43. Janji yang Dipegang Teguh

1.8K 27 0
                                    

Siapa tahu perasaan si orang tua bungkuk ini memang angkuh dan mudah tersinggung. Melihat orang berdiri menggoyangkan kipasnya sambil tersenyum simpul, dia langsung mengira si laki-laki setengah baya itu sedang mengolok-olok dirinya dan memandang rendah kepadanya. Hawa amarah dalam dadanya jadi meluap, rasa malu dan benci berbaur menjadi satu. Saat itu juga mulutnya mengeluarkan suara bentakan yang lantang, tubuhnya bergerak mencelat ke udara. 

Tampak sepasang lengannya terentang ke depan dan menimbulkan bayangan bagai bunga salju yang berderai. Dia melancarkan serangan dengan gencar, secara berturut-turut dia mengerahkan enam belas jurus.

Laki-laki setengah baya itu mendengus dingin. Dia segera menghimpun hawa murninya dan kipas di tangannya dikibaskan. Segulung cahaya berwarna putih langsung tampak berkilauan, dengan gesit dan lincah dia menyambut serangan si orangtua bungkuk.

Pertarungan antara dua tokoh kelas tinggi ini berlangsung dengan sengit. Mati dan hidup dapat ditentukan setiap saat. Di bawah cahaya rembulan yang semakin redup, tampak telapak tangan membentuk bayangan yang tidak terkira banyaknya, sedangkan kipas di tangan si laki-laki setengah baya berkelebat ke sana ke mari sehingga menimbulkan cahaya yang berpijar-pijar. Suara angin yang timbul dari serangan kedua orang itu berdesiran, rumput-rumput melambai-lambai. Debu-debu beterbangan. 

Dalam waktu yang singkat bayangan tubuh kedua orang itu sulit lagi dibedakan. Bahkan orang-orang yang menyaksikan jalannya pertarungan tidak dapat lagi menentukan yang mana kawan yang mana lawan. Mata mereka berkunang-kunang. Mereka sampai menahan nafas saking tegangnya, juga ada sebagian yang mengkhawatirkan keselamatan rekan masing-masing.

Sementara itu, Ban Jin Bu berjalan menghampiri Tan Ki. Dengan perasaan ingin tahu dia bertanya, "Tan-heng, coba kau perhatikan, siapa yang akan memenangkan pertarungan kali ini?"

Tan Ki memalingkan kepalanya dan melirik Ban Jin Bu sekilas. Bibirnya bergerak-gerak seakan ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya ia batalkan. Dia hanya tertawa getir sambil menggelengkan kepalanya, namun tidak memberikan sahutan sedikitpun.

Ban Jin Bu jadi tertegun. Hatinya semakin penasaran.

"Tan-heng, tampaknya sedang banyak pikiran yang mengendap dalam bathinmu. Bolehkah kau memberitahukannya kepada siau-te sehingga kita dapat membahasnya bersama-sama?"

Tan Ki menarik nafas panjang satu kali.

"Coba kau perhatikan baik-baik, bagaimana menurut pendapatmu ilmu laki-laki setengah baya itu?"

"Jurus serangan yang dilancarkan orang ini selalu mengandung kedahsyatan yang keji. Ilmunya sudah mencapai taraf yang tinggi sekali, rasanya lebih tinggi dari pendekar pedang tingkat delapan. Kemungkinan besar sebanding dengan si pengemis sakti Cian Locianpwe, Yibun Siu San maupun Lok Hong. Meskipun ilmu silat si orangtua bertubuh bungkuk itu lumayan juga, tetapi kalau dibandingkan dengan si laki-laki setengah baya itu, rasanya masih terpaut jauh. Setelah ratusan jurus, kemungkinan besar dia akan terkena serangan orang itu sehingga terluka parah."

Mendengar kata-kata Ban Jin Bu yang persis sama dengan dugaan hatinya sendiri, pikiran Tan Ki semakin ruwet. Tanpa dapat ditahan lagi sepasang alisnya menjungkit ke atas.

"Justru hatiku sejak tadi merasa tidak tenang karena telah mempunyai pandangan yang sama. Perlu kau ketahui bahwa dalam perebutan Bulim Bengcu kali ini, meskipun lima partai besar yang hadir, tetapi para pesilat yang lain jumlahnya cukup banyak. Bahkan mereka terdiri dari golongan sesat dan lurus. Saat ini semuanya berkumpul di puncak bukit Tok Liong-hong. Aku selalu menganggap dengan adanya orang-orang yang mempunyai nama besar ini, pihak Lam Hay dan Si Yu pasti tidak berani berbuat macam-macam. Apalagi sebagian besar dari orang yang hadir ini mempunyai ilmu yang tinggi. Namun dugaanku ternyata salah besar, boleh dibilang hari ini mataku benar-benar terbuka. Pihak musuh hanya mengirim empat kelompok orang yang jumlah keseluruhannya tidak lebih dari tiga belas orang, tetapi mereka sanggup membuat kocar-kacir para pendekar pedang tingkat delapan sehingga bertarung sampai mengadu jiwa. Berapa banyak korban dari pihak kita yang jatuh? Keadaan yang memalukan ini sudah cukup membuktikan bahwa pihak Lam Hay dan Si Yu merupakan musuh yang tidak dapat dianggap enteng. Para pendekar dari Tionggoan seolah menjadi bahan permainan bagi mereka. Kelompok ini masih terhitung jago kelas dua di wilayah mereka, sedangkan pemimpin yang sebenarnya masih belum muncul. Kecuali kita bergabung dengan lima partai besar, rasanya dalam satu hari saja Tok Liong-hong ini sanggup diratakan jadi tanah oleh pihak mereka."

Dendam Iblis Seribu Wajah - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang