50. Surat Undangan

2K 34 0
                                    

Tan Ki menggertakkan giginya erat-erat. Sepasang tangannya pun dihantamkan ke depan. Meskipun dia tidak ingin terjadi sesuatu hal yang mengenaskan baik pada dirinya sendiri atau pada diri Lok Hong, tetapi karena orangtua itu terus-terusan mendesaknya sedemikian rupa, kesabarannya juga mulai habis. Begitu sepasang tangannya menghantam keluar, secara diam-diam dia telah mengerahkan segenap tenaga dalamnya dan bersiap mengadu jiwa dengan Lok Hong.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari mulut seorang gadis, "Jangan berkelahi lagi!" tubuhnya melesat dan ternyata dengan berani dia menerobos di antara kedua orang itu.

Tenaga dalam Lok Hong sudah mencapai taraf yang tinggi sekali. Pukulannya dapat dilancarkan dan ditarik kembali sesuka hatinya. Melihat cucu kesayangannya secara mendadak menghadang di depan mereka berdua dan mencegah mereka bertarung lebih lanjut, hatinya tercekat bukan kepalang. Cepat-cepat dia menarik kembali tenaga dalam yang terpancar pada telapak tangannya dan dengan susah payah mencelat mundur satu langkah. Tetapi pukulan yang dilancarkan oleh Tan Ki justru digerakkan dalam keadaan marah. Walaupun dia melihat dengan jelas Lok Ing menerobos datang dan menghadang di hadapan mereka, tetapi untuk sesaat dia tidak sanggup menarik kembali serangannya.

Hatinya masih merasa terkejut setengah mati dan belum sempat memikirkan bagaimana caranya mengatasi hal tersebut, telinganya sudah mendengar suara jeritan yang menyayat hati. Rupanya pukulan yang ia lancarkan telah menghantam telak tubuh Lok Ing sehingga gadis itu terpental melayang di udara sejauh tujuh delapan langkah.

Kali ini rasa terkejut di dalam hati Tan Ki jangan ditanyakan lagi! Dia seakan merasa dadanya ditinju dengan keras oleh seseorang, tubuhnya bergetar hebat dan sekonyong-konyong dia seperti orang yang kehilangan kesabarannya. Setelah mengeluarkan suara teriakan yang keras, orangnya sendiri langsung menghambur ke depan.

Tiba-tiba terasa ada serangkum angin kencang yang menghadang di depannya. Terpaksa Tan Ki menghentikan langkah kakinya.

Setelah melancarkan sebuah pukulan, Lok Hong segera membungkukkan tubuhnya menggendong Lok Ing. Begitu dia menundukkan kepalanya, dia melihat wajah Lok Ing yang biasanya bersemu dadu kini menjadi pucat pasi seakan tidak ada darahnya. Bahkan di sudut bibir terlihat darah segar mengalir turun membasahi pakaiannya. Tanpa perlu memeriksa denyut nadinya, sekali lihat saja sudah dapat diduga bahwa setiap waktu nyawanya bisa melayang.

Dalam usia tuanya, Lok Hong hanya mempunyai seorang cucu yang disayanginya setengah mati. Dalam waktu yang singkat ternyata dia melihat dengan mata kepala sendiri bahwa cucu kesayangannya mungkin tidak lama lagi akan meninggalkan dirinya, terasa ada serangkum kepedihan yang menyelinap dalam hatinya. 

Dia memandang wajah Lok Ing dengan termangu-mangu dan mulutnya seperti bergumam seorang diri.

"Anak bodoh, mengapa harus berbuat demikian? Benar-benar tolol, tolol sekali..."

Beberapa patah ucapan yang sederhana tercetus dari mulut orangtua itu, namun makna yang terkandung di dalamnya justru seperti aliran air matanya dan ratapan hatinya yang sedih tidak terkirakan. Orang-orang yang mendengarkannya ikut merasa pilu, hati mereka terharu sekali sehingga untuk sesaat sampai lupa bahwa keadaan mereka sedang menghadapi bahaya.

Tampak Yibun Siu San, Tian Bu Cu dan Cian Cong berjalan menghampiri. Ketiga orang itu seakan dapat menduga apa yang akan terjadi. Mereka berhenti pada jarak kurang lebih lima langkah dari tempat Lok Hong berdiri.

Mereka mengerti sekali apabila seseorang yang terkena pukulan bathin sedemikian rupa, tetapi tidak menangis atau meraung-raung, berarti memendam kemarahan dan kepedihannya dalam hati. Tetapi kalau sudah tidak tertahankan, maka endapan emosi dalam dadanya langsung meluap keluar. Seandainya hal itu sampai terjadi maka dapat dibayangkan bagaimana dahsyatnya, mungkin seperti gunung berapi yang meletus. 

Dendam Iblis Seribu Wajah - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang