28. He doesn't know the Stop signal.

34K 3.7K 87
                                    

Aku tahu aku sudah bersikap tidak profesional dengan menghindari Sean seharian ini. Telepon darinya sengaja ku abaikan, bahkan telepon dari Mommy, Daddy, kak Alle, kak Keira dan kak Kenneth juga ku abaikan.

Kalau kemarin aku menunjuk Mansion mewah kakak-kakakku sebagai tempat persembunyian karena tidak memiliki tempat privasi, maka kali ini aku memilih mencari tempat privasi yang dapat memberiku ketenangan tanpa harus di ganggu siapapun lagi.

Semenjak menyerahkan berkas ke bibi Rere setelah memergoki Sean di pintu apartemen bersama kak Alle, aku tidak lagi kembali ke kantor Sean, melainkan ke kantor Alexis.

Aku tidak menceritakan apapun melainkan menangis, dan aku bersyukur kalau Alexis tidak memaksaku untuk bercerita kali ini.

Itu juga alasan kenapa Alexis bisa bersamaku hari ini. Itu juga karena Alexis lah yang mengajakku menenangkan diri di Hotel bintang lima dan menjauhkanku dari gangguan keluarga kami.

Alexis sama sekali tidak meninggalkanku meskipun aku tidak menceritakan alasan aku menangis semalaman dan mengabaikannya seharian.

Ini adalah akibat yang harus ku tanggung karena sudah mengikut sertakan perasaanku. Aku seharusnya sudah lebih tahu kalau tidak ada laki-laki yang benar-benar tulus selama ini selain Alexis. Tidak juga dengan Sean meski laki-laki itu nyatanya tidak pernah menanyakan langsung mengenai kak Alle.

Sean juga tidak pernah menyinggung mengenai statusnya selama ini. Pikiranku menambahkan.

Dalam situasi menyedihkan ini, aku masih saja bisa mengasihani Alana karena memiliki Suami yang terobsesi dengan kak Alle seperti Sean. Kalau kemarin aku iri, sekarang aku jadi iba.

Sean lebih brengsek dibandingkan Joshua yang dengan terang-terangan mengakui motifnya.

Setidaknya Joshua tidak memiliki Istri dan tidak frontal mendekati kak Keira seperti Sean.

Apa kak Kenneth tahu mengenai apa yang Sean lakukan? Pertanyaan itu melintas tiba-tiba. Keinginan untuk menanyakan itu langsung pada kak Kenneth juga sempat terpikir, tetapi aku tidak ingin menjadi pihak pelempar api di tengah minyak tanah yang sedang di tebar Sean. Masalahku sudah cukup banyak tanpa perlu ditambah masalah rumah tangga kakakku lagi.

Aku menyandarkan kepalaku yang terasa berat di dada bidang Alexis. Aku juga memejamkan mataku yang seberat karung beras akibat terlalu banyak menangis. Sekali lagi aku bersyukur Alexis tidak memaksaku bicara meski aku yakin kalau dia pasti sedikit banyak mengerti alasanku seperti ini setelah melihat aku mengabaikan panggilan Sean berkali-kali kemarin.

"Kapan kau mau pulang?" Tanyanya pelan, menimbulkan getaran di dadanya. "Bibi Silvia pasti khawatir kau tidak kembali kemarin." Sambungnya. Sebelah tangannya yang tidak memegang kaleng soda, merangkul bahuku dan mengelus lembut rambutku.

"Mungkin tunggu mataku tidak bengkak lagi." Jawabku yang kuharap bisa menjawab pertanyaan Alexis barusan.

Aku mendengar helaan nafas kecil dari Alexis, kemudian kecupan kecil diberikan ke puncak kepalaku. Sebuah gestur yang membuatku merasa nyaman dan aman.

"Kalau begitu aku pulang dulu. Aku akan kesini lagi sore. Kau tenang saja, kalau masih belum mau kembali, aku menyewa hotel ini untuk 4 hari kedepan." Ujar Alexis menguraikan pelukannya dan meletakkan kaleng soda kosong ke meja.

Kelly [#DMS 5]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang