Tanganku menyentuh dada telanjangnya, seharusnya aku bisa dengan mudah mendorongnya. Tetapi tidak ku lakukan. Jantungku berdebar tak beraturan, begitu juga jantung yang sedang berada di balik telapak tanganku ini. Jantung Sean juga berdebar tak beraturan cepatnya.
Ciuman lembut Sean, seharusnya adalah hal yang salah mengingat masalah yang sedang aku dan Sean alami saat ini. Tapi entah kenapa aku merasakan kenyamanan dan adiksi akan bibir lembut Sean. Seperti ada rasa berbeda saat bibir lembut itu mengecup lembut bibirku.
Seperti.... rasanya hal itu tepat untuk dilakukan.
Aku bahkan berani bersumpah kalau aku merasa kehilangan saat Sean melepaskan kecupannya di bibirku meski tatapan matanya masih Intens menatapku.
Kalau ini mimpi, maka aku tidak mau bangun lagi.
Jemari Sean mengusap pipiku dengan lembut. Sentuhan jarinya seakan menggambarkan ketakutannya untuk menyakitiku.
Ia menarik sudut bibirnya, menatapku dengan mata hitamnya, menenggelamkanku di kegelapan matanya sebelum berbicara dengan suara dalamnya.
"I love you, Kelly."
***
Jantungku seakan dihantam palu godam saat mendengar kalimat itu. Akal sehatku berteriak, dan aku mendorong dada Sean menjauh sebelum Sean sempat menciumku lagi.
Sean menatapku dengan kening berkerut. Ada kesedihan dan terluka dari matanya saat melihatku menolaknya barusan.
"We can't do this, Sean. This isn't Right." Ucapku seraya berbalik. Tapi dua detik selanjutnya, dada telanjang Sean kembali berada di hadapanku karena Sean dengan cepat menghalangi langkahku.
"Why? What doesn't right? Me? You?" Tanya Sean menatapku menuntut jawaban.
"This... isn't right. Everything!" Ucapku menekankan keadaan kami.
"What? Aku? Kau? Ciuman kita?" Tanyanya. Aku mendelik tajam. Bagaimana ia bisa bicara seenteng itu mengenai ciuman kami barusan? "Kau tidak bisa berbohong. Aku merasakannya. Kau juga menginginkan ciuman tadi, kan?"
"Ya, karena aku bodoh, Sean! Dan apa yang salah, kau tanya? Dirimu, Sean. Dirimu yang salah. Kau sudah memiliki Istri, Brengsek!" Pekikku seraya mendorong dada Sean menjauh.
Kedua tangan Sean menahan tanganku, matanya menyala menatapku, "Istri?" Ulangnya bingung.
"Ya, Alana. Dia istrimu, kan? Kau tidak perlu sibuk membohongiku lagi, karena aku tidak percaya. Sekarang, kalau kau sudah cukup sehat, kau bisa pulang. Bajumu ada di jemuran balko-"
Aku tidak selesai berbicara karena Sean menarikku ke sofa setelah mematikan bubur yang sudah kembali gosong itu. Untuk pertama kalinya Sean memaksakan kehendaknya padaku seperti ini.
Ia mendudukkanku di sofa, ia ikut duduk di sebelahku, menatapku lurus.
"Siapa yang mengatakan itu padamu?"
"Sudahlah, jujur saja. Kau tidak bisa-"
"Siapa, Kelly?" Tanyanya tegas memotong ucapanku.
Aku tidak memiliki pilihan lain selain menjawab pertanyaannya. "Alana sendiri yang memberitahuku. Sekarang kau puas?" Tanyaku ketus. Aku menggigit bibir bawahku, menahan geraman yang akan keluar melihat wajah bodoh tidak bersalahnya di depanku saat ini.
"Anak itu benar-benar..." gumamnya kecil. Dengan cepat ia mengambil ponsel dari saku celananya, menekan layarnya lalu nada sambung terdengar dari speaker ponselnya. Aku baru akan membuka mulut, tapi Sean memintaku diam dengan gerak tangannya. Lalu panggilan itu dijawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelly [#DMS 5]
RomancePernah merasakan rasanya mencintai teman masa kecilmu, namun kalian hanya berakhir dalam sebuah status pertemanan, bahkan persaudaraan? Pernah merasakan rasanya mencintai seseorang yang tidak pernah kau temui, namun kemudian laki-laki itu berubah me...