Because every story deserve an ultimate happy ending, including our story.
***
"Joe? Jackie?" Aku mengalihkan pandanganku dari jeruk yang sedang ku kupas menuju ke punggung telanjang Sean yang sedang mempelajari berkas-berkas kantor yang ia bawa pulang sore tadi. Sean berbalik dan aku kembali melanjutkan ucapanku, "Jose juga bagus. Bagaimana menurutmu?"
Sean mengerutkan keningnya dan menyunggingkan senyum khasnya yang menggemaskan itu lalu berjalan menghampiriku yang sedang duduk di sofa kamar kami. "Joe? Jackie? Jose? Kenapa kau yakin sekali kalau dia adalah Laki-laki?" tanyanya sambil mengelus perut buncitku.
Aku ikutan mengernyit sambil menatap perut buncitku yang sedang dibelai olehnya. "Sepertinya dia laki-laki," jawabku sedikit terdengar ragu.
Sean terkekeh dan mengecup perutku sebelum kemudian ia menegakkan tubuhnya dan mengecup keningku. "Itu tujuanku memintamu mengecek jenis kelaminnya, love." Sean tidak berhenti mengelus perutku sementara sebelah tangannya membelai rambutku dengan gerakan yang membuatku nyaman lalu menyandarkan seluruh tubuhku dalam dada bidang Sean.
"Aku ingin menjadi kejutan," belaku. "Kalau perempuan, kita bisa menamainya dengan Joey, Jenny, atau Josephine."
"Josephine and Jose sounds great," Ucap Sean dengan cepat.
"Benarkan?" tanyaku sambil menyunggingkan senyum terlebarku.
"Kau selalu benar, Love. You'll always right." Sean terkekeh menimbulkan getaran di dadanya yang sedang kusandari. sangat nyaman bersandar di sana, mendengar detak jantung yang selalu menjadi favoriteku semenjak mendengarnya pertama kali. Canduku dan hiburanku.
***
Aku pernah membaca kalau sakit yang dirasakan ketika melahirkan secara normal itu seperti 20 tulang yang patah secara bersamaan. Detik ini, saat ini, aku seperti merasakan seluruh sendi dan tulangku patah semuanya, bukan hanya 20.
Seharusnya aku menuntut artikel yang kubaca itu karena ternyata artikel itu tidak membantu sekali dalam membuatku siap dalam persalinan yang mendadak ini.
Ditambah lagi kepalaku yang hampir pecah mendengar Bahasa yang sejatinya masih belum aku mengerti meski sudah hampir setengah tahun aku tinggal disini. Ini terasa seperti serangan ganda di fisik dan juga mentalku.
Aku semakin bertambah panik ketika seorang suster menghampiriku dengan wajah pucat dan paniknya lalu berbicara serentetan kata yang kecepatannya melebihi Kereta.
"Sean! panggilkan suamiku!" teriakku dengan Bahasa Inggris. Saat ini aku tidak peduli apa dia mengerti atau tidak karena yang kuinginkan saat ini adalah Sean berada di sampingku, bukan diluar bersama keluargaku dan keluarganya menunggu persalinan mengerikan ini selesai terlaksana.
"m-mwo?" suster itu kebingungan.
"PANGGILKAN SUAMIKU!!!!" Teriakku ditengah kesakitan yang sedang melanda. Sepertinya aku harus mulai memikirkan cara membujuk Sean agar ia mau pindah lagi ke LA sebelum aku gila disini.
Pintu dibuka dengan suara kencang dari depan dan wajah panik Seanlah yang pertama kali terlihat olehku.
Dalam ketegangan 30 menit yang menderaku, baru detik itu aku bisa merasakan perasaan lega yang tidak bisa kugambarkan.
Sean menghampiriku setelah berbicara pada suster yang menghalanginya mendekatiku. "Are you ok, Love?" tanyanya penuh ke khawatiran.
"Mereka tidak membolehkanmu masuk?" Tanyaku mengabaikan pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelly [#DMS 5]
RomancePernah merasakan rasanya mencintai teman masa kecilmu, namun kalian hanya berakhir dalam sebuah status pertemanan, bahkan persaudaraan? Pernah merasakan rasanya mencintai seseorang yang tidak pernah kau temui, namun kemudian laki-laki itu berubah me...