19. Me...?

33.6K 4K 187
                                    

Kami memutuskan untuk berbicara di kafe yang terletak tidak jauh dari butik tempatku bekerja. Kafe ini adalah pilihanku. Hanya sekedar antisipasi kalau aku memutuskan untuk pulang jalan kaki setelah di campakkan Sean nanti.

Aku seharusnya mengendarai mobilku saja tadi. Kini aku menyesal kalau memikirkan tujuan Sean kesini adalah untuk menanyakan perihak kak Alle, atau hal lain yang mungkin tidak mau kubahas. Mengenai hubungannya dengan wanita semalam, mungkin?

Argh! Darahku kembali mendidih.

"Kau mau minum apa, kelly?" Tanya Sean seraya membolak balik buku menu yang isinya sudah berada di luar kepalaku.

"Seperti biasa saja, Wendy. Satu sendok gula, tanpa krimer." Aku mengabaikan Sean dan berbicara dengan Wendy, pelayan yang sudah cukup akrab denganku.

Mata Wendy menatap Sean seakan matanya sedang menelanjangi Sean ketika ku panggil tadi. Dia mengerjap dan terkejut menatapku, lalu ia tertawa salah tingkah seraya mencatat pesananku.

Aku beralih menatap Sean. Salah satu alisnya terangkat, sorot matanya seakan sedang menelitiku. Ia berdeham lalu menutup buku menunya. Tanpa menatap Wendy, dia mengatakan pesanannya, "Apa kau memiliki teh Oolong?"

"Y-ya, Sir." Jawab Wendy tergagap.

"Kalau begitu berikan aku itu." Sean menatapku, aku melotot.

Begitu Wendy pergi, aku langsung memajukan tubuhku, berbisik kearahnya dengan nada menuduh. "Kau tidak bermaksud menukar minumanku lagi, kan?"

Sean tidak menjawab, melainkan tersenyum.

Ahhhh jangan karena senyumnya menggemaskan, aku luluh begitu saja! Tegaslah sedikit, Kelly! Tegas!!!

"Kau tidak bisa terus melakukan itu padaku!" Desisku kesal. Tapi suara yang keluar lebih terdengar seperti anak kecil yang sedang merajuk.

"Kenapa?"

"Karena..." jawabanku tertahan di ujung lidah. Karena apa? Karena kau membuat kakiku selembek Jelly? Karena kau membuatku terbawa perasaan? Karena kau membuatku merasa istimewa? Aku mengutuk semua jawaban itu. Sangat tidak tegas dan berharga diri.

Alis mata Sean kembali terangkat menatapku. Aku menggigit bibir dalamku, tanganku saling meremas sebagai tanda kalau aku sedang salah tingkah sekarang.

Oh wajah tampan dan menggemaskannya seakan mengundangku untuk menangkup lalu mencium bibir tipisnya itu. Wajahku tanpa sadar memerah saat memikirkan itu.

Hentikan Kelly McKenzie! Kau terdengar sangat murahan sekarang. Tadi mencium, nanti apa? Kau mau melempar tubuhmu kepadanya? Gila! Aku mengomeli bagian batinku yang memikirkan hal memalukan itu.

Aku menggeleng kepalaku lagi. Entah sudah keberapa kalinya hari ini, tetapi kali ini tentulah yang terbodoh karena aku melakukannya di depan Sean.

Gelenganku baru berhenti saat Sean menangkup kedua pipiku dengan lembut.

"Wajahmu hangat. Apa kau sakit?" Tanyanya dengan sorot mata khawatir.

Oh Tuhan. Bisa seberapa menggemaskan lagi laki-laki ini? Aku menyerah Tuhan. Aku menyerah.

Aku menepis kedua tangan Sean dan menarik mundur tubuhku. Cara Sean lebih mengerikan dari Joshua. Cara Sean lebih ampuh dibandingkan Joshua.

Aku menyerah bermain bodoh dengan Sean.

"Kak Alle setiap pagi ada di Mansionnya di daerah Hollywood. Kalau siang biasanya dia akan ke kantor kak Kenneth atau ke Penthouse keluarganya bersama Emily. Setiap minggu kak Alle selalu ke dokter untuk mengecek kandungannya dengan Dokter Jayden, sepertinya besok juga dia ada jadwal. Kalau kau mau nomor telepon kak Alle, aku juga bisa memberikannya padamu." Ujarku panjang lebar. Menahan sesak di dadaku, mengumbar semua kebiasaan kak Alle di depan Sean.

Kelly [#DMS 5]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang