiga depa dari hadapan mereka.

Di sebelah kiri berbaris tiga orang, mereka adalah ketiga tongcu dari Lam Hay Bun, yakni Ho Tiang Cun, Miao Siong Fei dan Tio Hui. Di belakang mereka berbaris lagi lima atau enam belasan orang yang mungkin merupakan jago-jago dari pihak Lam Hay Bun.

Sedangkan di sebelah kanan dipimpin oleh Kaucu dari Pek Kut Kau, di sampingnya berdiri tegak adik seperguruannya, Kim Yu. Kemudian berbaris di belakangnya sepasang siluman berpakaian putih dan beberapa orang lainnya lagi.

Di tengah-tengah berdiri seorang pelajar berpakaian hijau, alisnya tebal berbentuk melengkung seperti golok. Di pundaknya terselip sepasang pedang yang gagangnya berukuran tiga cun. Di pinggangnya menggantung sebuah kantong kulit yang biasa digunakan untuk menyimpan senjata rahasia. Sikapnya tenang dan penampilannya keren.

Di sisi kiri kanannya berdiri kedua Bun Bu-siang, yakni Gia Tian Lun dan Tong Ku Lu. Kedua orang itu seakan melindungi si pelajar tadi.

Melihat bentuk barisan pihak lawan, Ciu Cang Po benar-benar merasa di luar dugaan. 

Terdengar mulutnya terus mengucapkan kata 'Aneh...!' berkali-kali.

Si pengemis sakti Cian Cong melirik kepadanya sekilas. Sepasang alisnya langsung mengerut ketat.

"Apa sih yang mulutmu ocehkan itu?" tanyanya kesal.

Ciu Cang Po langsung tertawa dingin. 

"Si nenek tua mempunyai kegembiraan tersendiri. Apapun yang ingin kulakukan, tidak perlu kau mengurusnya. Tiga bulan yang lalu, si nenek tua menerima sebuah pukulan dari-mu, sampai sekarang masih belum dapat dilupakan. Semoga dalam pertarungan kali ini, kaki atau tanganmu jangan sampai patah. Nanti kita cari kesempatan untuk memperhitungkan hutang piutang kita." 

Sikap nenek ini benar-benar keras kepala dan tidak pernah mengalah kepada siapapun. Cian Cong tidak merasa aneh lagi dengan sikapnya itu. Dia mengembangkan seulas senyuman yang lembut dan menyahut.

"Seandainya si pengemis tua beruntung tidak mati dalam pertarungan ini, kapan waktu saja aku siap menyambut tantanganmu."

Begitu pandangan matanya dialihkan, saat ini sikap kedua belah pihak sama-sama serius dan tegang. Biar bagaimana kedua belah pihak mempunyai maksud hati tersendiri.

Yang satu ingin memamerkan kekuatannya dan berusaha menguasai dunia Bulim, sedangkan pihak yang lainnya justru ingin mempertahankan kelangsungan dunia Bulim agar tetap seperti sekarang ini. Dengan demikian, sebetulnya mereka tidak perlu menggerakkan lidah karena masing-masing sudah maklum kehendak hati lawannya. Oleh karena itu, sejak bertemu muka, tidak ada yang mengucapkan sepatah katapun. Dari awal hingga akhir mereka hanya saling menatap dengan mata mendelik lebar-lebar.

Tan Ki menjabat kedudukan sebagai Bengcu. Seorang diri dia mewakili seluruh Bulim di daerah Tionggoan. Dia merasa dengan berdiam diri begini terus, tentu persoalan tidak dapat diselesaikan. Oleh karena itu, dia segera membusungkan dadanya dan berjalan keluar ke depan tiga langkah. Kemudian dia menjura kepada si pelajar berpakaian hijau sebagai salam penghormatan. Terdengar suaranya yang bening dan lantang...

"Apakah saudara sendiri yang dipanggil sebagai Toa Tocu dari Lam Hay Bun?" 

Pelajar berpakaian hijau itu memperlihatkan tawa yang datar.

"Nama saudara telah menggetarkan seluruh Tionggoan, ternyata pandangan matanya demikian rabun!" setelah mengucapkan kata-katanya, dia tertawa terkekeh-kekeh dua kali.

Mendengar ucapannya, Tan Ki justru tertegun untuk beberapa saat, kemudian baru dia melanjutkan kata-katanya.

"Kalau ditilik dari kata-katamu, tampaknya Toa Tocu sendiri masih belum muncul. Cayhe sudah lama mendengar bahwa tocu tersebut berilmu sakti. Sekarang kesempatan sudah ada, tetapi malah belum bisa bertemu muka, hati ini benar-benar merasa kecewa."

Dendam Iblis Seribu Wajah - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang