Alexis
Cepat keluar, aku menunggu di depan.Aku menghela nafas dan mengetik sesuatu di layar ponselku sebelum bersiap-siap membereskan barangku di meja.
Me
Masuk saja dulu. Aku masih harus beberes sedikit.Tidak lama kemudian, aku mendengar ketukan di pintu kantor dan wajah tampan juga lelah Alexis terlihat di baliknya.
"Mom benar-benar tidak memberimu waktu istirahat dirumah untuk menyelesaikan tugasmu, ya?" Tuding Alexis sambil bersandar.
Aku terkekeh. Aku sempat miliriknya sejenak sebelum kembali memfokuskan diri untuk merapikan berkas-berkasku.
"Bibi Rere memintaku pulang pagi tadi, tapi karena aku memang lebih nyaman mengerjakan pekerjaanku disini, jadi ya... aku tidak kembali."
"Dan lembur sampai pukul 10. Kau perlu menambahkan itu." Alexis berdesis dan berdecak kemudian. "Kau bukan robot, Kelly. Aku berani menjamin kalau kau bahkan belum menyentuh makan siang dan malammu, kan?" Matanya beralih menatap gelas-gelas kertas kosong yang kuisi kopi tadi. "Seriously, Kel. Lambungmu bisa rusak kalau begini terus."
Aku mau tidak mau terkekeh dibuatnya. Begitu aku selesai memasukan kertas-kertas sketsaku kedalam file, aku beralih membersihkan 5 gelas kertas di atas mejaku, "aku tahu kadar kafein yang bisa tubuhku tolerir, Lex. Chill. Ini hanya kafein, bukan racun."
"Kelly, berhenti menyepelekan kesehatanmu."
Alexis sudah berdiri di sampingku sambil mengambil alih gelas kertas dari tanganku. Aku kembali terkekeh sambil menyilangkan tangan didepan dada dan memperhatikan Alexis yang kini sedang mengambil alih tugasku untuk membersihkan kekacauan yang kubuat. "Baiklah, Grandpa." Ejekku.
Alexis berdesis tapi tidak berhenti untuk membantuku membereskan sampah-sampahku.
Aku memperhatikan Alexis sambil tersenyum kecil, terus memperhatikan punggung lebar laki-laki itu dan tanpa kusadari, bibirku bergumam kecil. "Kau harus berhenti mempedulikanku dan mulai move on, Lex."
Alexis berhenti bergerak, namun tidak juga berbalik. Hanya sepersekian detik kemudian ia kembali membereskan kertas-kertas sketsa yang remukan hingga menyerupai bola.
"Berhenti mengolokku. Katakan itu pada dirimu sendiri." Sindirnya.
Alis mataku terangkat dan aku mencondongkan tubuhku agar bisa bertopang dagu di atas meja. "Aku? Aku sudah move on darimu."
"Bagaimana dengan Nicholas?" Tanya Alexis sudah berdiri di hadapanku dengan menyilangkan tangan di dadanya. Otot-otot muda di lengannya menambah tingkat kemaskulinan yang ia miliki.
"Dia kakak iparku sekarang, kalau kau lupa." Jawabku. Aku menegakkan tubuh untuk meraih tas File di meja kerjaku. "Kalau aku masih belum bisa move on, aku pasti tidak akan merestui mereka, kan?"
Aku mengernyit saat mendengar Alexis tertawa dibelakangku. Saat aku menoleh, wajah laki-laki itu sudah memerah. "Kenapa kau tertawa?"
"Kau lucu. Andai kau bukan adik kak Kenneth, aku pasti sudah akan menarikmu ke depan Altar." Ia menggeleng meredakan tawanya.
"Hah! Lihat! Siapa yang belum move on disini?" Sindirku sambil terkekeh.
"Memang belum." Ujarnya santai dan tanpa beban. Ia menghampiriku dan mengambil alih tas File yang ada di mejaku, lalu merangkul bahuku, "Ayo, aku sudah lapar. Setelah itu kita pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelly [#DMS 5]
Roman d'amourPernah merasakan rasanya mencintai teman masa kecilmu, namun kalian hanya berakhir dalam sebuah status pertemanan, bahkan persaudaraan? Pernah merasakan rasanya mencintai seseorang yang tidak pernah kau temui, namun kemudian laki-laki itu berubah me...