29. Pedang Dalam Seruling

2K 38 4
                                    

Tiba-tiba terdengar suara teriakan Lok Ing...

"Yaya...!" ujung pakaian berdesir, orangnya pun langsung menghambur datang.

Tampak wajahnya yang sedih menyiratkan ketakutan dan kecemasan yang tidak terkirakan. Dia menghambur ke depan Tan Ki lalu membalikkan tubuhnya dan menghadang jalan kakeknya itu.

Angin pagi yang sejuk menghembus ke arahnya. Gadis itu bagai seekor domba yang mendapat penganiayaan. Dia berdiri di tengah-tengah kedua orang itu dengan tampang yang menyayat hati.

Lok Hong benar-benar tidak menyangka kalau cucu kesayangannya yang selama ini sangat membenci Tan Ki, bisa tiba-tiba berubah dan bersikap melindunginya. Untuk sesaat dia jadi tertegun.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya kemudian. Nada suaranya seperti sebuah perintah, tetapi di dalamnya terkandung kelembutan dan kasih sayang yang besar.

Lok Ing tertawa pilu. Dia menggelengkan kepalanya tanpa menyahut. Tawanya ini bagai mencetuskan beribu kata-kata dalam hatinya. Sekejap kemudian, tampak dua butir air mata mengalir dengan deras membasahi pipinya yang halus.

Tampangnya yang mengenaskan ini benar-benar membuat Lok Hong terpana. Cucu perempuannya yang paling keras kepala dan tinggi hati, mengapa secara tiba-tiba bisa berubah menjadi demikian lemah. Hatinya ingin sekali menanyakan apa yang disusahkan oleh gadis itu. Tetapi berbagai perasaan berkecamuk di dalam kalbunya sehingga dia sendiri tidak tahu apa yang harus dikatakannya dan dari mana dia harus memulainya...

Terdengar suara Lok Ing yang lembut dan lirih bagai orang yang sedang berkeluh kesah.

"Dia sudah hampir mati. Andaikata dia mempunyai kesalahan terhadap Yaya, harap pandang muka Ing-ji kali ini saja. Jangan tanya segala macam, biarlah dia menghadapi pertarungan ini dengan tenang, setelah dia mati..."

Lok Hong terkejut sekali. Dengan pandangan tidak mengerti dia mengajukan pertanyaan kembali.

"Apa... apa yang kau katakan?"

Lok Ing menangis tersedu-sedu.

"Yaya, marilah kita pergi. Entah siapa yang meracuninya, tahu-tahu keadaannya sudah parah sekali. Kemungkinan malah tidak dapat melewati senja ini dan tidak diragukan lagi dia pasti akan mati. Yaya harus membangkitkan semangatnya melakukan pertarungan. Seandainya harus mati, biar bagaimana juga harus membiarkan dia meninggalkan sedikit nama di dunia ini. Aku tidak ingin melihat tampangnya ketika menghadapi kematian. Aku akan pergi jauh-jauh, semakin jauh semakin baik..."

Kembali dia mengembangkan seulas senyuman yang pahit kemudian melanjutkan lagi kata-katanya. "Setelah dia mati, aku akan kembali lagi membereskan jenasahnya kemudian memilih sebuah pegunungan yang sunyi atau lembah yang tenang dan akan kubangunkan sebuah makam yang besar dan indah. Biar dia dapat terbaring di sana dengan tenteram untuk selamanya..."

Sembari berkata, air matanya terus menetes. Nada ucapannya biasa- biasa saja, tidak terselip gejolak perasaannya yang galau. Tetapi bagi pendengaran Lok Hong, hatinya bagai diganduli beban yang berat. Dari kata-katanya yang demikian romantis, sudah tidak usah diragukan lagi kalau cucu kesayangannya ini sudah mengambil keputusan yang tidak dapat diganggu gugat atas diri pemuda ini.

Baru saja dia ingin mengucapkan beberapa patah kata untuk menghibur hati cucunya, Lok Ing sudah menarik tangannya dan menyeretnya meninggalkan tempat itu.

Hal yang sama pada diri mereka adalah langkah kaki keduanya yang demikian berat. Apa yang terkandung dalam kalbu mereka sudah barang tentu jauh berlainan. Tetapi pokok persoalannya sudah pasti diri Tan Ki juga.

Tan Ki memandangi bayangan kedua orang itu sampai jauh sekali. Beban dalam hatinya, seakan menjadi ringan. Dia mengerlingkan matanya dan berhenti pada diri manusia berpakaian putih. itu. Ditatapnya orang itu lekat-lekat sambil mengembangkan seulas senyuman.

Dendam Iblis Seribu Wajah - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang