Sekali gerak tubuhnya langsung melesat. Kedua orang itupun berlari bersama-sama ke depan.
Tiba-tiba terdengar Tan Ki mengeluarkan suara kesakitan yang lirih. Alisnya langsung bertaut dengan erat. Liang Fu Yong terkejut sekali melihatnya.
"Adik, ada apa?"
"Dada. Dadaku masih terasa sakit."
Liang Fu Yong mengeluarkan suara seruan. Dia langsung tertawa bebas.
"Hampir saja aku lupa." dia mengulurkan tangannya ke dalam saku dan mengeluarkan empat butir pil. Disodorkannya ke mulut Tan Ki. "Setelah menelan obat ini, luka dalam sudah terhitung sembuh secara keseluruhan. Sebetulnya, tiga butir obat yang kuberikan sebelumnya daya kerja obatnya lambat sekali karena dosisnya rendah. Tidak cukup untuk membuyarkan darah yang membeku, itulah sebabnya kau tetap merasa sakit."
"Kalau begitu, kau mengatakan aku tidak boleh menggerakkan hawa murni dan bergebrak dengan orang selama dua belas kentungan hanya bohong belaka?" tanya Tan Ki.
"Betul, kalau tidak demikian, mana mungkin kau membiarkan aku menggerayangimu? Yang lucu justru para tokoh Bulim lainnya yang mengalami kejadian serupa. Setelah mendengar perkataanku, mereka tidak berani bergerak sedikipun, tampang mereka pada ketakutan. Hanya engkau yang tidak berhasil kukelabui. Hal ini karena watakmu yang keras sehingga lolos dari cengkeraman Cici."
Tan Ki hanya tersenyum simpul. Dia tidak marah. Diam-diam dia menggerakkan hawa murninya melewati seluruh urat nadi dalam tubuhnya. Dia tidak merasakan adanya sesuatu kelainan.
"Mari berangkat!" katanya segera.
Tubuhnya melesat dan dengan kecepatan tinggi dia menghambur ke depan.
Di bawah cahaya rembulan yang redup, yang tampak hanya dua sosok bayangan. Keduanya berkelebat dengan cepat. Dalam waktu tidak berapa lama, mereka sudah memasuki kota Lok Yang.
Tan Ki mengajak Liang Fu Yong menuju ke sebelah Barat kota di mana terletak Cui Sian Lau. Tujuannya untuk menyaksikan pertarungan antara Cian Cong dan Ciu Cang Po. Dia ingin sekali lihat siapa yang lebih unggul diantara keduanya.
Ketika sedang berjalan, tiba-tiba bayangan manusia berkelebat, sesosok bayangan hitam berdiri di depan pada jarak kurang lebih tujuh depa. Gerakan orang ini demikian cepat. Sekali melesat tahu-tahu dia sudah menghentikan langkah kaki dan berdiri tegak di depan sana.
Melihat keadaan itu, diam-diam Tan Ki merasa terkejut.
"Siapa?!" bentaknya.
Terendus serangkum bau harum mengiringi semilirnya angin, orang itu perlahan-lahan menghampirinya.
Begitu mata memandang, Tan Ki segera mengeluarkan suara kejutan.
"Kiau Hun!" panggilnya.
Tidak salah, orang yang mendatangi itu memang dayang Mei Ling yang cantik, Kiau Hun adanya. Pertama-tama wajahnya menunjukkan kegembiraan.
Ketika matanya beredar, dia melihat Siau Yau Sian-li yang berdiri di samping Tan Ki. Tampangnya yang riang langsung berubah menjadi dingin.
Dalam waktu yang singkat, wajahnya berubah dua kali berturut-turut. Tan Ki masih belum menyadarinya. Dia menghambur ke depan dan mencekal sepasang tangan Kiau Hun.
"Rupanya kau juga sudah dalang ke tempat ini." katanya.
Siapa tahu Kiau Hun malah menepis tangannya dengan kasar.
"Tentunya urusanmu sudah selesai!" ucapannya dingin sekali.
Tampaknya, untuk sesaat Tan Ki tidak paham maksud ucapannya. Mendengar kata-kata gadis itu dia malah tertegun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Iblis Seribu Wajah - Gu Long
AcciónDunia Kangouw yang selama ini tenang dan damai tiba-tiba saja dilanda gelombang badai yang dahsyat. Seorang algojo muncul entah dari mana. Persis seperti malaikat maut yang mencabut nyawa orang-orang yang dipilihnya. Tidak ada seorang pun yang tahu...