1. Invitation.

99.3K 5.5K 103
                                    

Alarm di nakasku berbunyi nyaring hingga membuatku mau tidak mau, suka tidak suka, rela tidak rela, untuk membuka mata demi mematikan alarm itu.

Seharusnya kemarin aku mengatur alarmku sebelum jatuh tertidur dua jam sebelum alarm ini berbunyi. Aku masih membutuhkan tidur nyenyakku untuk bekerja dan tidak berbuat kekacauan lagi.

Namun tanggung jawab tetaplah tanggung jawab. Aku masih harus tetap bangun, tidak peduli baru berapa jam aku memejamkan mataku ini.

"Berikan aku lima menit." Ucapku serak sambil menyetel ulang alarmku dan kuletakkan kembali, kali ini di bawah bantal.

Baru saja aku kembali memejamkan mataku yang seakan langsung membuatku masuk kedalam alam mimpi yang sempat terpotong tadi, ponselku bergetar mengusik ketenangan tidurku.

Itu bukan alarmku, lantaran Alarmku berbunyi nyaring, bukan hanya seketar getaran.

Dengan masih tertutup, aku meraih ponselku di bawah bantal dan menjawab panggilan telepon itu.

"Ha-lo?"

Hening, tidak ada jawaban dari seberang sana selama beberapa detik membuatku nyaris larut lagi ke alam mimpi sebelum suara berat dari seberang panggilan ini terdengar dan membuatku terkejut. "Seriously, Kel? Kau masih tidur? Aku tidak memiliki waktu selamanya untuk menunggumu. Aku masih ada rapat direksi pagi ini."

Aku membuka mataku dan mengerjap, membiasakan cahaya yang masuk kedalam kamarku sambil menguap. "Ini masih pagi, Lex. Beri aku waktu lima menit lagi untuk-"

"Kau mengigau! Ini sudah hampir pukul 8 dan aku hampir telat menghadiri rapat bulananku."

Aku terbelalak dan langsung bangkit dari posisiku. "Kau bohong! Alarmku saja belum berbunyi lagi!"

Alexis berdecak, "kecuali kalau kau lupa mengaktifkannya."

Aku menepuk keningku sambil meringis.

"Kelly dan kecerobohannya. Sudah biasa. Cepatlah! Aku tunggu di bawah. Kuberi waktu 10 menit untuk bersiap-siap atau kau terpaksa naik Taxi atau metro."

Aku bahkan belum sempat memprotes ketika Alexis sudah mematikan panggilan. Layar ponsel yang tadinya berwarna hijau, kini berubah menjadi angka-angka jam. Dan saat aku menyadari kalau aku tidak mengaktifkan Alarmku lagi saat aku menambah lima menit, aku kembalu merutuk.

Lima menitku berakhir dengan dua jam.

Tanpa membuang banyak waktu lagi, aku mengambil kertas-kertas yang berserakan di atas meja dan memasukkannya ke tas yang berisi file yang sama, kemudian melesat secepay kilat sebelum taring Alexis keluar.

Alexis Theodore Bramantyo, adalah teman masa kecil juga tetanggaku. Kami sudah dekat sejak dulu bukan hanya karena Penthouse kami hanya berseberangan, tapi juga keluarga kami bersahabat, bahkan kini berkeluarga setelah kakak kami menikah. Kami juga berbagi tanggal ulang tahun yang sama.

Meskipun seumuran, tapi Alexis terlihat lebih dewasa daripadaku. Diumur kami yang sama-sama menginjak 22 tahun, Alexis sudah berhasil menyambar gelar Master dan menduduki kursi General Manager. Sedangkan aku, aku baru saja lulus dari Gelar Fashion Designer dan sekarang sedang sibuk-sibuknya bekerja di butik Ibunya Alexis.

Kami memang dekat, dan kadang kedekatan ini sedikit menyiksa. Disaat semua orang iri melihat kedekatan kami, tapi aku malah iri dan ingin menjadi mereka. Setidaknya mereka bebas untuk jatuh cinta pada Alexis. Tidak sepertiku.

Kadang aku suka berpikir, kalau saja aku dan Alexis lahir terlebih dahulu sebelum kakak-kakak kami, mungkin jalan cerita hidup kami tidak akan seperti ini.

Kelly [#DMS 5]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang