Aku tidak tahu apa yang harus ku katakan kalau Sean berkata jujur mengenai malam itu. Senang? Cemburu? Atau bersyukur karena ia sudah jujur? Tapi apa aku bisa mempercayainya?
Sean berdeham, meraih tanganku dan mengusapnya pelan. Ia menunduk sebentar sebelum kembali menatapku dan menjawab pertanyaanku.
"Aku tidak pernah bertemu dengan Alleira lagi semenjak pernikahannya."
Dan sialnya, aku tidak menyiapkan kemungkinan kalau Sean akan berbohong.
***
Aku menahan isakku juga sakit hati yang menusuk. Perlahan aku menarik tanganku dari genggamannya. Mataku terasa panas, aku berharap mataku tidak akan berkhianat dengan mengeluarkan cairan bening sialan itu di depan Sean. Dia tidak pantas untuk ditangisi sama. Sama sekali tidak.
"Baiklah, sekarang giliranku untuk menjawab, kan?" Tanyaku. Wajah Sean masih terlihat bingung selepas aku menarik tanganku tadi, tapi saat mendengar suaraku, aku bisa melihat Sean berusaha untuk tidak terusik dengan penolakanku barusan.
Sean mengangguk pelan, "Ya, kau boleh menjawabnya sekarang." Ujar Sean terdengar sedikit tertahan.
Jantungku berdebar dengan denyut menyakitkan. Aku tidak tahu apa memang ini yang mau ku lakukan atau tidak. Tapi kenyataan kalau Sean sudah berbohong, tidak bisa ku tolerir.
Aku berdeham, lalu sedikit memundurkan tubuhku darinya, memberikan jarak aman yang sebenarnya tidak perlu.
"Kau... Partner kerja sama yang menyenangkan... juga Sangat membantu." Suaraku bergetar. Jelas sekali aku tidak yakin dengan ucapanku sendiri saat ini. "Kau juga... teman bicara yang... baik."
"Kau tahu bukan itu maksud pertanyaanku, Kan?" Sela Sean memajukan duduknya.
Aku spontan menjulurkan tanganku, merentangkan jarak sembari bergerak mundur hingga kusadari kalau aku sudah berada si ujung Sofa saat pinggulku tertahan lengan sofa. Tidak ada lagi tempat untuk berlari kalau Sean mendekat.
Sama seperti hatiku.
Tidak ada cara menyelamatkannya lagi kalau Sean kembali menguarkan pesonanya dan membohongiku lagi dengan rayuannya.
Sean terkejut melihatku bergerak mundur menjauhinya. Aku bisa melihat usahanya untuk terlihat biasa sambil memanggilku. "Kelly? Kau tidak sedang menghindariku, kan?"
Aku menggeleng dan tersenyum. "Bagaimana aku bisa menghindarimu?" Kalau aku saja masih memiliki pekerjaan denganmu. Sambungku dalam hati.
"Lalu...?" Tanyanya ragu.
"Mengenai pertanyaanmu yang terakhir. Apa kau memiliki kesempatan untuk mendampingiku..." ulangku. Jantungku kembali berdebar saat mengulang pertanyaan itu, tapi bedanya debaran kali ini terasa sangat menyakitkan. Amat sangat menyakitkan kalau boleh kutambahkan. Aku mencoba tersenyum dan menatap Sean. Hingga detik ini air mataku masih belum berniat mengkhianatiku meski mataku sudah terasa panas. "Kurasa keinginanmu terlalu sulit untuk ku kabulkan."
Bahu Sean merosot, matanya menatapku. Rasanya sakit melihat sorot matanya sekarang. Wajahnya mengisyaratkan seperti aku baru saja mengambil seluruh nafasnya dan memberitahu dirinya kalau dia akan mati dalam beberapa detik kedepan.
"Benarkah? Terlalu sulit?" Gumamnya lirih. "Bahkan mencoba untuk mewujudkannya sedikit saja, apa sesulit itu?" Tanyanya.
Jujur saja, pertanyaannya sangat membuat hatiku pilu. Apa aku mulai mencintai Sean sekarang? Apa aku memiliki keinginan yang sama dengan Sean? Apa aku akan menutup mataku akan kesalahan juga Kebohongan Sean dan mewujudkan keinginannya? Keinginan kami untuk mencoba bersama?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelly [#DMS 5]
RomancePernah merasakan rasanya mencintai teman masa kecilmu, namun kalian hanya berakhir dalam sebuah status pertemanan, bahkan persaudaraan? Pernah merasakan rasanya mencintai seseorang yang tidak pernah kau temui, namun kemudian laki-laki itu berubah me...